Prospek
Ekonomi Kelautan dan Perikanan 2013
Arif Satria ; Dekan
Fakultas Ekologi Manusia IPB
|
KORAN
TEMPO, 27 Desember 2012
Mengendalikan
impor juga akan berdampak pada kesejahteraan. Yang diperlukan adalah kuatnya
pengawasan terhadap produk impor supaya tidak mengganggu pasar nelayan lokal.
Sektor
kelautan dan perikanan sudah 13 tahun ditangani kementerian khusus, yaitu
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Harapannya adalah potensi sektor kelautan
dan perikanan (KP) bisa lebih tergarap dan memiliki dampak ekonomi yang
signifikan sehingga bisa menjadi pilar kemakmuran bangsa. Pertanyaannya
adalah, apakah harapan tersebut sudah terwujud? Sampai di mana kemajuan
sektor KP pada 2012, dan bagaimana prospeknya pada 2013?
Capaian
2012
Ada sejumlah
aspek yang penting dilihat sebagai ukuran kinerja sektor KP pada 2012.
Pertama, hingga saat ini indikator kesejahteraan yang masih digunakan adalah
nilai tukar nelayan (NTN). Pada Januari-November 2012, NTN masih bertahan
pada angka 105,28 hingga 105,66. Artinya, indeks harga yang diterima nelayan
lebih tinggi dibandingkan dengan indeks harga yang dibayarkan. Angka di atas
100 tergolong baik, meski masih sering diperdebatkan sejauh mana relevansi
NTN sebagai indikator kesejahteraan.
Pada 2011, NTN
pernah mencapai 106. Namun penurunan ini dipengaruhi banyak sekali variabel,
yang kebanyakan di luar sektor perikanan, karena komponen indeks harga yang
harus dibayar nelayan termasuk harga makanan pokok, komunikasi, transportasi,
bahan bakar, dan barang konsumsi lainnya. Karena itu, upaya meningkatkan NTN
tidak cukup hanya dengan meningkatkan harga ikan, tetapi juga harus mampu
mengendalikan harga-harga lain untuk barang konsumsi maupun sarana produksi.
Sejauh ini NTN adalah yang termudah dibandingkan dengan pengukuran lain. Akan
tetapi, masih perlu diupayakan ketersediaan data tentang seberapa efektif
intervensi program pembangunan terhadap kesejahteraan nelayan melalui
berbagai program bantuan.
Kedua, ekspor
perikanan ternyata meningkat dari US$ 3,52 miliar (2011) menjadi US$ 3,93
miliar (2012). Ini merupakan kemajuan, meski peningkatan tersebut mestinya
bisa lebih besar lagi sesuai dengan target sebesar US$ 4,2 miliar. Sebagai
informasi, angka US$ 4 miliar tersebut pernah dicapai Thailand 10 tahun lalu.
Nilai ekspor tersebut didominasi oleh udang sebesar US$ 1,3 miliar (30
persen), sementara tuna diperkirakan menyumbang sebesar US$ 598 juta (16
persen).
Kontribusi
udang dan tuna dari tahun ke tahun memang relatif bertahan pada pangsa
seperti itu. Menurut pemerintah, ekspor ke Uni Eropa menurun 12,2 persen
dibanding pada 2011. Sedangkan ekspor ke AS dan Jepang mengalami pertumbuhan
yang melambat, yaitu pertumbuhan ekspor ke AS turun dari 23 persen pada
periode 2010-2011 menjadi 9,5 persen pada 2011-2012. Belum tercapainya target
ekspor tersebut bisa karena selama ini industri pengolahan ikan mengalami
krisis bahan baku. Bahkan ada unit yang produksinya hanya 40 persen dari
kapasitas terpasang. Begitu pula pada 2012 terdapat kasus penolakan
produk ekspor
perikanan oleh Amerika Serikat karena soal isu keamanan pangan sebanyak 49
kasus, di antaranya 31 kasus karena adanya bakteri salmonela. Sementara itu,
menurut data pemerintah, nilai impor Januari-Agustus 2012 turun 22,5 persen,
dibandingkan dengan Januari-Agustus 2012 yang turun 18,9 persen.
Ketiga,
industri garam mengalami kemajuan, yang ditunjukkan dengan terpenuhinya
kebutuhan garam konsumsi oleh suplai nasional. Produksi garam rakyat mencapai
2,02 juta ton, dan non-garam rakyat sebesar 453 ribu ton. Dengan demikian,
target produksi tahun 2012 sebesar 1,32 juta ton telah terlampaui. Hal ini
menjadi dasar tidak perlunya kita mengimpor lagi garam konsumsi. Ini
merupakan bagian dari keberhasilan program Pengembangan Usaha Garam Rakyat.
Keempat,
pengawasan perikanan pada 2012 menghadapi tantangan baru seiring keinginan
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang ingin mengurangi peran
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pengawasan perikanan. KKP akan
direduksi perannya terbatas pada aspek ekonomi semata. Sebenarnya KKP
menjalankan peran dalam pengawasan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor
31/2004 tentang Perikanan, yang direvisi menjadi UU No. 45/2009. Peran
pengawasan KKP ini sebenarnya berdimensi ekonomi karena berupaya
menyelamatkan potensi kerugian akibat praktek perikanan ilegal. Namun, bila
benar-benar dijalankan, rencana ini dapat berbahaya bagi upaya penanggulangan
perikanan ilegal.
Agenda
2013
Ada beberapa
langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja pada tahun 2013 nanti
pada aspek-aspek tersebut. Pertama, peningkatan kesejahteraan nelayan dan
pembudi-daya ikan dilakukan melalui program subsidi yang efektif dan adaptif.
Modernisasi perikanan melalui bantuan 1.000 kapal bisa lebih efektif dengan
meningkatkan daya adaptasi nelayan terhadap armada baru. Apa yang dilakukan
pemerintah dengan merevisi ukuran kapal diharapkan dapat mempermudah nelayan
untuk beradaptasi. Meski banyak hal harus dibenahi terkait dengan manajemen
proyek perencanaan maupun pengadaan kapal-kapal tersebut.
Mengendalikan
impor juga akan berdampak pada kesejahteraan. Yang diperlukan adalah kuatnya
pengawasan terhadap produk impor supaya tidak mengganggu pasar nelayan lokal.
Juga, memfasilitasi nelayan dengan sistem informasi yang adaptif dan efektif,
sehingga nelayan tahu kapan dan di mana harus menangkap ikan di era perubahan
iklim ini. Serta, bagi pembudi-daya ikan, perlu dikembangkan gerakan
kemandirian pakan karena ini merupakan komponen terbesar dalam produksi
budidaya. Kedua, peningkatan kualitas penanganan pasca-tangkap sangat penting
untuk mutu ikan. Juga kualitas air pelabuhan serta unit pengolahan ikan harus
ditingkatkan. Hal ini penting untuk meningkatkan kualitas ikan yang akan
diekspor, sehingga mengurangi jumlah kasus penolakan ikan, baik oleh Uni
Eropa maupun Amerika Serikat. Pada saat yang sama, diversifikasi pasar ekspor
ke Afrika, Timur Tengah, Cina, dan Rusia perlu diperkuat supaya tidak
bergantung pada pasar Jepang, Uni Eropa, dan Amerika serikat. Pada akhirnya,
target ekspor 2013 sebanyak US$ 5 miliar bisa tercapai.
Ketiga, meski
swasembada garam-konsumsi sudah tercapai, upaya ekstensifikasi dan
intensifikasi produksi garam harus dilakukan, sehingga perlu didesain peta
jalan bagaimana dan kapan swasembada garam-industri bisa tercapai juga.
Sekaligus menghapus ironi sebagai bangsa bahari yang importir garam.
Keempat, harus
diapresiasi pada 2012 pemerintah sudah melakukan registrasi atau verifikasi
ulang terhadap kapal-kapal ikan. Nah, pada 2013, data hasil registrasi ulang
ini sangat baik untuk melihat sejauh mana kapal-kapal ikan yang sudah
memiliki izin itu beroperasi sebagaimana mestinya. Ini menjadi bahan penting
bagi kegiatan pengawasan perikanan. Meski ada rencana untuk mengurangi peran KKP
dalam pengawasan, sebaiknya tetap bekerja seperti semula selama UU No.
45/2009 belum diamendemen.
Masih banyak hal yang harus
dilihat untuk mencatat sektor KP pada 2012. Namun empat aspek ekonomi di atas
dapat menjadi acuan minimal untuk melihat kemajuan sektor KP dan prospeknya
pada 2013. Semoga kemajuan ini terus menggelinding seperti bola salju,
sehingga sektor KP benar-benar memakmurkan dan mensejahterakan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar