Kamis, 28 Juni 2012

Saweran Gedung KPK

Saweran Gedung KPK
Hifdzil Alim ; Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM
Sumber :  SUARA MERDEKA, 28 Juni 2012


SIKAP DPR yang menolak menganggarkan dana pembangunan gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memicu reaksi publik. Tidak sedikit anggota masyarakat mengecam pilihan kebijakan itu. Rasa tidak percaya rakyat menggunung. Mereka mencari jalan sendiri demi melampiaskan kemarahan kepada DPR dan membantu KPK: saweran membangun gedung.

Sejujurnya, saya belum atau malah tidak menemukan logika yang tepat kenapa DPR menolak menganggarkan pembangunan gedung baru KPK. Berdasarkan informasi, DPR sebelumnya sudah menolak pengajuan dana KPK.

Tahun 2008, dalam surat bernomor 3988/AG/ 2008 tanggal 4 Desember 2008 dari Dirjen Anggaran Kemenkeu kepada Sekjen KPK, dinyatakan alokasi anggaran untuk gedung KPK sudah disiapkan tetapi harus dikoordinasikan dengan DPR. Namun, alokasi tersebut masih diberi tanda bintang oleh DPR alias belum disetujui masuk ke daftar isian pelaksanaan anggaran 2009.

Apakah penolakan DPR adalah bentuk penyelamatan diri dari kejaran KPK? Pertanyaan itu wajar, analisis publik mencuat. Asumsinya demikian, kalau gedung baru jadi dibuat, kemudian pegawai KPK bisa serius bekerja karena menempati gedung representatif maka kebobrokan yang selama ini terjadi di DPR dapat dicium dengan kuat.

Berkas perkara dapat dibaca dan dikelola dengan baik sehingga percepatan pemeriksaan kasus korupsi makin dipacu. Pada kondisi tersebut, memperlambat pembangunan gedung KPK —dan karenanya kurang dapat bekerja nyaman dan serius— adalah cara konstitusional bisa dipilih DPR  untuk menahan laju KPK dan gerak pemberantasan korupsi.

Asumsi itu adalah logika paling sederhana yang dapat menjawab kenapa DPR menolak penganggaran pembangunan gedung KPK. Parlemen mungkin mengutarakan alasan lain demi mempertahankan kebijakannya. Misalnya, penilaian bahwa masih banyak lembaga negara lain yang butuh infrastruktur fisik untuk menunjang kinerjanya.

Alasan bahwa lembaga negara lainnya juga butuh infrastruktur fisik dapat dibantah. Caranya adalah dengan menyusun skala prioritas. KPK dengan jumlah pegawai di atas 500 orang, dan dengan gedung sekarang yang hanya sanggup menampung 350 orang, seharusnya menempati prioritas utama pengalokasian anggaran.

Sebenarnya, alasan lembaga negara lain juga butuh gedung tidaklah tepat. Saya rasa alasan ini malah membenturkan antara satu lembaga negara dan lembaga negara lainnya. Sesuatu yang seharusnya dihindari oleh DPR.

Melemahkan KPK

Pendek kata, penolakan DPR mengalokasikan anggaran pembangunan gedung KPK, adalah kebijakan yang mengada-ada, hanya sebagai siasat melemahkan KPK. Kalau mau dibuka lembaran siasat DPR, tampaknya tidak kali ini saja rencana kebijakannya bertujuan melemahkan KPK.

Masih ingat rencana pembahasan revisi UU KPK beberapa bulan lalu? DPR (dan juga pemerintah) berkeinginan mencabut wewenang penuntutan KPK. Wewe-nang penuntutan akan dikembalikan kepada kejaksaan. Tak hanya itu, kerugian minimal kasus tindak pidana korupsi yang dapat ditangani oleh KPK juga dinaikkan.

Kala itu, masyarakat memasang mata dan telinga, menaruh curiga. Rencana pembahasan revisi UU KPK dianggap melemahkan KPK. Bagaimana mungkin mencopot wewenang penuntutan, akan tetapi di sisi lain menaikkan kriteria jumlah kerugian negara dari kasus korupsi yang bisa diperiksa. Bagaimana mungkin mengambil cangkulnya, dengan bersamaan memperluas areal sawahnya? Bukankah pengerjaan sawah itu akan lambat karena alat utama pengerjaannya dihilangkan?

Artinya, tidak kali ini saja DPR menghambat kinerja KPK. Pilihan masyarakat untuk saweran, menyumbang, mengumpulkan dana, demi membantu merealisasikan pembangunan gedung KPK adalah bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang memperlambat pemberantasan korupsi.

Inilah cara rasional yang bisa dilakukan oleh rakyat guna mendukung KPK, mendukung pemberantasan korupsi. ●

1 komentar:

  1. kami rakyat dipedesaan pada pengin nyumbang untuk pembangunan gedung KPK caranya bagai mana, didesa belum ada yang menangani padahal betul-betul kepingin nyumbang

    BalasHapus