Rabu, 27 Juni 2012

Tanggung Jawab Parpol


Tanggung Jawab Parpol
Ramlan Surbakti ;  Guru Besar FISIP Universitas Airlangga Surabaya
Sumber :  KOMPAS, 26 Juni 2012


Kalau UU Pemilu Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD mengadopsi tata cara penetapan calon terpilih berdasarkan urutan suara terbanyak, kepada siapa calon terpilih akuntabel secara politik?

Jawabannya, tergantung partai politik atau calon. Calon dapat dibedakan menjadi calon perseorangan dan calon dari partai politik. Misalnya, calon presiden dan wakil, calon kepala daerah dan wakil. Mereka bukan partai politik, melainkan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan partai politik atau gabungan partai politik. Ada juga pasangan calon perseorangan yang diusulkan oleh sekelompok pemilih. Calon anggota DPD juga bukan partai politik, melainkan perseorangan.

Konsekuensinya, presiden dan wakil presiden secara politik akuntabel bukan kepada partai politik yang mengusulkan, melainkan kepada para pemilih.

Pasal 22E Ayat (3) UUD 1945 menetapkan partai politik sebagai peserta pemilu DPR dan DPRD sehingga anggota DPR dan DPRD terpilih akuntabel secara politik kepada konstituen melalui partai politik. Akuntabilitas anggota dewan kepada konstituen dikoordinasi partai politik.

Hanya para anggota dewan yang wajib menjelaskan kepada konstituen apa saja yang dilakukan dan yang tidak dilakukan di DPR dan DPRD sekaligus menjawab pertanyaan, kritik, dan masukan dari konstituen. Akuntabilitas politik anggota DPR dan DPRD kepada konstituen melalui partai politik adalah salah satu konsekuensi politik partai sebagai peserta pemilu.

Konsekuensi

Setidaknya terdapat 14 konsekuensi pemilu lain kalau partai politik menjadi peserta pemilu. Pertama, partai politik melaksanakan fungsi representasi politik, yaitu merumuskan dan memperjuangkan kepentingan masyarakat menjadi kebijakan publik. Fungsi ini terkait dengan partai politik sebagai wadah penyaluran aspirasi dan partisipasi warga dalam proses politik.

Kedua, partai politik melaksanakan rekrutmen dan kaderisasi anggota partai menjadi calon pemimpin, baik pemimpin partai, calon anggota DPR dan DPRD, maupun calon kepala pemerintahan daerah dan nasional. Substansi kaderisasi mencakup kapasitas politik, yaitu pemahaman dan penguasaan ideologi partai, kemampuan komunikasi politik, serta kemampuan menerjemahkan aspirasi rakyat menjadi kebijakan publik.

Ketiga, model representasi politik yang diadopsi cenderung ke trustee/ independen daripada delegasi/mandat. Meski partai yang melaksanakan fungsi representasi politik, pemilih cenderung memberikan suara kepada satu partai politik berdasarkan identifikasi dan platform partai.

Nomor Urut

Keempat, partai politik yang menentukan nomor urut calon anggota DPR dan DPRD. Hal ini terjadi karena berangkat dari asumsi dasar bahwa partai politik yang paling tahu tentang integritas dan kualitas calon.

Kelima, materi kampanye calon anggota DPR dan DPRD adalah visi, misi, dan program partai. Visi dan misi partai adalah cerminan ideologi (platform) partai, sementara program pembangunan bangsa merupakan penjabaran ideologi partai sesuai dengan aspirasi dan kepentingan konstituen yang ditampung partai.

Keenam, pengurus partai politik menjadi penanggung jawab, koordinator, dan pelaksana kampanye. Sementara para calon biasanya tidak hanya mengampanyekan visi, misi, dan program partai, tetapi juga program calon yang sangat transaksional karena langsung ditukar dengan suara. Sebagai peserta pemilu, partai politik perlu mengendalikan kegiatan kampanye para kadernya yang menjadi calon anggota DPR dan DPRD.

Ketujuh, partai politik yang menentukan saksi untuk mewakili partai dalam pemungutan dan penghitungan suara hingga ke rekapitulasi hasil penghitungan suara dari TPS sampai KPU.

Tata Cara Pencoblosan

Kedelapan, pemilih memberikan suara kepada partai politik dan karena itu hanya nama, nomor, dan tanda gambar partai politik yang seharusnya tercantum dalam surat suara. UU No 8/2012 menentukan tiga cara sah memberikan suara: mencoblos satu nama calon, mencoblos satu tanda gambar partai, atau mencoblos satu nama calon dan satu tanda gambar partai.

Kesembilan, jumlah kursi yang diperebutkan harus sekurang-kurangnya tiga kursi (multi-member constituencies) dan rumus untuk membagi kursi di setiap dapil harus proporsional (proportional representation). UU No 8/2012 jelas memenuhi kedua hal ini.

Formula pemilihan proporsional mengenal dua metode pembagian kursi yang masing-masing mengklaim paling adil, yaitu metode kuota dan metode divisor. UU Pemilu baru tetap menggunakan metode kuota setelah metode divisor Sainte-Lague (Webster) yang didukung FPG dan FPDI kalah voting.

Kesepuluh, partai politik bertanggung jawab memenuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai dana kampanye, termasuk dalam menyusun dan menyampaikan laporan awal dana kampanye serta laporan akhir penerimaan dan pengeluaran dana kampanye pemilu. Para calon biasanya cenderung lebih aktif melakukan kampanye dengan dana, cara, dan waktu sendiri daripada kampanye yang dikoordinasi partai. Seluruh penerimaan dan pengeluaran setiap calon suatu partai wajib dikendalikan dan dilaporkan pengurus partai ke KPU.

Kesebelas, penetapan calon terpilih dilakukan berdasarkan nomor urut calon (nomor urut calon ditetapkan oleh partai sebagai peserta pemilu) karena kursi yang diberikan kepada calon adalah milik partai politik sebagai peserta pemilu.

Subyek Hukum

Kedua belas, partai politik menjadi subyek hukum dalam proses penyelenggaraan pemilu. Partai politik diwakili oleh ketua umum dan sekretaris jenderal partai (atau nama lain) pada tingkat nasional serta ketua dan sekretaris partai pada tingkat daerah.

KPU hanya akan menerima daftar calon anggota DPR kalau diajukan dan ditandatangani oleh ketua umum dan sekretaris jenderal partai. Pengurus parpol yang tidak menyerahkan laporan awal dana kampanya sesuai jadwal dan format KPU dilarang menjadi peserta pemilu di wilayah tertentu. Kalau pengurus pusat yang lalai, partai tersebut dilarang menjadi peserta pemilu di seluruh wilayah Indonesia.

Hanya partai politik sebagai peserta pemilu yang berhak mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU ke Mahkamah Konstitusi.

Ketiga belas, pengambilan keputusan di lembaga perwakilan rakyat dilakukan oleh fraksi/partai setelah mendengar suara anggota fraksi ataupun suara partai di daerah.

Keempat belas, partai politik dapat menarik (recalled) kadernya yang duduk sebagai anggota dewan, baik atas tuntutan konstituen melalui partai maupun karena pengabdiannya diperlukan partai di tempat lain. Untuk menghindari penarikan anggota dewan secara semena-mena, setiap partai wajib membuat kriteria dan mekanisme penarikan yang transparan, konstitusional, dan demokratis. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar