Rabu, 05 Desember 2012

Awas, Militer Ambil Alih Kekuasaan di Mesir


Awas, Militer Ambil Alih Kekuasaan di Mesir
Smith Alhadar ;  Penasihat pada The Indonesian Society for Middle East Studies
MEDIA INDONESIA, 04 Desember 2012


KENDATI revolusi Mesir telah berhasil menumbangkan Presiden Mesir Hosni Mubarak hampir dua tahun lalu, tepatnya 11 Februari 2011, dan baik pemilu legislatif maupun eksekutif yang demokratis telah dilangsungkan, stabilitas politik dan keterpurukan ekonomi belum bisa diatasi pemerintahan baru yang didominasi Ikhwanul Muslimin (IM) dan kelompok salafi . Malah kini Mesir memasuki krisis politik yang serius. Pemicunya ialah keluarnya dekrit Presiden Muhammad Mursi dari IM pada 22 November atau sehari setelah Mursi berhasil menciptakan gencatan senjata antara Hamas dan Israel yang dipuji komunitas internasional.
Ada beberapa hal krusial di dalam dekrit Mursi, yang memberinya kewenangan luar biasa, yakni semua keputusan Mursi bersifat final dan tak dapat diganggu gugat oleh lembaga mana pun. Kewenangan itu, antara lain, mencopot Jaksa Agung Abdel Meguid Mahmoud dan menggantinya dengan Talaat Ibrahim; Mahkamah Konstitusi tidak berhak membubarkan dewan konstituante, lembaga MPR, dan juga tidak berhak meninjau kembali atau menggugat keputusan presiden sejak Mursi memangku jabatan pada 30 Juni 2012 hingga keluar konstitusi baru.
Dekrit itu juga menyatakan memperpanjang masa kerja dewan konstituante yang bertugas menyusun konstitusi baru selama dua bulan--seharusnya masa tugas dewan konstitusi itu berakhir pertengahan Desember nanti; memerintahkan penyidikan dan pengadilan ulang para pejabat era rezim mantan Presiden Hosni Mubarak yang diduga terlibat pembunuhan aktivis revolusi. Para pengkritik, yang berasal dari partai-partai nasionalis-sekuler, menganggapnya sebagai cara mengulangi rezim otoriter Mubarak.
Sebenarnya dekrit itu memenuhi aspirasi revolusi Mesir. Toh, sebagaimana tuntutan seluruh warga Mesir, termasuk partai-partai nasionalissekuler, dekrit itu menuntut pengadilan ulang terhadap Mubarak dan kroninya, serta pemberlakuan undang-undang pengucilan politik. UU tersebut khusus untuk menggusur loyalis Mubarak dari pemilu. Mereka juga menuntut Abdel Meguid Mahmoud dipecat karena dianggap sengaja menyembunyikan bukti y yang memberatkan Mubarak d dan tersangka lain. Sejumlah tokoh dan publik Mesir menganggap vonis terhadap Mubarak serta pembebasan kedua putranya dan enam pejabat tinggi kementerian dalam negeri memperlihatkan rezim Mubarak masih berkuasa di Mesir. Mereka menuntut Mubarak dihukum mati dan dua putranya serta enam pejabat kementerian dalam negeri dihukum berat.
Dengan adanya dekrit itu, yang hanya berlaku sementara, memungkinkan dewan konstituante bekerja dengan tenang sehingga menghasilkan UUD baru yang akan menjadi pijakan negara Mesir untuk melangkah ke depan. Tanpa UUD baru pemerintah tak bisa bekerja sesuai dengan aspirasi revolusi yang ingin dicapai. Namun, tetap saja kebijakan baru itu mengundang kritik banyak kalangan. Mengapa? Mustapha Kamal Al-Sayyid, profesor ilmu politik di Universitas Kairo, mengatakan, “Kebijakan-kebijakan ini akan menabur perpecahan dalam politik Mesir dan akan jauh dari upaya menciptakan iklim yang kondusif bagi pemulihan ekonomi.“ Politikus senior Mohamed El-Baradei juga gusar dengan dekrit itu. Menurut politikus beraliran liberal itu, Mursi telah merampas semua kekuatan negara dan menunjuk diri sebagai firaun baru Mesir.
Krisis politik pun bereskalasi ke tingkat yang membahayakan Mesir ketika dewan konstituante, pada 1 Desember, menyelesaikan konstitusi baru yang berbau agamais. Menurut rencana, pada 15 Desember nanti, akan dilakukan referendum. Karena pendukung IM dan kaum salafi cukup besar, diduga referendum akan disetujui mayoritas rakyat. Dengan demikian, pemerintah baru Mesir akan menerapkan syariah Islam. Maka, kaum nasionalis-sekuler pun meningkatkan tekanan kepada Mursi dengan mengerahkan lebih banyak massa ke Alun-Alun Tahrir untuk mem protes konstitusi. IM pun bereaksi dengan menge rahkan lebih banyak pendukungnya. Untuk menghin dari bentrokan dengan kaum nasionalis-sekuler di AlunAlun Tahrir, pendukung IM dan kaum salafi berkumpul di tempat lain.
Sebenarnya, dalam pertemuan Mursi dengan Dewan Tinggi Peradilan Mesir pada 26 November telah tercapai kompromi soal dekrit presiden. Keduanya antara lain sepakat butir pertama dekrit presiden hanya bisa dilakukan kalau ada bukti baru. Mereka juga sepakat, keputusan Mursi yang tidak bisa diganggu gugat hanya yang menyangkut isu strategis dan keamanan nasional. Namun, butir yang menegaskan Mahkamah Konstitusi tidak bisa membubarkan dewan konstituante dan MPR tetap tidak berubah.
Kendati demikian, solusi krisis politik masih belum sepenuhnya terang karena kubu oposisi masih menolak berdialog dengan Mursi meskipun Mursi pun telah bersedia mengubah pasalpasal kontroversial dalam konstitusi baru yang didikte IM dan kubu salafi. Namun, sikap kompromi itu Mursi dinilai belum cukup. Maka, kabarnya, kubu oposisi sedang mempersiapkan eskalasi protes dengan melancarkan pembangkangan sipil secara nasional. Mereka juga merencanakan penggulingan Mursi secara damai jika tetap berkeras tak mau mencabut dekritnya dan tetap akan melaksana kan referendum terhadap konstitusi baru. Dengan demikian, kalau hal itu benar-benar terjadi, Mesir bisa terjerumus dalam anarki dan masa depan revolusi menjadi gelap.
Sekarang saja ekonomi Mesir semakin terpuruk. Arus masuk investasi asing ke Mesir setelah revolusi mencapai titik nol. Devisa dari sektor pariwisata anjlok hingga 80% dan Mesir merugi US$40 juta per hari akibat terhentinya wisata. Tingkat kemiskinan di Mesir naik tajam hingga 70%. Utang luar negeri dan domestik mencapai 1.080 miliar pound Mesir (sekitar US$180 miliar) atau 90% dari pendapatan domestik Mesir.
Pemasukan negara juga susut akibat produksi terhenti, baik akibat revolusi maupun unjuk rasa buruh menuntut kenaikan upah. Pada Mei 2011, sektor industri Mesir merugi sekitar 10 miliar-20 miliar pound Mesir (US$1,5 miliar-US$3,2 miliar). Cadangan devisa melorot dari US$36 miliar pada Desember 2010 menjadi US$16 miliar pada April 2012. Pemerintah mengklaim rugi US$1 miliar per bulan sejak 25 Januari tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi anjlok hanya 2,5% pada 2011 dan hanya naik hingga 4% pada 2012.
Maka demi keselamatan Mesir, kubu oposisi harus bersedia berdialog dengan pihak Mursi. Toh, Mursi telah menyatakan bersedia mengubah pasal-pasal kontroversial pada konstitusi yang menjadi keprihatinan kubu oposisi. Kalau hal itu tidak dilakukan, dan krisis berlarut-larut yang akan membuat ekonomi Mesir semakin terpuruk, bukan tidak mungkin militer akan mengambil alih kekuasaan untuk menyelamatkan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar