Sabtu, 30 Juni 2012

Meninjau Fatwa Haram Vasektomi


Meninjau Fatwa Haram Vasektomi
Ahmad Rofiq ; Guru Besar Hukum Islam IAIN Walisongo,
Sekretaris Umum MUI Jawa Tengah
SUARA MERDEKA, 29 Juni 2012


MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) mempunyai hajat besar tiga tahunan, yakni Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI Pusat dan Provinsi se-Indonesia, pada 29 Juni-2 Juli 2012 di Ponpes Cipasung Singaparna Tasikmalaya Jabar. Kegiatan itu akan membahas banyak agenda, di antaranya moratorium haji, pengelolaan biaya perjalanan haji yang menunggu 10 tahun lebih berikut bagi hasilnya di bank syariah atau bunganya jika di bank konvensional, dan mengapa calhaj tidak menikmati?

Dalam forum itu, MUI Jateng dan Jatim akan mengusulkan peninjauan ulang fatwa haram tentang vasektomi, yaitu pemotongan saluran sperma (vas deferens) 1-2 cm, disertai pengikatan pada masing-masing ujung potongan yang tertinggal (Rifki Muslim, 2012). Vasektomi merupakan jenis kontrasepsi mantap, dengan syarat punya anak minimal 2, minimal berusia 30 tahun, tak ada kontraindikasi, dan sepersetujuan istri. Ulama menambahkan syarat, tidak digunakan untuk tujuan maksiat.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah kali kedua mengeluarkan fatwa haram tentang vasektomi. Pertama; pada 13 Juni 1979 dengan alasannya vasektomi/ tubektomi disamakan dengan pemandulan, serta di Indonesia belum dapat dibuktikan vasektomi/ tubektomi bisa disambung kembali. 

Kedua; pada 26 Januari 2009 melalui Ijtima Ulama III Komisi Fatwa MUI Provinsi se-Indonesia dan MUI Pusat di Padangpanjang. Hanya fatwa kedua itu lebih ‘’maju’’ karena mencantumkan deskripsi  bahwa seiring dengan perkembangan teknologi kini vasektomi dapat dipulihkan kembali (rekanalisasi). Artinya, ahli urologi kita bisa menyambung kembali saluran sperma namun kemampuan untuk kembali punya anak sangat menurun, bergantung pada lama tidaknya tindakan vasektomi.

Dalam uji coba oleh Sujoy Guha di India, vasektomi bisa dilakukan dengan menyuntikkan zat kimia reversible inhibition of sperm under guidance (RISUG), yang akan melapisi bagian dalam vas deferens dan membunuh sperma yang melewati. Perkiraan efektivitasnya, satu suntikan bertahan lebih kurang 10 tahun. Ketika yang bersangkutan ingin membuka ulang saluran sperma, cukup dengan suntikan sodium bikarbonat (Rifki Muslim, 2012).

Fatwa Baru

Belakangan diyakini bahwa rekanalisasi —atau penyambungan kembali— atas vasektomi sukses dilakukan. Kemenkes, melalui Sekjen dr Ratna Rosita MPHM, secara resmi mengirim surat Nomor: TU.05.02/V/1016/2012 tertanggal 11 Juni 2012 memohon peninjauan kembali fatwa mengenai vasektomi kepada MUI Pusat. Perhimpunan Dokter Spesialis Urologi Indonesia dalam pertemuan dengan BKKBN juga menyampaikan ringkasan eksekutif yang ditandatangani 11 dokter atas hasil kajian vasektomi dan rekanalisasi pada 8-9 Juni 2012 di Bogor.
Ditegaskan bahwa vasektomi tidak memengaruhi libido (gairah seksual), kemampuan ereksi, ejakulasi, dan orgasme. Angka keberhasilan tindakan ini lebih dari 99%. 

Di Situbondo Jatim beberapa bulan terakhir ini (Saefullah, 2012) tidak kurang 100 orang tiap bulan antre ingin vasektomi, setelah ada testimoni dari mereka yang sukses vasektomi sekaligus sukses rekanalisasi. Testimoni itu di antaranya dari pasutri Njoto Djatmiko-Mamiek Widda Pratiwi.

Nyoto menjalani vasektomi pada September 1988, dan pada 5 Mei 1998, atau setelah 9 tahun 8 bulan kemudian, ia menikah dengan Mamiek. Tanggal 13 Juli 1999 ia menjalani rekanalisasi di RSU Dr Soetomo Surabaya ditangani Prof Dr dr Doddy M Soebadi SpB SpU (K). Belum genap setahun pemulihan itu, pada 17 Juni 2000 pasutri itu melahirkan anak pertama, disusul anak kedua pada 8 Desember 2006.

Dengan demikian, vasektomi yang semula diharamkan karena ada anggapan ‘illat pemandulan permanen, tidak terbukti. Terlebih dokter di Indonesia bisa merekanalisasi, bahkan ada bukti pasutri yang suaminya dulu divasektomi bisa kembali punya anak. Karena itu, fatwa haram MUI sepatutnya diubah menjadi diperbolehkan (mubah). ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar