Musuh-Musuh
KPK
Djoko Darmono ; Pengamat Birokrasi Pemerintahan
|
SUARA
KARYA, 04 Desember 2012
Perseteruan
Polri-KPK baru-baru ini memberikan pelajaran berharga. Para pemimpin negeri ini
menjadi sadar bahwa rakyat ternyata peka atas isu korupsi. Harapan besar pun
ditumpukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Walhasil, kepolisian
dan kejaksaan perlu berintrospeksi dan melakukan reformasi. Jati diri
kepolisian dan kejaksaan harus ditegakkan dengan cara bersih-bersih. Penghuni
yang senang melakukan perbuatan melanggar hukum dan merugikan uang negara
harus dibersihkan.
Paling
tidak ada dua upaya pelemahan KPK yang membuat rakyat marah. Pertama, DPR
bermaksud merevisi UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Kedua, tindakan
kepolisian mempertahankan ingin menangani sendiri kasus korupsi di lembaganya
yang secara UU seharusnya KPK lebih berwenang. Kegeraman rakyat ditunjukkan
lewat aksi turun ke jalan di berbagai kota, beberapa waktu lalu. Bahkan tokoh
akademisi, pemuka agama, aktivis LSM, budayawan, dan artis mendatangi kantor
KPK, memberikan dukungan moral.
Aksi
rakyat yang telah berjalan sekitar dua bulan dan makin meluas, membuat
Presiden SBY menyampaikan sikapnya lewat pidato resmi (8/10) untuk
menyelesaikan masalah. Namun, ada isi pidato yang tidak melegakan rakyat.
Salah satu contoh, KPK hanya boleh melakukan pemeriksaan kasus simulator,
sedangkan pengadaan barang dan jasa lainnya di lingkungan Polri ditangani
oleh Polri sendiri. Padahal, di kepolisian masih ada proyek-proyek besar yang
disorot oleh masyarakat.
Sikap
DPR terhadap KPK pun berbalik arah. Angan-angan untuk merevisi UU No 30 Tahun
2002 tentang KPK dapat dipastikan pupus, apalagi jika tujuannya untuk
melemahkan KPK. Soalnya, jika nekat, berarti berseberangan dengan Presiden,
dan yang pasti akan berhadapan dengan rakyat. DPR harus belajar dari kasus
Polri-KPK. Polisi sebagai pengayom masyarakat terjebak dalam pemikiran
sempit, membela salah satu pimpinannya yang diperiksa KPK. Membela korps
sah-sah saja, tetapi bagaimana kalau anggota yang hendak dibela bukan pihak
yang membuat harum nama kepolisian?
Upaya
penggerebekan di kantor KPK, 5 Oktober, untuk menangkap salah satu
penyidiknya yang dituduh terlibat kasus penembakan pencuri tahun 2004 ketika
bertugas di Polda Bengkulu, sangat disayangkan. Tindakan di luar batas
kepatutan itu akhirnya dilawan masyarakat. Mereka, termasuk tokoh-tokoh
terkenal, secara spontan mendatangi gedung KPK, berjajar menjadi tameng
melindungi aparat KPK. Peristiwa itu mencoreng nama baik kepolisian.
Untunglah, seorang perwira tinggi polisi bidang kehumasan berkata bijak di
televisi, 9 Oktober, menyesali tindakan kepolisian dalam penggerebekan waktu
itu.
Rakyat
cinta KPK sehingga kelambanan KPK dalam menangani kasus korupsi bisa
dimaklumi. Sebab, KPK bekerja dalam keterbatasan. Para pembuat keputusan di
negeri ini tidak mendukung penuh KPK, padahal korupsi telah merusak berbagai
sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sangatlah wajar jika KPK diberi
gedung yang memadai, penyidik yang cukup dan andal. Dengan begitu,
kasus-kasus korupsi yang terus bermunculan dapat diselesaikan dengan cepat,
termasuk kasus lama, antara lain Century, rekening gendut, Hambalang, mafia
pajak, dan wisma atlet.
Musuh-musuh KPK ternyata
sangat banyak. Koruptor menyeruak dari Sabang sampai Merauke. Mereka berada
di pemerintahan termasuk BUMN, DPR, dan juga di dalam lingkar penegak hukum.
Anggota kabinet pun tidak dijamin semuanya steril dari KKN. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar