Laporan Akhir
Tahun Bidang Metropolitan
Gairah Sektor
Jasa
|
KOMPAS,
19 Desember 2012
Geliat bisnis meetings, incentives, conventions, and exhibitions
(MICE) di Jakarta begitu menjanjikan. Sepanjang tahun acara itu tidak pernah
sepi hingga mendatangkan rente triliunan rupiah.
Di
sektor hiburan, misalnya, artis dunia bergiliran tampil menghibur warga
Jakarta, seperti yang dilakukan grup musik Guns N’ Roses pekan lalu di Ancol,
Jakarta.
Sektor
jasa, seperti hiburan, menjadi pilar utama perekonomian Jakarta. Sejak tahun
2007, pendapatan pajak dari hiburan nilainya terus meningkat. Bahkan, pada
2011 pendapatan pajak dari hiburan mencapai Rp 1,03 triliun. Angka ini
merupakan pencapaian tertinggi dari pajak hiburan yang pernah masuk ke DKI
Jakarta.
Berdasarkan
data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta 2012, peranan sektor keuangan,
jasa perusahaan, perdagangan, hotel, restoran, real estat, dan industri
terhadap struktur perekonomian Jakarta mencapai 64 persen.
Situs
resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada 3 Desember lalu
memberitakan, pergerakan sektor MICE mendorong peningkatan jumlah wisatawan
yang berkunjung ke Indonesia, terutama Jakarta. Dibandingkan Oktober 2011,
wisatawan yang tiba di Bandara Soekarno- Hatta pada Oktober 2012 naik 5,61
persen (9.826 orang), yang antara lain karena ingin melihat konser artis
dunia di Jakarta.
Direktur
Eksekutif Biro Pameran dan Konvensi Jakarta Indra Sukirno mengatakan, 60
persen wisatawan asing yang datang ke Jakarta berasal dari kegiatan MICE.
Sepanjang tahun 2010, uang yang diperoleh dari sektor MICE mencapai Rp 1,064
triliun. Tahun 2011, pendapatan dari sektor ini naik menjadi Rp 1,366 triliun
meskipun pada tahun ini diperkirakan turun sedikit menjadi Rp 1,043 triliun.
Pesatnya
perkembangan bisnis MICE di Jakarta karena permintaan pasar yang besar. Fakta
itu diakui oleh Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta Arie Budhiman. Pemerintah
Provinsi DKI sampai kewalahan menangkap potensi sektor ini. Beberapa tempat
konvensi tidak mampu melayani permintaan pasar.
Selama
ini konvensi ataupun pameran berskala besar mengandalkan tempat seperti
Jakarta Convention Center, Pekan Raya Jakarta Kemayoran, Mata Elang
International Stadium Ancol, Jakarta International Event and Convention
Center Mangga Dua, Small and Medium Enterprises and Cooperatives, ataupun
Balai Kartini. Pilihan penggunaan tempat-tempat di atas tentu melalui
pertimbangan aksesibilitas, kapasitas, dan sarana pendukung lain.
Tahun
2011, di Jakarta kebanjiran perhelatan berskala internasional. Ketika itu
Indonesia memainkan peranan sebagai Ketua Negara-negara ASEAN. Sepanjang
tahun terdapat sekitar 1.400 pertemuan internasional di Jakarta. Aktivitas
itu mendorong tumbuhnya tingkat hunian hotel, hiburan, belanja, dan sektor
jasa lainnya.
Direktur
Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Budi Karya Sumadi yakin, Jakarta menjanjikan
bagi usaha sektor jasa. Bisnis MICE adalah pasar potensial yang bisa digarap
serius.
Ancol
saat ini melengkapi sarana pendukung bisnis MICE, seperti hotel dan Mata
Elang International Stadium berkapasitas 20.000 orang. Gedung ini menjadi
salah satu pilihan pergelaran hiburan internasional sepanjang tahun.
Budi
Karya berharap, pengembangan bisnis MICE bersinergi dengan program Pemprov
DKI. ”Potensinya sudah ada, tinggal merajut asmara saja,” ujarnya.
Pengamat
ekonomi Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengatakan, sudah saatnya
Jakarta menjawab tantangan
Namun,
sebagai ibu kota negara, Jakarta harus menjadi model bagi kota lain di
Indonesia. Pengembangan bisnis jasa di Ibu Kota harus memperhatikan asas
keadilan. ”Jakarta tidak boleh tamak sebab Jakarta harus menjadi kota bagi
negara Republik Indonesia,” kata Faisal.
Apabila
ingin mengembangkan bisnis MICE, Jakarta
Tantangan
lain adalah keberpihakan pemerintah membangun sektor perdagangan. Bisnis MICE
tidak dapat dipisahkan dari aktivitas belanja sebelum, pada saat, dan sesudah
acara. Sayangnya sektor ini nyaris dibiarkan tumbuh sendiri.
”Kota
ini sudah diuntungkan oleh warganya yang dengan sendirinya telah bekerja,
mulai dari usaha kaki lima hingga ritel modern seluruhnya bergerak,” kata
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Tutum Rahanta.
Berdasarkan
data dari BPS DKI Jakarta per Agustus 2012, dari 5,3 juta jiwa angkatan
kerja, 62,75 persen di antaranya terserap di sektor perdagangan, hotel,
restoran, jasa kemasyarakatan dan sosial. Bahkan, 24,41 persen angkatan kerja
yang terserap di sektor perdagangan, menjalankan usahanya sendiri.
Ketua
Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia Jakarta Khrisnadi mengatakan, potensi
sektor MICE bukan hanya pada saat acara digelar. Idealnya acara konvensi atau
pameran internasional digelar di tempat yang menyediakan sarana hotel,
hiburan, olahraga, pusat perbelanjaan, ataupun sarana penyalur hobi.
”Pekerjaan rumah bagi
Jakarta saat ini adalah mengintegrasikan pembangunan sarana bisnis MICE
dengan sarana pendukung lain,” katanya.
Potensi
bisnis ini terlihat besar, tetapi belum padu dari hulu sampai hilir. (Madina Nusrat/Windoro Adi/Andy Riza Hidayat) ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar