Selasa, 26 Juni 2012

Transisi, Masa Krusial OJK


Transisi, Masa Krusial OJK
( Wawancara )
Muliaman Darmansyah Hadad ;  Ketua Dewan Komisioner OJK
Sumber :  MEDIA INDONESIA, 25 Juni 2012


SELASA (19/6), Komisi XI DPR akhirnya sepakat memilih Muliaman Darmansyah Hadad yang saat ini menjabat Deputi Gubernur Bank Indonesia sebagai Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pria berusia 52 tahun itu menurut rencana akan dilantik Presiden bulan depan setelah Dewan Komisioner OJK ditetapkan DPR pada rapat paripurna besok.

Sehari setelah pengumuman Komisi XI, Muliaman menuturkan kepada wartawan Media Indonesia Gayatri Suroyo, di ruang kantornya di Gedung BI, Jakarta, tentang persiapan menghadapi tugas barunya di OJK yang akan mulai beroperasi awal 2013.

Apa prioritas awal Anda setelah nanti resmi di OJK?

Prioritas pertama bagaimana menjaga masa transisi berjalan lancar. Apa yang dimaksud masa transisi? Saya kira mempersiapkan seluruh organ OJK, menerima kedatangan rekan-rekan dari Kementerian Keuangan dan BI, melakukan konsolidasi internal agar tercipta satu kultur yang sama.

Ini kan datang dari latar belakang kultur pengawasan yang berbeda. Misalnya, karena yang diawasi BI itu bank, semangat prudensial yang menonjol. Di pasar modal, fokusnya beda karena mengutamakan bagaimana market conduct berjalan baik, keterbukaan, transparansi, perlindungan investor. Kultur dan fokus yang beda itu memerlukan waktu untuk diselaraskan.

Transisi juga tak hanya soal kultur, tapi misalnya bagaimana kita memastikan kelangsungan kegiatan pengawasan sehingga tak mengganggu confidence, tidak mendisrupsi stabilitas sistem keuangan yang ada. Juga, tidak mengurangi kepastian, seperti kelangsungan kebijakan dan inisiatif yang sudah dijanjikan. Khususnya kepastian berusaha supaya industri keuangan bisa berkembang terutama pada masa-masa seperti ini ketika kita dihadapkan pada situasi Eropa.

Soal pengawasan, bagaimana OJK menjawab kritik sebagian masyarakat terhadap celah pengawasan yang ada?

Prioritas kedua, saya kira banyak harapan masyarakat terhadap perbaikan kualitas pengawasan, terutama pengawasan yang lebih terintegrasi, menyeluruh, tidak ada loophole. Pengalaman beberapa tahun terakhir ini, banyak hal tak terkover karena semangat sektoral sangat menonjol. BI mengawasi bank saja, Bapepam-LK mengawasi pasar modal saja. Padahal belakangan, kedua sektor itu menjadi blur dan banyak sekali produk hybrid yang di tengah-tengah. Dengan pengawasan terintegrasi, kita berharap kualitas pengawasan akan lebih baik, loopholes bisa dikurangi.

Tentu saja nanti ada strategi yang perlu kita buat. Misalnya, bagaimana meningkatkan penerapan manajemen risiko yang baik di lembaga keuangan, bagaimana conduct pasar modal dan law enforcementnya bisa berjalan baik, termasuk edukasi masyarakat.

Prioritas lain?

Yang ketiga, bagaimana membangun koordinasi dan komunikasi, terutama dengan instansi terkait. Koordinasi mungkin mudah disebutkan, tapi susah diimplementasikan.

Belajar dari kegagalan OJK-OJK lain di luar negeri, saya kira kunci pokoknya bagaimana agar sejak hari pertama komunikasi bisa berjalan. Tidak hanya pada top level, tapi juga technical level. Koordinasi itu harus jadi bagian dari proses, built in dengan proses pengambilan keputusan. Jadi harus check list koordinasi sudah dilakukan atau belum.

Mengapa koordinasi penting? Terdapat kemungkinan-kemungkinan persinggungan-persinggungan sangat besar, terutama dengan BI, karena kita sama-sama berurusan dengan sistem keuangan. Walaupun UU mengatakan BI urusannya makroprudensial, OJK mikroprudensial, enggak mudah dalam implementasinya--kait-mengait.

Overlapping pekerjaan ini luar biasa. Kalau tidak disertai pemahaman sama, saya kira sulit. Membangun koordinasi menjadi tahapan vital, kunci keberhasilan OJK di masa yang akan datang.

Yang terakhir ialah bagaimana menciptakan nilai tambah baru dengan kehadiran OJK. Memberi kontribusi terhadap pembangunan ekonomi negara ini. Beberapa hal yang jadi prioritas, bagaimana OJK bisa membuka akses keuangan terhadap masyarakat Indonesia, insentif pada pembukaan kantor-kantor di Indonesia Timur, resiprokalitas, peran bank asing, saya pikir itu bisa kita pikirkan pada waktunya.

Koordinasi seperti apa yang akan dibangun OJK?

Di UU OJK, koordinasi sudah jadi aturan. Malah kemudian dibentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Artinya, disadari bahwa koordinasi itu baik, dalam keadaan normal maupun distress. Yang penting mekanisme itu ada dan menjadi business process, bukan formal.

Makanya saya katakan dia harus built in atau embedded dalam proses pengambilan keputusan sehingga tak jadi sekadar jargon. Bentuknya bisa meeting, pendalaman materi, BBM (Blackberry Messenger), bisa apa saja. Tapi, yang jelas harus ada mekanisme yang mengatur.

Dalam protocol management crisis (PMC) yang kita tanda tangani nota kesepahamannya Kamis lalu, setiap instansi diminta agar punya PMC masing-masing sebagai sumber informasi. Nanti akan diatur dan dikoordinatori di sekretariat FKSSK. Pada saat itu, call for meeting bisa datang dari siapa saja.

Selain perbedaan kultur pengawasan, ada perbedaan kultur kerja dari sekian elemen yang melebur ke OJK. Bagaimana pendekatan Anda?

Konsolidasi internal itu dimulai dengan shared value, nilai-nilai organisasi yang di-share oleh seluruh jajaran. Apa bedanya tim dengan gerombolan? Kalau tim punya tujuan ke satu titik, sedangkan gerombolan kayak orang di pasar, enggak jelas tujuannya. Dalam organisasi harus terbentuk tim yang kuat--tim yang men-share nilai-nilai yang diartikulasikan pimpinannya.

Visi OJK, mandat itu harus ditranslate menjadi nilai-nilai yang dijadikan pegangan. Oleh karena itu, selain shared value tadi, saya melihat harus dikuatkan betul leadership pada seluruh level sehingga bisa menuju satu titik pengawasan yang terintegrasi.

Sudah konsolidasi dengan jajaran DK lainnya?

Belum. Ini saja saya takut kualat juga sudah bicara macam-macam sebelum dilantik. Saya kenal teman-teman itu karena mereka toh bukan orang baru di bidang masing-masing. Tidak ada kekhawatiran, mereka adalah profesional yang sudah lama berkiprah di bidangnya.

Pendapat Anda soal concern terhadap potensi penyimpangan di OJK?

Bisa saja terjadi. Artinya begini, itu terjadi karena dua: ada keinginan dan kesempatan. Kalau kesempatan kita tutup dengan mekanisme dan prosedur yang bersih, tapi keinginan masih ada ya, bagaimana? Harus dua-duanya.

Bagaimana keinginan dikurangi? Ada motivasi di balik itu. Bagaimana agar berkurang, basic needs orang itu, apakah apresiasi, kebutuhan kebutuhan lain, menjadi penting.
Saya kira membangun konsolidasi internal juga termasuk bagaimana kesempatan untuk itu jadi berkurang.

Ada juga kekhawatiran asosiasi bahwa sejak Juli sampai Januari 2013 mereka akan dikepalai dua orang. Apa memang seperti itu?

Enggak. UU sudah membuat sedemikian rupa sehingga masa transisi bisa berjalan baik. Sekarang sampai Januari, OJK belum bertugas. Artinya BI dan Bapepam-LK menjalankan fungsi mereka. Saya pikir untuk baru-baru tak akan ada perubahan yang terlalu dramatis. Aktivitas harian berjalan normal.

Soal iuran OJK, bukankah sejumlah pelaku industri masih keberatan?

Sebetulnya asal kita mampu menjelaskan kenapa itu perlu dan apakah digunakan secara bijaksana dan bertanggung jawab. Kita bukan yang pertama melakukan itu. Di negara lain juga dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas yang baik, jangan asal minta.

Malah bagi OJK beban moralnya akan besar. OJK perlu persiapkan mengapa ini perlu, digunakan untuk apa, dan dibahas dengan pihak-pihak terkait. Pihak terkait tidak hanya industri, tapi juga parlemen dan sebagainya.

DPR sempat meminta OJK bantu menyelesaikan sejumlah kasus yang menurut mereka belum beres, misalnya Bank Indover, Bank Global, dan Bank Century.
Apa yang akan dilakukan OJK?

Saya kira begini. Tentu saja akan diakselerasi penyelesaiannya. Mungkin juga tidak akan diselesaikan sendiri. Yang sudah memasuki ranah hukum, ya, melibatkan penegak hukum. Kalau belum, masih di wilayah kita, kita selesaikan. Tapi intinya kita akan akselerasi semua isu-isu itu untuk memperoleh kepastian final sehingga yang menggantung bisa selesai. Ranah tak bertuan dulu, loophole seperti itu, dengan pengawasan yang lebih terintegrasi kan probabilitasnya semakin kecil.

Ada pesan dari Gubernur (Gubernur BI Darmin Nasution-red) setelah terpilihnya Anda menjadi Ketua DK OJK?

Dia selalu support, apalagi dia melihat persinggungannya akan besar. Mungkin dia merasa perlu orang yang memahami apa pekerjaan BI. Itu yang saya rasakan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar