Rabu, 27 Juni 2012

Sang Jenderal Investigator

Sang Jenderal Investigator
Dicky Pelupessy, Bagus Takwin & Niniek L Karim ;  
Pengajar di Fakultas Psikologi UI
Sumber :  KOMPAS, 26 Juni 2012


Orangtua menilai saya memiliki bakat menjadi tentara sehingga sangat memotivasi saya untuk menjadi tentara....”

Air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Peribahasa ini berlaku untuk Hendardji. Ayahnya, Soepandji, seorang tentara dokter, terakhir berpangkat brigadir jenderal. Dari enam bersaudara, Hendardji satu-satunya anak yang mengikuti jejak ayah menjadi seorang tentara.

Sejak kecil, Hendardji telah bercita-cita menjadi tentara. Bahkan, baginya, jadi tentara adalah panggilan jiwanya. Orangtuanya menilai ia punya bakat menjadi tentara sehingga sangat memotivasinya. Bagi orangtuanya, jadi tentara adalah pilihan terbaik buat Hendardji. Maka wajarlah jika ia bangga telah memenuhi harapan diri dan orangtuanya, berhasil mencapai pangkat mayor jenderal.

Hendardji dibesarkan dengan disiplin ayah yang keras. Ayahnya tak suka orang yang terlihat bermalas-malasan dan langsung memarahi jika menemui orang seperti itu. Sementara ibunya, seorang mantan bintang pelajar, adalah sosok yang sangat membimbing dan menekankan prestasi yang harus diraih dengan kejujuran. Kebalikan dengan ayahnya, Hendardji menggambarkan ibunya sebagai sosok yang sangat sabar dan tak pernah memarahi anak-anaknya.

Hendardji memiliki kesan yang kuat dan mendalam tentang cara ibunya membimbing dia dan saudara-saudaranya. Dua kali sehari, ibunya menyampaikan pesan atau cerita yang mengajarkan nilai seperti kejujuran, kesabaran, kegigihan, tawakal, nrimo, dan tidak mendendam. Pesan dan cerita itu disampaikan pada malam hari sebagai pengantar tidur dan pada pagi hari sebagai pengantar ke sekolah. Kejujuran adalah nilai yang paling sering disampaikan, seperti lebih baik mendapat nilai rendah dengan tidak mencontek daripada nilai tinggi dengan mencontek.

Selepas SMA, Hendardji diterima di Akabri. Cita-cita menjadi tentara terwujud. Sejak lulus dari Akabri hingga pensiun dari tentara, dapat dikatakan ia bertugas dengan jenis pekerjaan kemiliteran yang sama, sebagai investigator (penyelidik). Menurutnya, ia semacam arsip nasional karena pengalamannya dari Sabang sampai Merauke dalam melakukan investigasi berbagai kasus. Pengakuan atas kemampuan dan spesialisasi karier militer yang dipilih diperoleh saat ia menjadi Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI.

Saat masih aktif bertugas sebagai tentara, selain tegas, ia juga teguh dalam bersikap. Menurut dia, sikapnya itu merupakan ungkapan nilai-nilai yang diajarkan oleh orangtuanya. Ia berani mengatakan tidak kepada atasannya apabila tugas yang diberikan kepadanya dinilai tidak adil. Pernah ia diperintahkan untuk memberantas perjudian, tetapi ia juga diminta untuk tidak menangkap orang tertentu. Alhasil, ia menolak melaksanakan perintah itu karena menilai atasannya tidak adil: ada yang dianakemaskan dan ada yang dianaktirikan.

Setelah pensiun, Hendardji diberi kepercayaan oleh Sekretariat Negara (Setneg) menjadi Direktur Pusat Pengelolaan Kompleks Kemayoran (PPKK) Jakarta yang kemudian menggugahnya untuk membenahi Jakarta dan maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2012. Saat di PPKK, ia meninjau kembali semua perjanjian yang telah dibuat antara pemerintah, dalam hal ini Setneg, dan pihak swasta sebelum tahun 2006 dalam pemanfaatan kompleks Kemayoran. Tugas PPKK adalah membuat adendum, perjanjian tambahan untuk perubahan, atas perjanjian yang dinilai merugikan negara.

Ternyata, hal itu tak mudah dilakukan karena perjanjian yang telah dibuat tidak bisa secara sepihak dibuat adendumnya. Hendardji melakukan pendekatan yang dianggap perlu kepada pihak swasta yang terlibat perjanjian. Tidak semuanya berhasil didekati dan perjanjian yang lama pun tetap berlaku. Akhirnya Hendardji mengundurkan diri dari jabatannya di PPKK karena tidak dapat menoleransi sejumlah ketidakadilan yang terjadi.

Motif Sosial

Dibesarkan oleh orangtua yang sangat peduli pendidikan, Hendardji tumbuh menjadi orang yang memiliki motif berprestasi yang kuat. Ia berusaha meraih pencapaian yang baik di sekolah dan pekerjaan. Saat sekolah, ia memiliki prestasi akademik yang baik. Saat menjadi tentara dengan tugas menjadi investigator, ia menjadikan kasus yang ditanganinya sebagai tantangan untuk berprestasi. Ia terapkan semua metode penyelidikan yang dipahami dan dikuasainya untuk menyelesaikan kasus.

Namun, motif kekuasaan yang dimiliki Hendardji cenderung lebih kuat daripada motif prestasinya. Ini tampak dari indikasi keinginannya mengendalikan lingkungan.

Ia ingin orang lain dan lingkungan mengikuti kehendaknya. Hendardji berpendapat, pemimpin yang baik adalah yang tegas tetapi luwes. Namun, keluwesan bukan hal yang sering ditampilkannya. Ketegasannya, dengan harapan agar orang lain mau mengikutinya, justru lebih mengemuka.

Penolakan dan sikap lebih baik mundur daripada meneruskan tugas yang tak sesuai dengan harapannya itu di satu sisi tampak sebagai keteguhan atas nilai-nilai yang diyakininya, tetapi di sisi lain sebenarnya menunjukkan keinginannya yang kuat untuk mengendalikan orang lain.

Selain didorong impian untuk membenahi Jakarta, daya mengendalikan menjadi motif tambahan, bahkan mungkin motif utamanya untuk mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Kepercayaan, Pikiran, Penalaran

Sikapnya yang cenderung tak mau kompromi itu mencerminkan pandangannya tentang dunia yang penuh konflik, lingkungan yang penuh dengan upaya dan usaha untuk memengaruhi dan dipengaruhi.

Cara Hendardji menghadapi kehidupan politik adalah cenderung either-or, ya atau tidak sama sekali. Ia berusaha, tetapi pada akhirnya menolak kompromi karena ia percaya, itulah cara yang paling efektif menghadapi konflik.

Cara ini berguna kala ia menghadapi masalah dilematis. Ia dapat menentukan dengan jelas tindakan apa yang baik dan patut ia lakukan.

Contoh, meski Reza Patria pernah tersangkut kasus korupsi, keputusan mengajak Reza sebagai pasangan calon wakil gubernur diambilnya secara tegas. Landasannya, Reza telah diputus bebas murni.

Dalam tugasnya sebagai investigator, Hendardji menerapkan berbagai metode penyelidikan kasus yang dikuasainya, tekun mengumpulkan dan menganalisis informasi. Kebiasaannya ini diteruskan dalam pelaksanaan tugas setelah pensiun dari TNI. Penataan struktur kognitifnya sederhana. Ia tidak terlalu berusaha untuk menemukan beragam dimensi dari suatu hal, juga tidak mau dipusingkan oleh banyak sudut pandang. Ia berpikir dan bekerja berdasarkan prinsip yang dipegangnya. Ini tak terlepas dari pola penalarannya yang cenderung linier, merunut persoalan dalam jalur penalaran.

Dalam pengakuannya, periode tugas di PPKK Jakarta menginspirasinya maju menjadi calon gubernur. Pada periode itu, menurut dia, apa yang ditemui di Kemayoran telah memberikan gambaran tentang kondisi dan masalah Jakarta. Ini mengindikasikan adanya kecenderungan simplifikasi sebagai hasil dari penalaran yang linier, sekaligus mengindikasikan adanya prinsip yang kuat pada dirinya. Ini sesuai dengan tugasnya dulu sebagai investigator. Jika menjadi Gubernur DKI Jakarta, Hendardji akan menjadi gubernur yang tegas. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar