Komisaris
Miring Gaudensius Suhardi ; Dewan Redaksi Media Group |
MEDIA INDONESIA,
9 Agustus 2021
ADA persamaan antara
pejabat publik yang dipilih langsung oleh rakyat dan direksi, termasuk
komisaris, Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk. Sama-sama tidak ramah
terhadap mantan koruptor. Tidak ramah karena mantan
koruptor yang alumnus lembaga pemasyarakatan tidak bisa langsung diterima
menduduki jabatan-jabatan tersebut. Butuh jeda waktu lima tahun untuk
menduduki jabatan politik dan ekonomi. Jeda lima tahun
memperlihatkan komitmen bangsa ini menjadikan korupsi sebagai musuh bersama.
Korupsi musuh bersama karena ia tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi
juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Tidaklah mengherankan bila
masyarakat berteriak sangat kencang jika mantan koruptor diperlakukan secara
istimewa. Masyarakat menghendaki berjalan tegak lurus syarat menjadi pejabat
publik dan direksi BUMN "tidak pernah dipidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau
lebih." Syarat itu berlaku
terbatas untuk jangka waktu lima tahun setelah mantan terpidana selesai
menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap. Masa jeda lima tahun
semenjak yang bersangkutan lulus dari lembaga pemasyarakatan merupakan fase
kontemplatif dan korektif atas perbuatan yang pernah dilakukan. Dalam lima
tahun itu yang bersangkutan bisa memperlihatkan penyesalan sungguh-sungguh
untuk tidak mengulangi perbuatannya. Apakah jeda lima tahun
tidak melanggar hak asasi mantan koruptor? Tentu saja tidak karena dengan
jeda itu negara ingin melindungi hak warganya dari potensi pelanggaran oleh
pejabat publik atau perseorangan direksi BUMN. Ada tiga syarat pembatasan
hak asasi manusia, menurut ahli hukum asal Polandia Janusz Ignacy Symonides,
yaitu pembatasan itu harus diatur dalam aturan hukum, harus dilakukan
semata-mata untuk mencapai tujuan dalam masyarakat demokratis, dan harus
memang benar-benar dibutuhkan dan bersifat proporsional sesuai kebutuhan
sosial. Pembatasan di bidang
politik sudah berkekuatan hukum tetap berdasarkan keputusan Mahkamah
Konstitusi. Tujuan pembatasan itu untuk menghadirkan pemimpin yang bersih,
jujur, dan berintegritas. Bahkan, menurut MK, ketentuan itu merupakan
persyaratan standar yang wajar terhadap setiap orang yang ingin menjadi atau
menduduki jabatan tertentu. Bagaimana di bidang
ekonomi, khususnya Badan Usaha Milik Negara? Pasal 9 Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2003 tentang BUMN menyebutkan BUMN terdiri dari persero dan perum. Persero Terbatas diatur
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Pasal 93 menyebutkan yang dapat
diangkat menjadi anggota direksi ialah orang perseorangan yang cakap
melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu lima tahun sebelum
pengangkatannya pernah, antara lain dihukum karena melakukan tindak pidana
yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor
keuangan. Ketentuan yang sama juga
dimuat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Pasal 44
mengatur salah satu syarat pengangkatan direksi oleh menteri ialah tidak
pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.
Syarat ini, menurut pasal 47, diatur lebih lanjut dengan keputusan menteri. Syarat tersebut diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-04/MBU/06/2020 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-03/MBU/2012 tentang Pedoman
Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan
BUMN. Salah satu syarat yang
disebutkan dalam pasal 3 ialah orang perseorangan yang cakap melakukan
perbuatan hukum, kecuali dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatannya
pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara,
BUMN, anak perusahaan, perusahaan, dan/atau yang berkaitan dengan sektor
keuangan. Andai ada orang yang
diangkat sebagai komisaris anak perusahaan BUMN, mestinya tidak perlu
ribut-ribut, cukup periksa ketentuan yang berlaku. Jika seorang komisaris
diangkat pada 18 Februari 2021 padahal yang bersangkutan baru keluar dari
penjara pada 5 Maret 2016, berarti syarat tidak dipatuhi. Pengangkatannya
lebih cepat satu bulan dari seharusnya. Harus tegas dikatakan
bahwa persoalan utama bangsa ini ialah membuat peraturan untuk dilanggar
bukan untuk dipatuhi. Peraturan itu mestinya berjalan tegak lurus, bukan
miring-miring. Ketika peraturan dibiarkan berjalan miring, hasilnya komisaris
miring. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar