Awas, Militer
Ambil Alih Kekuasaan di Mesir
Smith Alhadar ; Penasihat pada The Indonesian Society for Middle
East Studies
|
MEDIA
INDONESIA, 04 Desember 2012
KENDATI revolusi Mesir
telah berhasil menumbangkan Presiden Mesir Hosni Mubarak hampir dua tahun
lalu, tepatnya 11 Februari 2011, dan baik pemilu legislatif maupun eksekutif
yang demokratis telah dilangsungkan, stabilitas politik dan keterpurukan
ekonomi belum bisa diatasi pemerintahan baru yang didominasi Ikhwanul
Muslimin (IM) dan kelompok salafi . Malah kini Mesir memasuki krisis politik
yang serius. Pemicunya ialah keluarnya dekrit Presiden Muhammad Mursi dari IM
pada 22 November atau sehari setelah Mursi berhasil menciptakan gencatan
senjata antara Hamas dan Israel yang dipuji komunitas internasional.
Ada beberapa hal
krusial di dalam dekrit Mursi, yang memberinya kewenangan luar biasa, yakni
semua keputusan Mursi bersifat final dan tak dapat diganggu gugat oleh
lembaga mana pun. Kewenangan itu, antara lain, mencopot Jaksa Agung Abdel
Meguid Mahmoud dan menggantinya dengan Talaat Ibrahim; Mahkamah Konstitusi
tidak berhak membubarkan dewan konstituante, lembaga MPR, dan juga tidak
berhak meninjau kembali atau menggugat keputusan presiden sejak Mursi
memangku jabatan pada 30 Juni 2012 hingga keluar konstitusi baru.
Dekrit itu juga
menyatakan memperpanjang masa kerja dewan konstituante yang bertugas menyusun
konstitusi baru selama dua bulan--seharusnya masa tugas dewan konstitusi itu
berakhir pertengahan Desember nanti; memerintahkan penyidikan dan pengadilan
ulang para pejabat era rezim mantan Presiden Hosni Mubarak yang diduga
terlibat pembunuhan aktivis revolusi. Para pengkritik, yang berasal dari
partai-partai nasionalis-sekuler, menganggapnya sebagai cara mengulangi rezim
otoriter Mubarak.
Sebenarnya dekrit itu
memenuhi aspirasi revolusi Mesir. Toh, sebagaimana tuntutan seluruh warga
Mesir, termasuk partai-partai nasionalissekuler, dekrit itu menuntut
pengadilan ulang terhadap Mubarak dan kroninya, serta pemberlakuan
undang-undang pengucilan politik. UU tersebut khusus untuk menggusur loyalis
Mubarak dari pemilu. Mereka juga menuntut Abdel Meguid Mahmoud dipecat karena
dianggap sengaja menyembunyikan bukti y yang memberatkan Mubarak d dan
tersangka lain. Sejumlah tokoh dan publik Mesir menganggap vonis terhadap
Mubarak serta pembebasan kedua putranya dan enam pejabat tinggi kementerian
dalam negeri memperlihatkan rezim Mubarak masih berkuasa di Mesir. Mereka
menuntut Mubarak dihukum mati dan dua putranya serta enam pejabat kementerian
dalam negeri dihukum berat.
Dengan adanya dekrit
itu, yang hanya berlaku sementara, memungkinkan dewan konstituante bekerja
dengan tenang sehingga menghasilkan UUD baru yang akan menjadi pijakan negara
Mesir untuk melangkah ke depan. Tanpa UUD baru pemerintah tak bisa bekerja
sesuai dengan aspirasi revolusi yang ingin dicapai. Namun, tetap saja
kebijakan baru itu mengundang kritik banyak kalangan. Mengapa? Mustapha Kamal
Al-Sayyid, profesor ilmu politik di Universitas Kairo, mengatakan, “Kebijakan-kebijakan ini akan menabur
perpecahan dalam politik Mesir dan akan jauh dari upaya menciptakan iklim
yang kondusif bagi pemulihan ekonomi.“ Politikus senior Mohamed El-Baradei
juga gusar dengan dekrit itu. Menurut politikus beraliran liberal itu, Mursi
telah merampas semua kekuatan negara dan menunjuk diri sebagai firaun baru
Mesir.
Krisis politik pun
bereskalasi ke tingkat yang membahayakan Mesir ketika dewan konstituante,
pada 1 Desember, menyelesaikan konstitusi baru yang berbau agamais. Menurut
rencana, pada 15 Desember nanti, akan dilakukan referendum. Karena pendukung
IM dan kaum salafi cukup besar, diduga referendum akan disetujui mayoritas
rakyat. Dengan demikian, pemerintah baru Mesir akan menerapkan syariah Islam.
Maka, kaum nasionalis-sekuler pun meningkatkan tekanan kepada Mursi dengan
mengerahkan lebih banyak massa ke Alun-Alun Tahrir untuk mem protes konstitusi.
IM pun bereaksi dengan menge rahkan lebih banyak pendukungnya. Untuk menghin
dari bentrokan dengan kaum nasionalis-sekuler di AlunAlun Tahrir, pendukung
IM dan kaum salafi berkumpul di tempat lain.
Sebenarnya, dalam
pertemuan Mursi dengan Dewan Tinggi Peradilan Mesir pada 26 November telah
tercapai kompromi soal dekrit presiden. Keduanya antara lain sepakat butir
pertama dekrit presiden hanya bisa dilakukan kalau ada bukti baru. Mereka
juga sepakat, keputusan Mursi yang tidak bisa diganggu gugat hanya yang
menyangkut isu strategis dan keamanan nasional. Namun, butir yang menegaskan
Mahkamah Konstitusi tidak bisa membubarkan dewan konstituante dan MPR tetap
tidak berubah.
Kendati demikian,
solusi krisis politik masih belum sepenuhnya terang karena kubu oposisi masih
menolak berdialog dengan Mursi meskipun Mursi pun telah bersedia mengubah pasalpasal
kontroversial dalam konstitusi baru yang didikte IM dan kubu salafi. Namun,
sikap kompromi itu Mursi dinilai belum cukup. Maka, kabarnya, kubu oposisi
sedang mempersiapkan eskalasi protes dengan melancarkan pembangkangan sipil
secara nasional. Mereka juga merencanakan penggulingan Mursi secara damai
jika tetap berkeras tak mau mencabut dekritnya dan tetap akan melaksana kan
referendum terhadap konstitusi baru. Dengan demikian, kalau hal itu
benar-benar terjadi, Mesir bisa terjerumus dalam anarki dan masa depan
revolusi menjadi gelap.
Sekarang saja ekonomi
Mesir semakin terpuruk. Arus masuk investasi asing ke Mesir setelah revolusi
mencapai titik nol. Devisa dari sektor pariwisata anjlok hingga 80% dan Mesir
merugi US$40 juta per hari akibat terhentinya wisata. Tingkat kemiskinan di
Mesir naik tajam hingga 70%. Utang luar negeri dan domestik mencapai 1.080
miliar pound Mesir (sekitar US$180 miliar) atau 90% dari pendapatan domestik
Mesir.
Pemasukan negara juga
susut akibat produksi terhenti, baik akibat revolusi maupun unjuk rasa buruh
menuntut kenaikan upah. Pada Mei 2011, sektor industri Mesir merugi sekitar
10 miliar-20 miliar pound Mesir (US$1,5 miliar-US$3,2 miliar). Cadangan
devisa melorot dari US$36 miliar pada Desember 2010 menjadi US$16 miliar pada
April 2012. Pemerintah mengklaim rugi US$1 miliar per bulan sejak 25 Januari
tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi anjlok hanya 2,5% pada 2011 dan hanya naik
hingga 4% pada 2012.
Maka demi keselamatan
Mesir, kubu oposisi harus bersedia berdialog dengan pihak Mursi. Toh, Mursi
telah menyatakan bersedia mengubah pasal-pasal kontroversial pada konstitusi
yang menjadi keprihatinan kubu oposisi. Kalau hal itu tidak dilakukan, dan
krisis berlarut-larut yang akan membuat ekonomi Mesir semakin terpuruk, bukan
tidak mungkin militer akan mengambil alih kekuasaan untuk menyelamatkan
bangsa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar