Menata
Zona Tunggal Indonesia
Muh Hadi Bashori ; Praktisi
Astronomi di Pusat Kajian dan Layanan Falakiyah Institut Agama Islam Negeri
Walisongo, Semarang
Sumber : KORAN
TEMPO, 19 Juni 2012
Derasnya kritik terhadap upaya pemerintah
dalam rencana penyesuaian zona waktu Indonesia seharusnya menjadi bahan
peninjauan ulang rencana penyesuaian zona waktu agar meminimalkan berbagai
dampak yang mungkin ditimbulkan sehingga penyatuan zona waktu tunggal dapat
diterima masyarakat dengan baik (Koran Tempo, 11 Juni 2012).
Pembagian zona waktu di Indonesia sudah
beberapa kali mengalami perubahan. Pada masa penjajahan 1932, wilayah Indonesia
sempat terbagi dalam enam zona waktu. Kemudian, sesudah kemerdekaan pada 1947,
diubah menjadi tiga zona waktu. Tapi pada 1950 kembali mengalami perubahan
menjadi enam zona waktu, yang membagi Pulau Sumatera menjadi dua zona waktu.
Pada 1963, zona waktu kembali diubah menjadi tiga zona waktu dengan memasukkan
Kalimantan secara utuh dalam satu zona waktu.
Penyesuaian zona waktu terakhir terjadi pada
1987 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1987 yang mulai berlaku
sejak 1 Januari, yang mengubah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah menjadi
Waktu Indonesia Barat, serta Bali digeser menjadi Waktu Indonesia Tengah. Prinsip
1963 bahwa suatu pulau tidak terbagi zona waktunya akhirnya diabaikan, dan
membagi Kalimantan dalam dua zona.
Saat ini ide penyesuaian zona waktu kembali
dimunculkan. Konsep penyesuaian zona waktu ini menyebutkan setidaknya ada enam
ide dasar tentang perlunya merevisi Keppres Nomor 41 Tahun 1987 yang mengatur
soal zona waktu di Indonesia. Ide dasar penyesuaian zona waktu ini terkait
dengan daya saing dan aktivitas perekonomian nasional, budaya kerja, dan pola
konsumsi energi.
Prinsip Dasar
Zona waktu idealnya adalah setiap 15 derajat
busur lingkaran berbeda satu jam waktu matahari. Tapi, karena pertimbangan tiap
negara berbeda, zona waktu dunia bergeser mengikuti batas wilayah negara.
Pemilihan zona waktu harus didasarkan pada pertimbangan yang baik karena
berdampak pada berbagai aktivitas dan rutinitas kehidupan manusia, di antaranya
dampak sosial politik, dampak ekonomi, serta dampak psikologi dan biologis
masyarakat.
Indonesia merupakan negara terbesar keempat
di dunia setelah Cina dan Amerika yang memiliki pertimbangan terkait dengan
pembagian zona waktu yang berbeda. Amerika tetap membagi wilayahnya menjadi
empat zona waktu. Meski Amerika merupakan negara bagian yang mempunyai hak
otonom sendiri, aturan empat zona waktu itu termasuk upaya efisiensi kerja yang
terbedakan waktu menurut peredaran matahari. Amerika tetap mempertahankan empat
zona waktu agar daylight saving time lebih efektif.
Negara Cina menganut asas zona tunggal agar
koordinasi nasional lebih mudah, juga karena memang Cina hanya terdiri atas
daratan, bukan kepulauan seperti di Indonesia, dan Cina pun menyiasati pedoman
waktu matahari dengan perbedaan jam kerja bagi tiap wilayah.
Indonesia tidak memerlukan daylight saving
time karena tidak ada variasi signifikan matahari terbit dan terbenam
(umumnya variasinya kurang dari 19 menit). Ini berbeda dengan wilayah lintang
tinggi, yang pada musim panas matahari terbit lebih cepat dan terbenam lebih
lambat. Di negara empat musim, demi menjaga efisiensi ekonomi, diberlakukan daylight
saving time.
Manfaat
Riset penyesuaian zona waktu ini pernah
ditampilkan dalam seminar nasional “Penyesuaian Wilayah Waktu” yang digelar
Kementerian Riset dan Teknologi pada 2005. Ide dasar upaya penyesuaian zona
waktu adalah upaya meningkatkan pemanfaatan cahaya alamiah matahari sehingga
meningkatkan produktivitas masyarakat.
Ide dasar ini digalakkan karena, menapak
tilas sejarah, penyesuaian zona waktu tidak pernah menimbulkan gejolak berarti
di masyarakat, bahkan terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan perekonomian bangsa.
Di beberapa negara, penyesuaian zona waktu sudah sukses. Di Selandia Baru,
konsumsi energi listrik menurun 3,5 persen.
Penyesuaian zona waktu ini merupakan
terobosan baru dalam langkah meningkatkan persaingan global. Riset menghitung
bahwa salah satu faktor kemajuan ekonomi masyarakat Malaysia dan Singapura
lebih baik daripada Indonesia adalah karena aktivitas ekonomi Malaysia dan
Singapura lebih cepat satu jam daripada Indonesia. Lalu bagaimana jika wilayah
WIB sekarang menjadi Wita? Kementerian Riset dan Teknologi telah meriset, akan
ada penurunan pemakaian energi di empat provinsi di Pulau Jawa. Jika konsumsi
menurun, biaya perawatan instalasi energi, biaya investasi, dan kadar polusi
berkurang.
Dunia penerbangan yang menyasar kawasan timur
juga akan diuntungkan jika terjadi penyesuaian zona waktu. Bagi dunia media
massa televisi nasional dan telekomunikasi, penyesuaian zona waktu juga akan
memunculkan keuntungan sendiri.
Matangkan Konsep
Harus diakui bahwa prinsipnya, dunia kerja
dan aktivitas manusia lebih terkait dengan peredaran matahari daripada petunjuk
jam. Jam itu sendiri sesuai dengan aktivitas peredaran matahari yang tidak
konstan seutuhnya. Maka berbagai upaya penghematan energi dan menguntungkan
ekonomi ketika harus berbenturan dengan permasalahan astronomis seharusnya
tetap memperhitungkan dampak terhadap aktivitas manusia.
Namun adanya upaya penyesuaian zona waktu
akhirnya mendorong untuk dilakukan pengkajian terhadap berbagai kemungkinan
dampak yang akan terjadi. Terkait dengan masalah astronomi menyangkut soal
waktu, perlu dikaji dampak potensi atas perbedaan zona waktu dengan rujukan
standar. Apalagi jika melihat catatan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat
dalam beberapa dekade terakhir ini, Indonesia sangat berpotensi menjadi kekuatan
baru pasar tunggal dan pusat produksi internasional. Maka seharusnya Indonesia
lebih berfokus pada pemberdayaan potensi untuk bisa bersaing dengan
negara-negara maju, seperti apa yang dikemukakan oleh Bursa Efek Indonesia,
zona waktu bukanlah penghambat ekonomi Indonesia untuk maju. Namun, apabila
penyesuaian zona waktu akan benar-benar terjadi dan memang akan membantu
pertumbuhan ekonomi nasional, tentu kebijakan ini patut didukung, meski dengan
beberapa catatan yang harus diselesaikan.
Penyesuaian zona waktu tetap perlu dikaji
ulang agar koordinasi nasional menjadi lebih sederhana dan meminimalkan dampak
yang mungkin terjadi. Pilihan menjadikan zona tunggal memungkinkan dilakukan,
tapi harus mempertimbangkan perbedaan waktu rujukan dengan waktu standar zona
waktu. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar