Minggu, 09 Desember 2012

Fenomena Gunung Es pada Krisis Mesir


Fenomena Gunung Es pada Krisis Mesir
Hasibullah Satrawi ;   Pengamat Politik Timur Tengah dan Dunia Islam, 
Alumni Al-Azhar, Kairo, Mesir 
SINDO, 08 Desember 2012


Hingga hari ini belum ada tanda-tanda krisis Mesir mutakhir akan segera berakhir,walaupun sejumlah upaya telah dilakukan. Alih-alih, kelompok pro dan anti Presiden Muhammad Mursi justru semakin larut dalam adu kekuatan untuk saling mengalahkan seperti aksi pengerahan massa secara besarbesaran yang kembali mewarnai Mesir dalam beberapa hari terakhir. 
Sebagaimana dimaklumi, dekrit yang dikeluarkan Presiden Muhammad Mursi beberapa waktu lalu (23/11) tak ubahnya undangan terbuka bagi masyarakat Mesir untuk kembali ke alun-alun terdekat guna menyampaikan aspirasi mereka. Baik aspirasi dalam bentuk mendukung dekrit presiden (seperti dilakukan oleh kelompok Ikhwanul Muslimin dan Salafi) ataupun untuk menolaknya (seperti dilakukan oleh kelompok oposisi dari kalangan nasionalis dan kelompok liberal). 

Dalam perkembangan terkini dilaporkan, melalui pelbagai macam cara kelompok pro Mursi mendesak agar pengesahan rancangan konstitusi baru melalui referendum berjalan lancar.Bahkan hal ini dilakukan dengan mengepung kantor Mahkamah Konstitusi (MK) yang diduga akan menganulir dekrit beserta keputusan Mursi berdasarkan dekrit tersebut. Hal yang kurang lebih sama juga dilakukan kelompok kontra-Mursi untuk mendesak Mursi agar mencabut dekrit dan tidak mengesahkan rancangan konstitusi baru yang oleh kalangan oposisi dianggap sebagai “konstitusi Ikhwanul Muslimin”. 

Peta Kekuatan 

Pada tahap tertentu, krisis politik kali ini bisa dikatakan “lebih seru” (kalau boleh dikatakan demikian) dibanding revolusi yang berhasil menumbangkan Husni Mubarak pada 2011. Dikatakan demikian karena secara kekuatan, peta konflik kali ini jauh lebih kompleks dibanding peta konflik (revolusi) 2011 yang hanya menampilkan dua kekuatan utama; loyalis Mubarak versus kelompok revolusi. 

Secara lembaga kenegaraan, contohnya, krisis kali ini memosisikan lembaga kepresidenan (eksekutif) dan lembaga kehakiman (yudikatif) secara berhadaphadapan, termasuk Mahkamah Konstitusi. Tak kalah menarik adalah peta konflik dari pihak keamanan (baik polisi maupun militer) yang juga terbagi dua; antara yang pro-rezim dan kontrarezim. 

Harus diakui bersama, selama menjabat sebagai orang nomor satu di Mesir, Mursi sejauh ini bisa dikatakan berhasil mendapatkan loyalitas dari sebagian pihak keamanan.Hal ini bisa dilihat dari lancarnya pergantian yang dilakukan Mursi terhadap sejumlah posisi penting dan strategis di kalangan keamanan, termasuk jabatan panglima militer. Di sisi lain,masih ada sejumlah pihak di internal keamanan yang tetap loyal terhadap rezim Mubarak dan kroni-kroninya. 

Hal ini terlihat jelas dari sikap reaktif Mursi beberapa waktu ketika didesak untuk mengusut dan memeriksa mantan panglima militer mesir,Muhammad Husaein Thanthawi,yang mengambil alih kekuasaan Mesir setelah Mubarak lengser. Dilihat dari usia kekuasaan, dukungan terbelah dari pihak keamanan terhadap Mursi tentu sangat bisa dipahami. Mengingat kekuasaan Mursi sebagai presiden Mesir masih seumur jagung, apalagi bila dibandingkan dengan umur kekuasaan Mubarak. 

Peta Ideologi 

Secara ekstrem,krisis politik Mesir kali ini bisa disebut sebagai pertarungan hidup- mati antara dua ideologi besar yang sama-sama kuat di sana, yaitu ideologi islamis dan ideologi nasionalis. Ideologi islamis diwakili oleh kelompok Ikhwan dan Salafi.Sementara ideologi nasionalis diwakili oleh kelompok- kelompok nasionalis dan liberal. Namun, bukan berarti dua kelompok di atas solid secara internal. 

Bila dibedah lebih lanjut,kedua kelompok di atas mempunyai potensi pecah lantaran perbedaan-perbedaan tertentu di internal mereka. Kelompok Ikhwan dan Salafi, contohnya, mempunyai potensi perpecahan yang sangat kuat menyangkut isu-isu yang bersifat lebih teknis. Karena kelompok Salafi jauh lebih bercorak puritanistik dibanding Ikhwan.

Di saat kelompok Salafi kerap diberitakan terlibat bentrok dengan kelompok Kristen Koptik, kelompok Ikhwan justru melindungi Kristen Koptik seperti pada momen Natal tahun kemarin. Hal yang kurang lebih sama juga terjadi di kalangan kelompok nasionalis yang saat ini bersatu melawan kelompok islamis. Kekuatan-kekuatan yang bergabung di dalam kelompok ini juga mempunyai potensi perpecahan yang sangat kuat menyangkut isu-isu yang lebih teknis, seperti antara kelompok liberal dengan kelompok nasionalis. 

Dalam konteks seperti ini,krisis yang terjadi sekarang sesungguhnya mirip dengan fenomena gunung es yang hanya tampak ujungnya semata. Sementara di bawah sana, benturan dan krisisnya sesungguhnya sudah lama terjadi dan jauh lebih besar dibanding yang tampak di permukaan.Yaitu benturan antara kelompokkelompok islamis yang menghendaki Mesir menjadi negara Islam dengan kelompok nasionalis yang menghendaki Mesir menjadi negara bercorak nasionalis,bahkan liberal. 

Dalam beberapa waktu terakhir, dua kekuatan besar bertarung secara sengit dengan menjadikan perumusan konstitusi baru sebagai gelanggang utama.Khususnya terkait dengan pasal dua dalam rancangan konstitusi baru yang membahas tentang kedudukan hukum Islam dalam konteks ketatanegaraan Mesir.Kelompok islamis menghendaki agar syariat Islam dicantumkan secara eksplisit dalam konstitusi; syariat Islam adalah satu-satunya sumber hukum. 

Sedangkan kelompok nasionalis dan liberal menghendaki agar syariat Islam tidak disebut secara eksplisit dalam konstitusi: nilai-nilai universal syariat Islam menjadi salah satu sumber hukum. Inilah kurang lebih yang membuat Dewan Konstituante Mesir senantiasa mengalami maju mundur,bahkan bongkar pasang. Pada masa-masa awal Mubarak lengser, muncul desakan agar perumusan konstitusi diselesaikan sebelum penyelenggaraan pemilu presiden agar presiden terpilih sudah mempunyai acuan yang bersifat konstitusional. 

Sengitnya benturan yang terjadi saat itu, khususnya antara dua kekuatan di atas, membuat rencana itu hanya tinggal rencana. Bahkan anggota Dewan Konstituante yang saat itu terdiri dari 100 anggota wakil rakyat terpilih pun dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi. Hal yang kurang lebih sama juga terjadi dengan Dewan Konstituante mutakhir yang terbentuk melalui keputusan presiden terpilih dengan format keanggotaan yang sedikit lebih terbuka dibanding keanggotaan sebelumnya (50 dari anggota dewan,50 anggota dari unsur tokoh masyarakat dan para ahli).

Kelompok nasionalis dan Kristen Koptik menyatakan mengundurkan diri dari Dewan Konstituante setelah mereka merasa kelompok islamis memaksakan kehendaknya, khususnya terkait dengan perumusan pasal dua dari rancangan konstitusi baru (Ash-Sharq Al-Awsat,19/11). Nah, dekrit Mursi di atas keluar beberapa hari (23/11) setelah kelompok nasionalis dan Kristen Koptik menarik diri dari keanggotaan Dewan Konstituante. Inilah yang membuat kelompok nasionalis marah besar terhadap Mursi. 

Presiden terpilih dianggap telah berpihak kepada kelompok islamis dengan dekritnya yang salah satu poinnya menyatakan agar keputusan presiden tidak dapat diganggu gugat. Bahkan Mursi menggunakan kekuatan absolutnya yang dibentuk sendiri melalui dekrit di atas untuk memperpanjang masa kerja Dewan Konstituante yang telah ditinggalkan oleh perwakilan kelompok nasionalis dan Kristen Koptik sebagai kelompok minoritas tunggal di Mesir. 

Sejak awal revolusi terjadi di Mesir, penulis menyebut revolusi ini sebagai revolusi angkutan umum alias angkot. Dikatakan demikian, karena pihak-pihak yang berada di dalam angkot revolusi sesungguhnya berbeda-berbeda dari segi ideologi.Pada masa-masa revolusi, para penumpang revolusi angkot dipersatukan (tidak mempersoalkan perbedaan yang ada) oleh tujuan akhir yang sama: melengserkan diktator Husni Mubarak. 

Kini kekuatan revolusi saling berebut untuk menjadi pengemudi sekaligus menentukan arah perjalanan Mesir ke depan. Hal yang harus diperhatikan oleh elite-leite Mesir adalah, angkutan yang ada saat ini sedang melaju di atas jalan yang jauh dari baik. Bila tidak hatihati, bukan tidak mungkin perebutan kemudi ini akan membuat angkutan yang ada terjun bebas ke jurang kehancuran bersama seluruh isinya. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar