Sabtu, 15 Desember 2012

Menggugat Jadi Diri Baru Koperasi


Menggugat Jadi Diri Baru Koperasi
Adenk Sudarwanto ;  Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Semarang
SUARA MERDEKA, 15 Desember 2012


"UU baru tentang koperasi menyulitkan membangun kebersamaan yang mendasarkan pada asas kekeluargaan"

PARLEMEN telah mengesahkan RUU tentang Koperasi menjadi UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian pada 18 Oktober lalu, menggantikan UU Nomor 25 Tahun 1992. Perubahan signifikan regulasi baru itu kental dengan konsep ekonomi kapitalis neolib.

Napas kegotongroyongan, kebersamaan, dan kesetia­kawanan, serta kedudukan anggota yang merangkap pemilik sekaligus pengguna koperasi, bergeser ke napas kapitalisme.

Peraturan terkait komponen modal koperasi berupa simpanan pokok dan simpanan wajib, berganti menjadi iuran masuk dan modal saham. Regulasi lama mengamanatkan anggota  sebagai pemilik sekaligus pengguna, sedangkan regulasi baru memosisikan hanya sebagai pengguna.

Hal itu memengaruhi rasa memiliki dan tanggung jawab anggota terhadap kegiatan badan usaha tersebut. Mereka dapat bersikap acuh tak acuh dan tidak peduli terhadap koperasi. Mereka pasti beralasan sudah ada pengurus atau pengelola yang menjalankan aktivitas bisnis.

Seandainya ada permasalahan menyangkut keberlangsungan koperasi, semisal terkait dampak persaingan tajam, para pihak menemui kesulitan mengurai mengingat asas kekeluargaan telah berganti  individualistis. Terkait dengan keanggotaan misalnya, UU baru menyebutkan, ''Yang dapat diangkat menjadi pengurus adalah perseorangan, baik anggota maupun bukan anggota''.

Transkrip itu menjelaskan bahwa ada kemungkinan orang luar (nonanggota) menjadi pengurus. Realitas tersebut akan menyulitkan membangun rasa kebersamaan yang mendasarkan pada asas kekeluargaan. Bahkan, bisa  membuat koperasi sulit berkembang.

Pengurus yang berasal dari nonanggota kemungkinan tidak memiliki kemampuan yang bisa diandalkan. Mereka juga belum tentu memahami kultur koperasi, seperti pengedepanan nilai-nilai kebersamaan dan asas kekeluargaan. Terlebih regulasi yang baru itu telah mengubah tugas dan wewenang pengawas.

Tugas baru pengawas meliputi mengusulkan calon pengurus, memberi nasihat, mengawasi pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan, dan melaporkan hasil peng­awasan dalam rapat anggota. Adapun wewenangannya menyangkut penetapan/ penolakaan/ pemberhentian anggota, meminta keterangan  pengurus, dan mendapat laporan berkala perkembangan usaha.

Perubahan lain terkait UU baru, menyangkut modal awal yang tak lagi berupa simpanan pokok dan simpanan wajib tapi dari iuran masuk dan saham anggota. Mendasarkan pada regulasi lama, simpanan pokok adalah penyerahan uang dari calon anggota sebagai simpanan dan bisa diambil jika ia keluar dari keanggotaan. Konsep ini menganut teori identitas ganda (dual identity)

Adapun iuran masuk merupakan sejumlah uang yang diserahkan kepada koperasi dan tidak dapat dikembalikan kendati seseorang sudah tidak lagi menjadi anggota koperasi. Hal ini menganut teori tentang perusahaan koperasi (cooperative enterprise).

Mengenai saham sebagai modal, jika seseorang tak lagi menjadi anggota, ia harus menjual saham ke anggota lain, berdasarkan harga yang ditentukan rapat anggota. Bila ia meninggal dunia, saham dapat dipindah­tangankan ke ahli waris. Modal saham dimaksudkan untuk mempertegas bukti ''kepemilikan'' koperasi sehingga terikat pada sistem suara, dengan satu anggota memiliki satu suara.

Dengan kata lain, saham dalam permodalan koperasi menurut UU yang baru, bertujuan menguatkan jati diri koperasi?  Komponen permodalan koperasi dapat juga berupa penyertaan, hibah, atau dana dari sumber lain yang tidak bertentangan dengan AD/ ART dan regulasi lainnya.

Saat ini yang masih menjadi pro dan kontra adalah seputar persoalan iuran masuk, 
modal saham, serta nilai dan jual/ beli saham. Pasalnya pembaruan terkait dengan permodalan itu masih dianggap tidak lazim bagi ko­perasi, yang punya implikasi berbeda dari konsep modal berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 1992.

Asas Kekeluargaan

Pemberlakuan atas UU yang baru menyangkut pendirian koperasi, mensyaratkan harus mengajukan akte autentik ke kantor Kementerain Koperasi. Ini berarti semua koperasi yang sudah  memiliki  izin pendirian dari pemkab/ pemkot atau Pemprov Jateng, harus menyesuaikan dengan ketentuan yang baru.

Regulasi yang baru itu mendalihkan pada alasan untuk memperkuat dan menyetarakan status badan hukum koperasi. Dampak atas penyesuaian tersebut mengingat saat ini banyak koperasi, terutama koperasi simpang pinjam (KSP), yang cenderung menjalankan praktik rentenir. Dengan regulasi baru, mereka pasti berguguran.

Sebagaimana kita ketahui, koperasi simpan pinjam saat sekarang banyak mendapat sorotan mengingat praktik usaha mereka mirip atau sama dengan bank, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali ke masyarakat.
Seharusnya perlu lembaga khusus untuk mengawasi kegiatan koperasi simpan pinjam. Pelembagaan ini sekaligus untuk menjaga supaya tidak terjadi penipuan oleh koperasi dengan modus iming-iming investasi yang menggiurkan, money game.

Bila pengundangan regulasi baru mengenai perko­perasian memang benar-benar bertujuan lebih memperkuat koperasi, pemerintah perlu secara intensif menyosialisasikan substansi regulasi baru tersebut. Upaya itu untuk menyamakan persepsi mengenai ko­perasi era baru. Penulis berharap ke depan koperasi masih menganut napas dan saripati UU Nomor 25 Tahun 1992, tapi secara adaptif menyesuaikan dengan regulasi baru. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar