Sabtu, 02 Juni 2012

Budaya sebagai Panglima


Budaya sebagai Panglima
Budiman Sudjatmiko ; Anggota Komisi II DPR RI  
SUMBER :  SINDO, 2 Juni 2012


Manusia tidaklah hidup abadi.Tidak ada peradaban besar yang dibangun dari sebuah kecerdasan tunggal. Kejayaan dibangun dari proses akumulasi pengetahuan yang berjalan secara berkesinambungan.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Sejarah menawarkan begitu banyak kebijaksanaan yang dapat menjadi panduan untuk mengarungi masa depan. Sidang BPUPKI 1945 adalah sebuah sumber mata air kebijaksanaan dalam memandang keindonesiaan. Pidato-pidato dan dialog-dialog di dalamnya merangkai weltanschauung (pandangan mendasar) Indonesia Merdeka. Sebuah kecerdasan kolektif yang menjadi panduan dalam menggali visi keindonesiaan.

Kajian-kajian atas sidang BPUPKI 1945 selama ini didominasi oleh dimensi politik dan hukum semata. Di sini penulis mencoba menawarkan alternatif dengan memandangnya dalam dimensi kebudayaan. Dialog tanggal 29 Mei 1945 berusaha melihat negara Indonesia sebagai sebuah proses historis. Sidang hari itu merepresenta sikan sari-sari ketatanegaraan kerajaan-kerajaan klasik di Indonesia seperti Syailendra-Sriwijaya, Majapahit, Borneo, Bugis, Ambon, Minahasa.

Negara Indonesia seyogianya tidak disusun dengan meminjam atau meniru negeri lain. Dasar negara seyogianya dibangun dari sari-sari ketatanegaraan klasik yang disesuaikan dengan konteks yang ada saat ini. Presentasi tanggal 31 Mei 1945 berusaha untuk melihat dasar negara dalam perspektif hukum formal. Soepomo mengulas berbagai teori negara hingga susunan ketatanegaraan berbagai negara di dunia. Walaupun menyitir berbagai teori dan pengetahuan barat, Soepomo mengingatkan untuk tidak meniru susunan negara lain secara mentah-mentah.

Ia berkali-kali menggunakan frase “masyarakat Indonesia yang asli”, “struktur sosial Indonesia yang asli”, “tata negara Indonesia yang asli”, dan “semangat Indonesia yang asli”. Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 merumuskan dasar negara Indonesia.Pancasila atau lima asas atau lima dasar adalah persatuan philosophische grondslag (norma dasar filsafati) yang menjadi konsensus dalam sidang BPUPKI. Bung Karno merumuskan Pancasila melalui kesadaran budaya atas kebinekaan Indonesia.

Indonesia Merdeka memerlukan sebuah weltanschauung yang menjadi permufakatan bersama. Untuk itu, dasar negara harus digali dari budaya bangsa. Bung Karno menyatakan, “Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi Barat,tetapi permusyawaratan yang memberi hidup.” Dasar negara harus dibangun dari perspektif “semua untuk semua”, bukan dari “satu untuk semua” atau “semua untuk satu”. Inti sari Pancasila adalah negara gotong-royong sesuai dengan kebudayaan Indonesia.

Pada uraian di atas terlihat bahwa sidang BPUPKI 1945 sejatinya adalah sebuah formulasi strategi kebudayaan. Visi keindonesiaan harus dibangun dari pemahaman atas diri (wawasan Nusantara). Founding fathers kita menyadari pentingnya penggalian nilai budaya dalam menyusun dasar negara. Sejak awal Republik Indonesia telah dibidani atau dipanglimai oleh sebuah strategi kebudayaan. Visi keindonesiaan harus dikembalikan dengan menjadi budaya sebagai panglima, bukan politik, hukum, ekonomi, apalagi anggaran sebagai panglima.

Strategi Kebudayaan

Lalu dari manakah strategi kebudayaan tersebut harus dibangun? Kebangkitan Eropa dari era kegelapan diawali proses revitalisasi budaya. Pada era ini, yang berlangsung sekitar abad 11-13, tumbuh kesadaran akan pentingnya penggalian kembali tradisi yang berkembang di Yunani, Arab, dan Romawi. Setelah revitalisasi budaya terjadi Renaisans atau perkembangan kesenian dan kesusastraan baru pada abad 14-17. Renaisans mendorong terjadinya revolusi sains pada abad ke- 16–17. Pada akhirnya terjadi restrukturisasi sistem politik (abad ke-17–18) dan revolusi industri (abad ke-18–19).

Dari sini kita dapat melihat bahwa Kebangkitan Eropa sejatinya merupakan sebuah proses panjang yang diawali proses revitalisasi budaya.Proses ini juga mengawali kebangkitan Jepang, Amerika Serikat, China, dan Rusia. Revitalisasi budaya merupakan elemen penting yang mengawali kebangkitan sebuah peradaban. Kebudayaan Indonesia harus dimulai dari proses inventarisasi dan penggalian kembali kebudayaan tradisi Nusantara.

Dua pertiga abad sudah Indonesia merdeka. Namun, ironisnya, hingga saat ini kita belum berhasil menginventarisasi kekayaan budaya yang ada di Bumi Pertiwi. Hingga saat ini tidak ada sebuah sistem basis data komprehensif mengenai kebudayaan Indonesia. Lemahnya pendataan menjadi penyebab terjadinya berbagai klaim dari pihak asing atas artifak kebudayaan Indonesia.

Namun di antara kegelapan tersebut muncul sebuah cahaya. Rekan-rekan di Perkumpulan Inisiatif Budaya Kepulauan Indonesia menginisiasi proyek inventarisasi data kebudayaan Indonesia melalui situs www.budayaindonesia. org. Data kebudayaan dikumpulkan secara partisipatif dengan melibatkan peran serta publik mulai dari alat musik, cerita rakyat, motif kain, lagu, arsitektur hingga naskah-naskah kuno. Hingga saat ini telah terkumpul sekitar 20.000 data.

Melalui pendataan ini kita dapat mencegah klaim dari pihak asing atas artifak kebudayaan Indonesia. Data-data tersebut tidak hanya disimpan, tetapi digali secara lebih jauh oleh rekan-rekan dari Bandung Fe Institute. Hingga saat ini tercatat ada puluhan penelitian yang dapat dihasilkan dari data-data tersebut, mulai dari batik fraktal, evolusi batik, generator lagu hingga arsitektur candi dan sebagainya. Salah satu riset yang menarik adalah penelitian struktur birokrasi kerajaan Nusantara oleh Adrian Effendi. Ia meneliti struktur tata negara 15 kerajaan di Nusantara dengan metode graph.

Riset ini memberikan inspirasi dalam melihat struktur tata negara dalam wilayah kepulauan. Proses revitalisasi budaya tidak hanya berguna dalam perlindungan hukum dan penelitian. Ia juga bermanfaat dalam mendorong terjadinya inovasi ekonomi. Penelitian kebudayaan yang ada telah menghasilkan sejumlah karya inovatif seperti perangkat lunak fisika batik, generator musik, generator candi, rekayasa fotografi 3 dimensi.Teknologi ini dapat dimanfaatkan oleh perajin dan pelaku seni untuk menciptakan kreasikreasi baru.

Sejak awal Republik Indonesia telah dibidani atau dipanglimai oleh sebuah strategi kebudayaan. Revitalisasi budaya tidak hanya bermanfaat bagi pengembangan budaya itu sendiri, tetapi juga dapat menginspirasi politik, hukum, dan ekonomi. Saatnya mengembalikan visi keindonesiaan ke posisi semula dengan menjadi budaya sebagai panglima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar