Akses
Pekerjaan Disabilitas
Yudi Hariyanto ; Alumnus
Komunikasi Undip,
Manajer
HRD Perusahaan IT di Jakarta
|
SUARA
MERDEKA, 06 Desember 2012
Tanggal 3 Desember, Hari
Disabilitas Internasional atau International
Day of People with Disability, mengingatkan kita tentang keberadaan kaum
difabel (penyandang cacat) yang masih dipandang sebelah mata oleh industri
penyerap tenaga kerja. Bank Dunia dan WHO memperkirakan 15% dari
populasi dunia, khususnya di negara berkembang, termasuk Indonesia, adalah
difabel.
Berdasarkan sensus 2010,
penduduk Indonesia 237,6 juta jiwa, dan pendataan hingga Juli 2011
mencatat 245.613.043 jiwa. Ini berarti jumlah penyandang disabilitas
(semua jenis kecacatan) sekitar 35,7 juta. Data Dinsos Provinsi Jateng
mencatat jumlah penyandang cacat 239.859 orang, dan penyandang ketunaan
78.020 orang.
Dari jumlah itu, baru 15% kaum
difabel mendapat pekerjaan layak. Kebanyakan bekerja pada sektor swasta
dan PNS. Selebihnya pengangguran, atau bekerja pada sektor nonformal.
Keterbatasan akses lapangan kerja bagi kaum difabel menjadi pekerjaan rumah
hingga saat ini.
Padahal beberapa pasal dalam UU
Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat sudah mengamanatkan hak-hak
mereka. Pasal 13 misalnya, mengamanatkan tiap penyandang cacat punya kesamaan
kesempatan untuk mendapat pekerjaan, sesuai dengan jenis dan derajat
kecacatan.
Selanjutnya, Pasal 14
mengamanatkan perusahaan negara/ swasta memberikan kesempatan dan perlakuan
sama kepada penyandang cacat, dan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan,
pendidikan, dan kemampuannya yang berjumlah sesuai dengan jumlah karyawan
dan/ atau kualifikasi perusahaan.
Ketentuan UU itu diperkuat
dengan Pasal 4 Kep-205/Men/1999 tentang Pelatihan Kerja dan Penempatan Tenaga
Kerja Penyandang Cacat yang menyebutkan tentang kewajiban perusahaan
menempatkan 1 tenaga kerja difabel untuk tiap 100 pekerja, sesuai dengan
persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan.
Perusahaan yang menggunakan
teknologi tinggi dan mempekerjakan kurang dari 100 tenaga kerja wajib
merekrut 1 atau lebih tenaga kerja penyandang cacat. Menakertrans Muhaimin
Iskandar menegaskan perusahaan bisa terkena sanksi pidana dan adiministratif
bila melanggar regulasi itu.
Meski sudah berpayung beberapa
regulasi, realitasnya kaum difabel masih sulit mengakses pekerjaan formal.
Pemahaman terkait peraturan ketenagakerjaan bagi difabel oleh pengusaha dan
aparatur masih rendah. Apalagi belum banyak daerah mengeluarkan perda yang
memartabatkan penyandang disabilitas dalam melaksanakan kewajiban dan haknya.
Tanggap Zaman
Untuk mewujudkan hak pekerjaan
yang layak bagi kaum difabel, perlu pembagian peran nyata dan sikap proaktif
pihak terkait. Kemenakertrans dan derivatnya seharusnya aktif
menyosialisasikan dan mendorong pelaksanaan regulasi yang memartabatkan
penyandang disabilitas.
Dinsosnakertrans Solo pada
September lalu menggelar pameran bursa kerja diperuntukkan kaum difabel. Job fair itu diiikuti sedikitnya 18
perusahaan yang bersedia mempekerjakan penyandang disabilitas dengan ratusan
lowongan kerja, antara lain juru masak, desainer grafis, operator, guru, dan
sebagainya.
Pemerintah bisa membangun badan
usaha yang mempekerjakan kaum difabel, atau memfasilitasi pihak ketiga yang
ingin berpartisipasi. Pemerintah pusat dan daerah proaktif menjalin kemitraan
dan menyosialisasikan ke perusahaan untuk memberi lapangan pekerjaan kepada
kaum difabel. Bila perlu membuat nota kesepakatan.
Pada saat dunia kerja sudah
merambah generasi multimedia dan komputer, masih banyak sekolah melatih kaum
difabel dengan materi menjahit, pertukangan, dan sablon. Dengan berbekal
keterampilan yang tidak tanggap zaman, kaum difabel kembali menjadi buruh
yang tak lagi up to date dengan keterampilan yang dibutuhkan pasar kerja.
Masih panjang perjuangan kaum
difabel untuk mendapatkan hak pekerjaan yang layak. Perjuangan tidak akan
pernah berhasil tanpa dukungan organisasi dan SDM difabel yang kuat. Selain
itu, dukungan dari kalangan nondifabel yang berempati kepada mereka, yaitu
pemerintah, industri penyerap tenaga kerja, dan masyarakat. ●
|
Akses pekerjaan untuk kaum disabilitas di Indonesia masih sangat memprihatinkan, pihak swasta dan pemerintah masing sulit memberikan akses pekerjaan tidak seperti di Jepang dimana kaum disabilitas sangat mudah mendapatkan pekerjaan...
BalasHapus