Wajib
Lapor Pencandu Narkotika
Nova
Riyanti Yusuf ; Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Fraksi
Partai Demokrat
Sumber :
SINDO, 27 Juni 2012
Setiap
tanggal 26 Juni diperingati sebagai Hari Antinarkoba dan Perdagangan Gelap
Internasional. Peringatan pada 2012 ini bertema global ”Think Health” dan bertema nasional ”Hidup Sehat Tanpa Narkoba (Narkotika
dan Obat/Bahan Berbahaya)”.
Bagi
Indonesia, penyalahgunaan narkotika masih dan akan tetap menjadi masalah
krusial. Hasil survei BNN pada 2008 menunjukkan estimasi penyalahgunaan
sebanyak 3,1- 3,6 juta (1,5% total populasi 15- 64 tahun). Selanjutnya hasil
penelitian BNN bekerja sama dengan Puslitkes-UI pada 2011 menunjukkan estimasi
pengguna napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif) 3,7- 4,7 juta orang
(2,2% total populasi usia 10-64 tahun). Penyalahgunaan narkoba kebanyakan
berada di kelompok umur 20-29 tahun.
Kelompok yang memberikan kontribusi terbesar secara absolut dalam jumlah penyalahgunaan narkoba yaitu kelompok pekerja (70%) dan pelajar (22%). Sumber data BNN dan Puslitkes UI 2009 juga menunjukkan persentase pengguna narkoba berdasarkan tingkat pendidikan adalah SLTP 30%, SMU 48%, dan PT/akademi 22%. Sebagai negara kepulauan di antara dua benua dan dua samudra tentu juga berpengaruh terhadap peredaran gelap narkotika dan obat-obatan lainnya.
Salah satu bentuk dampak negatif dari keberadaan Indonesia pada posisi geografisnya adalah kontrol masuknya napza menjadi sulit dan pengaruh sosial budaya dari tamu asing juga sulit dibendung. Tren penggunaan jenis napza pun kerap berubah-ubah. Pada 1970 morfin/heroin merajai, kemudian 1980 beralih pada barbiturat, benzodiazepine dikombinasikan dengan alkohol, dan penggunaan efedrin dalam waktu singkat.
Penggunaan ekstasi dan heroin diawali pada 1990. Heroin stagnan pada 2000 dan mulai meningkatlah pemakaian amphetamine-type stimulants seperti amfetamin (ekstasi) dan metamfetamin (sabu). Ganja tetap diminati sejak 1960 sampai sekarang dan kualitas ganja Aceh adalah salah satu yang terbaik di dunia.
Wajib Lapor
Indonesia telah memiliki sebuah undang-undang yang mengatur masalah penyalahgunaan narkotika yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Di dalam UU 35/2009 tersebut dicantumkan ancaman hukuman yang berat bagi produsen, penyimpan, dan pengedar narkotika, bahkan hingga ancaman hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati. Kendati demikian, UU 35/2009 juga berusaha melindungi para korban penyalahgunaan narkotika dengan memberikan mereka kesempatan untuk menjalani rehabilitasi sosial dan rehabilitasi medis agar dapat terbebas dari belenggu narkotika.
Pasal 55 mewajibkan kepada pencandu narkotika yang sudah cukup umur atau orang tua/wali dari pencandu narkotika yang belum cukup umur untuk melapor kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah. Tujuannya untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Sebagai amanat dari ketentuan UU 35/2009 tersebut, pada 18 April 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pencandu Narkotika.
PP tersebut menegaskan kewajiban para pencandu dan orang tua pencandu di bawah umur untuk melapor kepada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Untuk melaksanakan program ”Wajib Lapor Pencandu Narkotika” tersebut, Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1305 Tahun 2011 tentang Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Melalui SK tersebut telah ditunjuk 131 fasilitas kesehatan di bawah Kemenkes dan dua fasilitas Badan Narkotika Nasional yang tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia untuk menjadi IPWL.
Ilustrasi Kasus
Komisi IX DPR RI memutuskan untuk melakukan Kunjungan Lapangan Spesifik terkait pelaksanaan ”Wajib Lapor Pencandu Narkotika” ke Kepulauan Riau. Pertimbangannya karena aspek geografi sebagai sebuah propinsi kepulauan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga sehingga potensial dengan penyelundupannarkotikamelalui dermaga-dermaga kecil yang sulit terdeteksi.
Pengadilan Negeri Kota Batam melaporkan bahwa telah melakukan persidangan terhadap 326 kasus narkotika atau sekitar 35% dari seluruh kasus yang ditangani PN Kota Batam pada 2011. Menjadi ironis karena sebagian besar dari kasus tersebut hanya melibatkan pengguna yang sesungguhnya menjadi korban dari bisnis haram ini.Sebanyak 60% dari penghuni Lembaga Pemasyarakatan Batam adalah terpidana kasus narkotika dan sebagian besar di antaranya pengguna narkotika. RSUD Kota Batam telah memiliki Klinik Metadon sejak 2010 dan saat ini pasien yang secara aktif dan reguler mengunjungi klinik tersebut sebanyak 20 orang dengan mayoritas berasal dari daerah kepulauan.
Salah satu hasil kajian Badan Narkotika Provinsi Kepulauan Riau tentang penyebab utama rasio pengguna narkotika yang dihukum pidana dibandingkan dengan yang dikirim ke pusat rehabilitasi oleh hakim begitu jomplang adalah karena belum ada pusat rehabilitasi narkotika di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Kementerian Kesehatan juga mengalami kesulitan dalam penetapan IPWL tersebut karena walaupun telah mengedarkan surat kepada kepala dinas kesehatan seluruh Indonesia untuk meminta usulan nama IPWL dengan syarat terlampir, tidak semua kepala dinas kesehatan memasukkan usulannya.
Secara anggaran, Kementerian Kesehatan juga sudah meningkatkan anggaran melalui Direktorat Bina Kesehatan Jiwa. Pada 2012, Kementerian Kesehatan mendapatkan anggaran Rp24 miliar untuk program ”Wajib Lapor Pencandu Narkotika”, di mana Rp3,9 miliar untuk klaim wajib lapor dan Rp15,5 miliar untuk klaim rehabilitasi medis terpidana narkotika.
Beberapa kendala yang dihadapi Kemenkes dalam melakukan penyerapan terhadap anggaran ”Wajib Lapor Pencandu Narkotika” adalah kurangnya komunikasi antar instansi terkait, belum berjalan sepenuhnya diversi pencandu dari sistem peradilan kepada sistem rehabilitasi medis, dan banyak IPWL yang belum siap melaksanakan tugasnya. Jika kita cermati, sebenarnya sudah banyak sekali program yang baik yang sudah diterapkan, namun selalu terbentur dengan permasalahan klasik: miskomunikasi dan keengganan berkoordinasi.
Namun, tidak akan pupus harapan bahwa kelak akan ada koordinasi lintas sektoral yang baik antara Kementerian Kesehatan RI, Badan Narkotika Nasional RI, Kepolisian RI, pemerintah daerah, dan instansi terkait dengan sebuah harapan mulia yang saat ini masih berkesan utopis yaitu untuk mengatasi permasalahan penyalahgunaan narkotika.
Selain itu, Direktorat Bina Kesehatan Jiwa juga sangat perlu memfasilitasi berbagai elemen masyarakat untuk mensosialisasikan eksistensi IPWL, mengajak pengguna untuk percaya bahwa mereka tidak akan dikriminalkan melalui program IPWL,dan perlunya mencari format baru bahan layanan visual yang atraktif dan mudah dipahami masyarakat awam. ●
Kelompok yang memberikan kontribusi terbesar secara absolut dalam jumlah penyalahgunaan narkoba yaitu kelompok pekerja (70%) dan pelajar (22%). Sumber data BNN dan Puslitkes UI 2009 juga menunjukkan persentase pengguna narkoba berdasarkan tingkat pendidikan adalah SLTP 30%, SMU 48%, dan PT/akademi 22%. Sebagai negara kepulauan di antara dua benua dan dua samudra tentu juga berpengaruh terhadap peredaran gelap narkotika dan obat-obatan lainnya.
Salah satu bentuk dampak negatif dari keberadaan Indonesia pada posisi geografisnya adalah kontrol masuknya napza menjadi sulit dan pengaruh sosial budaya dari tamu asing juga sulit dibendung. Tren penggunaan jenis napza pun kerap berubah-ubah. Pada 1970 morfin/heroin merajai, kemudian 1980 beralih pada barbiturat, benzodiazepine dikombinasikan dengan alkohol, dan penggunaan efedrin dalam waktu singkat.
Penggunaan ekstasi dan heroin diawali pada 1990. Heroin stagnan pada 2000 dan mulai meningkatlah pemakaian amphetamine-type stimulants seperti amfetamin (ekstasi) dan metamfetamin (sabu). Ganja tetap diminati sejak 1960 sampai sekarang dan kualitas ganja Aceh adalah salah satu yang terbaik di dunia.
Wajib Lapor
Indonesia telah memiliki sebuah undang-undang yang mengatur masalah penyalahgunaan narkotika yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Di dalam UU 35/2009 tersebut dicantumkan ancaman hukuman yang berat bagi produsen, penyimpan, dan pengedar narkotika, bahkan hingga ancaman hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati. Kendati demikian, UU 35/2009 juga berusaha melindungi para korban penyalahgunaan narkotika dengan memberikan mereka kesempatan untuk menjalani rehabilitasi sosial dan rehabilitasi medis agar dapat terbebas dari belenggu narkotika.
Pasal 55 mewajibkan kepada pencandu narkotika yang sudah cukup umur atau orang tua/wali dari pencandu narkotika yang belum cukup umur untuk melapor kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah. Tujuannya untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Sebagai amanat dari ketentuan UU 35/2009 tersebut, pada 18 April 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pencandu Narkotika.
PP tersebut menegaskan kewajiban para pencandu dan orang tua pencandu di bawah umur untuk melapor kepada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Untuk melaksanakan program ”Wajib Lapor Pencandu Narkotika” tersebut, Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1305 Tahun 2011 tentang Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Melalui SK tersebut telah ditunjuk 131 fasilitas kesehatan di bawah Kemenkes dan dua fasilitas Badan Narkotika Nasional yang tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia untuk menjadi IPWL.
Ilustrasi Kasus
Komisi IX DPR RI memutuskan untuk melakukan Kunjungan Lapangan Spesifik terkait pelaksanaan ”Wajib Lapor Pencandu Narkotika” ke Kepulauan Riau. Pertimbangannya karena aspek geografi sebagai sebuah propinsi kepulauan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga sehingga potensial dengan penyelundupannarkotikamelalui dermaga-dermaga kecil yang sulit terdeteksi.
Pengadilan Negeri Kota Batam melaporkan bahwa telah melakukan persidangan terhadap 326 kasus narkotika atau sekitar 35% dari seluruh kasus yang ditangani PN Kota Batam pada 2011. Menjadi ironis karena sebagian besar dari kasus tersebut hanya melibatkan pengguna yang sesungguhnya menjadi korban dari bisnis haram ini.Sebanyak 60% dari penghuni Lembaga Pemasyarakatan Batam adalah terpidana kasus narkotika dan sebagian besar di antaranya pengguna narkotika. RSUD Kota Batam telah memiliki Klinik Metadon sejak 2010 dan saat ini pasien yang secara aktif dan reguler mengunjungi klinik tersebut sebanyak 20 orang dengan mayoritas berasal dari daerah kepulauan.
Salah satu hasil kajian Badan Narkotika Provinsi Kepulauan Riau tentang penyebab utama rasio pengguna narkotika yang dihukum pidana dibandingkan dengan yang dikirim ke pusat rehabilitasi oleh hakim begitu jomplang adalah karena belum ada pusat rehabilitasi narkotika di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Kementerian Kesehatan juga mengalami kesulitan dalam penetapan IPWL tersebut karena walaupun telah mengedarkan surat kepada kepala dinas kesehatan seluruh Indonesia untuk meminta usulan nama IPWL dengan syarat terlampir, tidak semua kepala dinas kesehatan memasukkan usulannya.
Secara anggaran, Kementerian Kesehatan juga sudah meningkatkan anggaran melalui Direktorat Bina Kesehatan Jiwa. Pada 2012, Kementerian Kesehatan mendapatkan anggaran Rp24 miliar untuk program ”Wajib Lapor Pencandu Narkotika”, di mana Rp3,9 miliar untuk klaim wajib lapor dan Rp15,5 miliar untuk klaim rehabilitasi medis terpidana narkotika.
Beberapa kendala yang dihadapi Kemenkes dalam melakukan penyerapan terhadap anggaran ”Wajib Lapor Pencandu Narkotika” adalah kurangnya komunikasi antar instansi terkait, belum berjalan sepenuhnya diversi pencandu dari sistem peradilan kepada sistem rehabilitasi medis, dan banyak IPWL yang belum siap melaksanakan tugasnya. Jika kita cermati, sebenarnya sudah banyak sekali program yang baik yang sudah diterapkan, namun selalu terbentur dengan permasalahan klasik: miskomunikasi dan keengganan berkoordinasi.
Namun, tidak akan pupus harapan bahwa kelak akan ada koordinasi lintas sektoral yang baik antara Kementerian Kesehatan RI, Badan Narkotika Nasional RI, Kepolisian RI, pemerintah daerah, dan instansi terkait dengan sebuah harapan mulia yang saat ini masih berkesan utopis yaitu untuk mengatasi permasalahan penyalahgunaan narkotika.
Selain itu, Direktorat Bina Kesehatan Jiwa juga sangat perlu memfasilitasi berbagai elemen masyarakat untuk mensosialisasikan eksistensi IPWL, mengajak pengguna untuk percaya bahwa mereka tidak akan dikriminalkan melalui program IPWL,dan perlunya mencari format baru bahan layanan visual yang atraktif dan mudah dipahami masyarakat awam. ●
Ganja bukan narkotika, melainkan hukumlah yg menyatakan ganja sebagai narkotika.
BalasHapusGanja secara farmakologi berbeda turunan dengan golongan opiat dan narkotika kimia sintetis, tidak menyebabkan adiksi, tidak merubah perilaku dan mental. Memiliki segudang manfaat bagi kesehatan.
Pernyataan Pengguna ganja adalah pecandu dan harus mengikuti rehabilitasi tidak bisa di terima akal.
IPWL bukanlah solusi bagi pengguna ganja, melainkan hanyalah sebuah pilihan untuk memulihkan nama baik menghindari penjara dan hukuman mati.
UU narkotika penggolongan Ganja sebagai "Narkotika golongan I" perlu diubah, karena tidak berdasarkan fakta dan tidak melalui proses penelitian.
Setiap orang paling tidak harus berpegang pada fakta dan tidak lari pada teori-teori usang berbasis tahyul yang sudah tidak laku lagi di abad ini.
Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
BalasHapusSistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
Link Alternatif :
arena-domino.club
arena-domino.vip
100% Memuaskan ^-^