Rabu, 27 Juni 2012

Kriteria Cagub DKI Jakarta


Kriteria Cagub DKI Jakarta
Paul Sutaryono ;  Alumnus MM-UGM Yogyakarta
Sumber :  SUARA KARYA, 26 Juni 2012


DKI Jakarta segera menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada), diikuti enam pasangan cagub-cawagub periode 2012-2017. Calon tersebut terdiri dari empat pasangan dari koalisi parpol, yakni Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama, Alex Noerdin-Nono Sampono, Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli dan Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini. Dua pasangan lainnya dari jalur perorangan adalah Faisal Basri-Biem Benjamin dan Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria. Bagaimana kriteria yang jitu bagi calon Gubernur DKI Jakarta?

Dalam sejarah Pilkada DKI Jakarta, baru kali ini terdapat calon gubernur dari jalur perorangan. Langkah ini sudah barang tentu menjadi sinar harapan baru bagi pilkada di daerah lain untuk meniru. Karena, suka tidak suka, apa pun yang dilakukan oleh Pemprov DKI akan ditiru oleh daerah lain di Indonesia.

Tengok saja, moda transportasi TransJakarta yang dikenal busway, kini banyak ditiru oleh daerah lain. Yogyakarta pun sekarang sudah memiliki busway walaupun kota mahasiswa itu belum macet seperti Jakarta. Busway telah dianggap sebagai salah satu alternatif dalam mengatur moda transportasi di kota-kota besar di Nusantara.

Sesungguhnya yang ditiru bukan hanya model transportasi. Tetapi, busway juga telah mengajarkan kepada publik bagaimana harus antri dengan disiplin ketika masuk dan keluar bus. Penumpang bus yang keluar lebih diutamakan daripada penumpang yang akan masuk bus. Kedisiplinan semacam itu pasti menjadi seni baru bagi sebagian besar penumpang bus kota di kota mana pun di Indonesia.

Lantas, bagaimana kriteria Cagub DKI Jakarta?

Pertama, mampu menjadi solusi. Mau tidak mau, Cagub DKI Jakarta harus lebih hebat daripada daerah lain. Mengapa? Karena, DKI Jakarta selain sebagai ibu kota juga sebagai pusat pemerintahan.

Itu berarti DKI Jakarta adalah pusat politik, perdagangan, pendidikan dan budaya. Di lain pihak, DKI juga menjadi puat masalah nasional, misalnya, korupsi, banjir, kemacetan, kriminalitas, pengangguran dan premanisme.

Dhus, Cagub DKI harus mampu bukan saja memberikan solusi namun juga menjadi solusi itu sendiri. Calon harus melekat erat pada masalah yang sedang dihadapi bukan hanya mampu menyampaikan imbauan. Dengan demikian, calon mampu memberikan dirinya sendiri sebagai solusi. Aneh? Tidak.

Kedua, memberikan darah baru dan udara segar. Cagub DKI harus mampu memberikan darah baru dan bahkan udara segar bagi seluruh jajarannya dan segenap warganya. Kalau calon berkampanye mampu mengatasi kemacetan dan banjir, misalnya, jangan keburu menaruh kepercayaan penuh. Jangan pernah alpa bahwa calon dari pendatang baru tidak berarti akan mampu memberikan darah baru dan udara segar. Begitu pula sebaliknya.

Hal yang lebih penting, bagaimana sang calon memberikan alternatif untuk membereskan masalah-masalah besar yang tiada pernah terselesaikan selama ini. Telitilah apakah alternatif itu masuk akal dilaksanakan di lapangan, misalnya, membereskan kemacetan dan banjir dalam waktu setahun. Jadi, jangan hanya melihat janji-janji belaka, yang mudah untuk disampaikan.

Ketiga, memiliki pengalaman konkret. Teliti sebelum membeli. Itu anjuran secara umum. Ingat, cermati pula pengalaman selama ini ketika calon menjadi kepala daerah. Apakah selama itu si calon diterima dan bahkan dicintai oleh rakyatnya sendiri.

Amati pula bagaimana pengalaman sang calon dalam mengatasi masalah-masalah sosial, misalnya, dalam menangani pedagang kali lima. Menggusur itu lebih mudah dan cepat daripada memindahkan mereka dengan hati. Apakah langkahnya selama ini dilakukan dengan pendekatan keamanan semata atau dengan jurus manusiawi?

Keempat, berani mengambil risiko. DKI selama ini menghadapi berbagai tantangan seperti kemiskinan kota. Namun, penduduk di luar kota memandang Jakarta sebagai kota penuh kemewahan sehingga mereka berbondong-bondong masuk DKI untuk ikut menikmati kue kemewahan itu.

Oleh karena itu, setiap saat DKI Jakarta kedatangan tamu dari daerah lain untuk mengadu nasib. Bagi mereka yang memiliki kompetensi tinggi akan lebih mudah memperoleh pekerjaan yang layak. Celakanya, mereka yang tidak mempunyai kompetensi memadai akan menjadi benalu mengingat persaingan di Ibu Kota untuk memperoleh pekerjaan sangat sengit dan bahkan tanpa emosi. Akhirnya, mereka menjadi bagian dari kemiskinan kota.

Kemiskinan inilah yang menjadi akar segala masalah DKI Jakarta. Apa saja? Kita sebut beberapa, misalnya, pengangguran absolut dan pengangguran tersamar dan premanisme. Kondisi ini mengakibatkan tingginya tingkat kriminalitas di DKI Jakarta.

Oleh sebab itu, Cagub DKI harus berani mengambil risiko (risk taker) dalam menghadapi aneka masalah tersebut. Untuk dapat menyelesaikan suatu masalah, sang calon harus mampu lebih dulu mengenali dengan tepat apa akar atau sumber masalah itu sendiri. Tidak hanya asal 'menembak burung di langit biru' alias asal berbuat padahal tidak menyelesaikan masalah kunci. Mereka yang tidak berani mengambil risiko di lapangan lebih baik mundur teratur daripada babak belur.

Kelima, mengantongi integritas tinggi. Meskipun butir ini ditaruh paling belakang bukan berarti ini tidak penting. Sejatinya, justru integritas tinggi menjadi butir pertama dan utama.

Kok begitu? Karena jabatan kepala daerah sungguh mandi madu yang berarti sarat dengan godaan besar. Maka, tidak heran banyak orang berlomba untuk menduduki jabatan semacam itu. Repotnya lagi, kalau ada calon mencari pekerjaan sebagai motivasi untuk menjadi cagub. Itu sungguh tidak layak.

Dengan mencermati aneka kriteria tersebut, warga DKI hendaknya tidak terlena dengan janji-janji para calon dalam kampanye selama ini. Alhasil, segenap pemilih dapat menentukan pilihan mereka dengan tepat sasaran. Tidak asal nyoblos.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar