Selasa, 26 Juni 2012

Kritik Komisioner OJK

Kritik Komisioner OJK
Anggito Abimanyu ;  Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada
Sumber :  REPUBLIKA, 25 Juni 2012


Komisi XI DPR telah memutus kan tujuh orang yang mengisi Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Selasa (19/6) malam. OJK adalah institusi yang menyatukan regulasi dan pengawasan jasa keuangan, baik bank maupun lembaga keuangan bukan bank.

Penyatuan semua lembaga yang mengatur dan mengawasi lembaga keuangan diharapkan dapat memberikan perlakuan yang sama (the same level playing field) bagi seluruh cabang industri keuangan dan semua bentuk hukum kepemilikan. Penyatuan itu sekaligus akan dipimpin oleh seorang ketua dewan komisioner, satu orang wakil ketua, dan tujuh anggota meliputi empat kepala eksekutif, seorang auditor, dan dua orang anggota ex-officio dari BI dan Kemenkeu. Untuk jabatan ketua, para anggota dewan memilih Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D Hadad secara aklamasi. 
Sementara itu, enam orang lainnya terpilih berdasarkan pemungutan suara (voting).

Baru sehari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memilih DK OJK, protes langsung bergulir. Protes keras datang dari Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas). Mereka memprotes komposisi DK OJK terpilih yang tidak meloloskan wakil industri perbankan di lembaga super dalam industri keuangan ini. Komposisi terbanyak dari regulator, yakni Kementerian Keuangan (Kemenkeu) serta Bank Indonesia (BI).

Dari Kemenkeu ada Nurhaida (kepala Bapepam), Firdaus Djaelani (sekarang di LPS), serta Rahmat Waluyanto (dirjen Pengelolaan Utang). Adapun dari BI ada Muliaman Hadad yang terpilih menjadi ketua OJK, Kusumaningtuti S Soetiono, serta Nelson Tampubolon. Satu-satunya yang beda adalah Ilya Avianti dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Perbanas juga memprotes karena BI dan Kemenkeu sudah memiliki wakil ex-officio dalam lembaga ini. Walau mengaku tetap menghormati keputusan presiden dan DPR, “Sangat disayangkan tak ada tempat satu pun wakil kami,“ jelas Ketua Perbanas Sigit Pramono, Rabu (20/6). Menurut Sigit, keputusan Komisi XI ini tidak bijak. Harusnya ada asas keseimbangan dan keterwakilan industri yang menjadi dasar pemikiran sebelum memutuskan para pemimpin lembaga super ini.

Untuk itu, konon Perbanas berencana menempuh jalur hukum. Yakni, mengajukan uji materi beberapa pasal Undang-Undang OJK ke Mahkamah Konstitusi. Namun, Sigit belum bisa memastikan kapan rencana ini akan dilakukan. Tidak jelas pasal mana dalam UU OJK yang akan digugat Perbanas karena anggota dewan komisioner bersifat tidak eksklusif dan tidak ada pertimbangan asas keseimbangan dan keterwakilan industri.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis menilai, Perbanas tak konsisten. Sebelum uji kelayakan dan kepatutan, DPR sudah memanggil Perbanas dan Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara).

Saat itu, kedua asosiasi bankir ini menganggap ke-14 nama yang diajukan pemerintah baik. Mereka pun memercayakan DPR untuk memilih tujuh anggota dewan komisioner dari 14 nama.

Menyalahkan DPR, menurut Harry, tidak fair. Sebab, Perbanas tidak pernah menyebutkan secara khusus calon mana yang mereka dukung. Ketika bertemu Komisi XI, mereka hanya mengemukakan hal yang bersifat umum.

Prioritas OJK

Meski terjadi polemik antara DPR dan Perbanas, OJK harus segera melakukan langkah-langkah dan prioritas utama, yakni mempersiapkan konsolidasi anggota dewan komisioner terpilih. Prioritas kedua adalah mempersiapkan langkah-langkah transisi ke 2013 dan 2014 sebelum berfungsi penuh sebagai OJK yang terintegrasi.

Prioritas ketiga adalah memastikan kegiatan pengawasan industri keuangan tetap berlangsung secara normal dan wajar, termasuk implementasi berbagai macam kebijakan agar tidak mengganggu stabilitas industri keuangan. Keempat, menyiapkan integrasi pengawasan antara Bapepam-LK dan pengawasan perbankan dari BI.

Kontribusi dari sektor keuangan di Indonesia masih rendah dalam mendorong pertumbuhan dan pemerataan pendapatan. Pada 2011, rasio antara aset perbankan dan PDB nominal diperkirakan mencapai 68 persen dan kapitalisasi pasar adalah 47 persen dari PDB. Angka ini relatif jauh di bawah negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina. Untuk mengejar ketinggalan tersebut, diperlukan upaya dari OJK untuk mendorong terjadinya pendalaman sektor keuangan (financial deepening) dengan memperluas akses, financial inclusion, dan mengembangkan diversifikasi produk jasa keuangan, termasuk produk-produk syariah dan derivatif.

Baik dilihat dari jumlah lembaganya maupun nilai aktivanya, dewasa ini hingga masa dekat mendatang, industri perbankan masih akan tetap menjadi tulang punggung jasa keuangan di Indonesia. Dengan demikian, pengaturan dan pengawasan industri perbankan masih akan tetap menonjol dalam pengaturan serta pengawasan industri keuangan.

Sementara itu, kegiatan industri perbankan di Indonesia masih terbatas pada kegiatan tradisional, yakni menerima deposito dan memberikan kredit.
Perbankan di Indonesia belum masuk pada kegiatan derivatif yang lebih kompleks. Keperluan pembelanjaan dunia usaha dan sektor rumah tangga masih akan sangat tergantung dari industri perbankan itu. Mobilisasi modal melalui pasar obligasi dan pasar modal masih terbatas dan masih memerlukan waktu karena, antara lain, sangat bergantung pada kemajuan perbaikan insfrastruktur industri keuangan.

Masalahnya, seperti pengalaman di negara-negara lainnya, pengembangan atau inovasi produk sektor jasa keuangan berjalan lebih cepat terjadi daripada regulasi sehingga sering menimbulkan ekses negatif dan menimbulkan risiko bagi konsumen. Regulasi yang dikeluarkan sering kali tertinggal dari inovasi produk yang diluncurkan oleh lembaga keuangan, baik bank maupun Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB).

Keadaan menjadi semakin sulit karena motivasi dari pengembangan produk yang canggih dan dipenuhi dengan financial engineering serta memanfaatkan celah kelemahan regulasi yang sekaligus menumbuhsuburkan praktik-praktik kecurangan mulai dari pemberian imbalan tinggi hingga penipuan yang pada akhirnya merugikan investor, khususnya investor ritel. Disinilah pentingnya pemahaman terhadap berbagai inovasi produk, aspek prudensial, dan pengembangan regulasi.

Untuk itu, yang diperlukan oleh OJK adalah pembentukan unit spesial yang mengkaji perkembangan inovasi produk-produk keuangan di seluruh dunia. Unit ini juga harus mempelajari seluruh best practice regulasi di seluruh dunia dan melakukan quick response bekerja sama dengan lembaga-lembaga riset ekonomi-keuangan di berbagai universitas.

OJK perlu mengoptimalkan peran dari Komisi Kode Etik dalam menjalankan GCG di internal OJK, mengefektifkan aparat penyidikan, dan bekerja sama dengan instansi pengadilan dalam penegakan hukum terhadap berbagai praktik-praktik kecurangan.

Di sisi lain, sektor keuangan di Indonesia masih rentan menghadapi risiko downside dan external shock akibat krisis global yang menular dengan cepat melalui sektor keuangan dan trade financing. Dalam menghadapi dampak krisis global, sektor keuangan harus memiliki struktur permodalan yang kuat dan juga pendanaan yang stabil. Struktur pendanaan yang dimiliki oleh sektor keuangan saat ini masih memiliki risiko keuangan, yakni jangka waktu terlalu pendek, peranan dari dana asing yang cukup besar, dan sumber dananya kurang bervariasi.

Dalam masa transisi sangat penting bagi OJK untuk dapat membangun kredibilitas, integritas, independensi, dan kepercayaan mengingat hal tersebut merupakan pertaruhanan bagi keberlanjutan institusi baru seperti OJK. Konsolidasi dalam masa transisi penting dilakukan untuk memastikan kredibilitas OJK dalam berkoordinasi dengan pihak lain. Dalam masa transisi, perlu dibentuk sebuah tim untuk membuat jadwal agenda masa transisi yang kredibel.

Terlepas masalah protes dari Perbanas, menurut saya, komposisi DK OJK saat ini sudah cukup ideal. Tidak masuknya personal dari industri perbankan, khususnya, tidak menjadi masalah karena OJK adalah institusi yang mengatur dan mengawasi jasa keuangan, bukan pelaku.

Dan sayangnya, calon-calon dari industri perbankan yang diajukan oleh Perbanas maupun yang masuk dalam 14 besar bukan calon terbaik. Jadi, maklum jika tidak ada calon dari industri yang terpilih oleh DPR. Ini juga sekalian introspeksi dari Perbanas sendiri. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar