Tahun Baru,
Harga BBM Baru (?)
James Luhulima ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
15 Desember 2012
Tampaknya pemerintah sulit
mempertahankan sikap untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak
bersubsidi pada tahun 2013. Sebab, jika pemerintah tetap berkeras untuk tidak
menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi, jumlah subsidi yang harus
ditanggung akan membengkak.
Pada
2013, subsidi energi yang dialokasikan mencapai Rp 274 triliun. Dalam
pelaksanaannya, diperkirakan subsidi itu akan meningkat hingga Rp 300
triliun, bahkan mungkin hingga Rp 400 triliun. Analis menyebutkan, sekitar 80
persen subsidi BBM dinikmati oleh golongan mampu, yang sesungguhnya tidak
berhak atas subsidi tersebut.
Kebijakan
subsidi BBM itu tidak hanya menguntungkan golongan mampu, tetapi juga membuat
orang menjadi lebih boros dalam pemakaian BBM. Disparitas harga yang jauh
juga mendorong terjadinya kebocoran, penyelewengan, penyelundupan, dan
kelangkaan ketersediaan BBM bersubsidi di beberapa daerah.
Data
yang ada menunjukkan bahwa akhir-akhir ini pertumbuhan kelas menengah
meningkat pesat. Hal itu ditunjukkan dengan angka penjualan mobil secara
nasional setiap tahun terus bertambah. Sampai akhir tahun 2012 diperkirakan
angka penjualan mobil secara nasional akan mencapai 1,1 juta unit, naik dari
tahun 2011 yang sekitar 800.000 unit.
Melihat
data tersebut, pertanyaannya kemudian, mengapa pemerintah masih merasa perlu
Saat
ini harga BBM bersubsidi Rp 4.500, sedangkan harga BBM yang tidak disubsidi
berkisar hampir dua kali lipat. Itu berarti, dapat dikatakan bahwa pada
setiap pembelian 1 liter BBM, pemerintah menanggung separuh dari harga BBM
bersubsidi tersebut.
Sebagai
contoh, jika seorang pemilik mobil membeli 40 liter Premium (BBM bersubsidi),
20 liter Premium itu ditanggung oleh pemerintah. Ini mengingat jika membeli
Pertamax (BBM nonsubsidi) dengan jumlah uang yang sama, ia hanya dapat
mengisi 20 liter. Dari hitungan kasar, setiap hari para pemilik mobil
mendapatkan dana subsidi hingga Rp 120.000.
Dengan
disubsidi menjadikan kuota BBM terus meningkat. Konsumsi BBM bersubsidi
selama Januari-Desember 2012 mencapai 48 juta kiloliter, kelebihan sekitar 2
juta kiloliter dari kuota. Akibatnya, subsidi BBM membengkak dari pagu Rp
137,4 triliun menjadi Rp 222,8 triliun.
Uang
sebesar itu, jika dialihkan, dapat digunakan untuk membangun 10.000 kilometer
jalan baru dan juga bisa membangun pelabuhan, bandar udara, atau angkutan
umum di Jakarta serta kota-kota besar lain.
Khusus
untuk angkutan umum, uang subsidi yang dialihkan itu, selain dapat digunakan
untuk pengadaan armada baru, juga dapat digunakan untuk memberikan subsidi
pada ongkosnya. Dengan demikian, ongkos angkutan umum menjadi murah sehingga
akan membuat pengendara sepeda motor akan tertarik menggunakan angkutan umum.
Selama ini sepeda motor adalah moda transportasi yang murah. Dengan uang Rp
10.000, seseorang dapat menggunakan sepeda motornya rata-rata selama empat
hari.
Sejak
April lalu pemerintah berupaya mengendalikan subsidi dengan mencoba membatasi
konsumsi BBM, antara lain kendaraan pemerintah dan BUMN di Pulau Jawa dan
Bali dilarang menggunakan BBM bersubsidi. Selintas kebijakan itu terdengar
bagus. Namun, sesungguhnya kebijakan itu hanya akan memperbesar beban
pemerintah karena pada akhirnya pemerintah juga yang harus membayar
pengeluaran ekstra yang diakibatkan oleh pembelian BBM nonsubsidi.
Sebelumnya,
ada keinginan untuk melarang mobil berkapasitas mesin di atas 1.500 cc
menggunakan BBM bersubsidi. Namun, keinginan itu tidak terwujud karena
pelaksanaannya dinilai sulit. Akhirnya, pemerintah hanya mengimbau pemilik
mobil berkapasitas mesin di atas 1.500 cc untuk membeli BBM nonsubsidi.
Namun,
imbauan itu tidak mendapatkan tanggapan yang memadai dari masyarakat. Agak
aneh memang jika orang mau mengeluarkan uang dua kali lipat lebih banyak
untuk sesuatu yang dapat diperolehnya dengan harga separuhnya.
Dan,
menggeneralisasi pemilik mobil dengan kapasitas mesin di bawah 1.500 cc
sebagai kalangan yang tidak mampu dan harus disubsidi juga kurang tepat.
Sebab, rentang harga mobil dengan kapasitas mesin di bawah 1.500 cc sangat
lebar, mulai dari Rp 75 juta yang terendah hingga Rp 460 juta yang tertinggi.
Menteri
Keuangan Agus DW Martowardojo, 12 Desember lalu, mengemukakan, hingga tahun
2012 berakhir, pemerintah dipastikan tidak akan menaikkan harga BBM
bersubsidi. Ia menambahkan, pemerintah akan mengelola penggunaan BBM
bersubsidi agar tidak melebihi kuota.
Dalam
kenyataannya, pemerintah tidak mampu mengelola penggunaan BBM bersubsidi. Itu
terlihat dari kuota yang terus-menerus terlampaui. Bahkan, di Jakarta dan
sekitarnya sempat terjadi kelangkaan BBM bersubsidi.
Pada
2013, pemerintah tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk
menaikkan harga BBM. Dengan demikian, lebih mudah bagi pemerintah untuk
menghapus, minimal mengurangi, jumlah subsidi BBM yang harus dikeluarkannya,
kemudian mengalihkan penggunaannya untuk hal-hal yang lebih produktif.
Tinggal kini pemerintah memikirkan berapa kenaikan harga BBM bersubsidi yang
sebaiknya ditetapkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar