Senin, 30 Agustus 2021

 

Keandalan dan Keamanan Sistem Logistik Nasional

Dedi Haryadi ;  Staf Ahli pada Sekretariat Nasional Pencegahan Korupsi

KOMPAS, 24 Agustus 2021

 

 

                                                           

Keandalan dan keamanan Ekosistem Logistik Nasional (ELN) dipertanyakan, menyusul sempat terganggunya sistem layanan ekspor dan impor, "Custom Excise Information System and Automation" (Ceisa) selama 11 hari, 8-19 Agustus lalu.

 

Apakah insiden yang jelas-jelas merugikan para eksportir/importir dan membahayakan perekonomian nasional itu akan dibiarkan begitu saja, tanpa akuntabilitas?

 

Ceisa merupakan sistem atau aplikasi yang dikembangkan oleh Dirjen Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan untuk mempermudah serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengurusan izin dan layanan ekspor dan impor.

 

Izin dan layanan yang ditangani di antaranya pengurusan Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), Nota Pelayanan Ekspor (NPE) dan lain-lain.

 

Ceisa juga didesain untuk diintegrasikan dengan Portal Indonesia National Single Window (INSW) serta dipersiapkan menjadi bagian dari jejaring logistik internasional.

 

Matinya aplikasi Ceisa menimbulkan kerugian besar. Seorang pengurus organisasi importir mengungkapkan, matinya aplikasi Ceisa menyebabkan terganggunya arus dokumen dan barang ekspor, impor, billing serta meningkatnya biaya demurage (biaya yang harus dibayar importir jika telat menaikkan atau menurunkan kontainer ke atas kapal sesuai perjanjian).

 

Ditaksir biaya demurage mencapai 1,2 juta dollar AS per hari. Itu belum termasuk biaya pemindahan ke Tempat Penimbunan Sementara (TPS) Lini 2 yang selisih biayanya bisa mencapai Rp 4 juta-Rp 5 juta per kontainer ukuran 20 kaki (feet) dan Rp 7 juta-Rp 8 juta untuk kontainer ukuran 40 kaki.

 

Bukan hanya itu, yang intangible dan lebih serius, peristiwa ini bisa mengurangi kepercayaan pengusaha pada platform Ceisa, kecakapan otoritas pengelola Ceisa dan iklim bisnis/investasi. Karena itu kalau krisis ini berlanjut/berulang bisa membahayakan kinerja manajemen logistik secara keseluruhan, daya saing dan pertumbuhan ekonomi nasional.

 

Kejahatan, sabotase siber

 

Menyatakan ke publik bahwa sistem itu kini sudah pulih sangat tak memadai sebagai laporan akuntabilitas. Harus ada penjelasan yang cukup mengapa itu terjadi, termasuk siapa yang mesti bertanggung jawab. Juga harus ada garansi kejadian itu tidak akan terulang.

 

Terganggunya performa Ceisa tak terjadi dalam ruang hampa. Ada tiga konteks yang melatari peristiwa itu. Pertama, masih bercokolnya semangat anti digitalisasi di kalangan birokrat/pejabat. Digitalisasi itu mengubah transaksi finansial dari langsung ke tidak langsung. Dari personal ke impersonal. Dengan digitalisasi peluang korupsi menjadi lebih terbatas.

 

Bukan tak mungkin, insiden itu bukan karena kegagalan teknis atau tak memadainya infrastruktur teknologi informasi, tetapi disengaja. Seorang mantan walikota bercerita, aplikasi layanan izin terpadunya kerap sengaja dimatikan oleh pegawainya untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

 

Kedua, kompetisi antar vendor/provider pengembang sistem dan aplikasi dalam industri digital. Belanja pemerintah untuk digitalisasi sistem dan layanan publik mencapai triliunan rupiah. Ini bisnis digital yang menggiurkan sekaligus kompetitif. Cara-cara tak sehat bisa saja dipakai untuk memenangi persaingan dalam pengadaan, pengembangan dan pemeliharaan sistem atau aplikasi.

 

Meski kompetitif, ada juga patronase yang kuat antara pejabat di institusi pemerintah dengan para vendor/provider. Ketergantungan institusi pemerintah pada vendor/provider pengembangan sistem/aplikasi masih sangat tinggi. Bisa dihitung dengan jari institusi pemerintah yang mumpuni dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Akibatnya, risiko bobolnya kerahasiaan dan keamanan data/aplikasi sangat tinggi.

 

Ketiga, kompetisi antar pelabuhan, antar entitas ekonomi. Penataan ELN tak lepas dari konteks persaingan antar negara. Perlu diwaspadai kemungkinanan adanya pihak asing atau komprador yang menyabot keandalan dan keamanan data/aplikasi NLE.

 

Mempertimbangkan konteks itu, tak berlebihan menduga kegagalan kinerja Ceisa dan aplikasi yang lain bukan hanya akibat kegagalan teknis dan tidak memadainya infrastruktur, tapi bisa jadi karena ada kejahatan/sabotase siber.

 

Integrasi ELN melalui INSW

 

Melalui Inpres No 5/2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional, pemerintah menunjukkan kemauan dan tindakan politik untuk memperbaiki kinerja logistik nasional, iklim investasi, daya saing dan pertumbuhan ekonomi.

 

Presiden memerintahkan para menteri, sekretaris kabinet, Kapolri, kepala lembaga non departemen dan para gubernur untuk mengambil langkah-langkah —sesuai tugas, fungsi dan kewenangannya— menata ELN sesuai Rencana Aksi Penataan ELN 2020-2024. Mungkin karena sifatnya perintah, Inpres No 5/2020 jauh lebih jelas, direktif, dan bertarget dalam menata ELN ketimbang Perpres No 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Silognas).

 

Dalam rencana aksi itu ada empat program: a) simplikasi proses bisnis layanan pemerintah di bidang logistik yang berbasis teknologi informasi untuk menghilangkan repetisi dan duplikasi, b) kolaborasi sistem layanan logistik internasional maupun domestik antar pelaku kegiatan logistik di sektor pemerintah dan swasta, c) kemudahan transaksi pembayaran penerimaan negara dan fasilitasi pembayaran antar pelaku usaha terkait proses logistik dan d) penataan sistem dan tata ruang kepelabuhanan serta jalur distribusi.

 

Dari keempat program itu, kegiatan penataan ELN difokuskan pada 10 jenis layanan pelabuhan yaitu, a) penerapan single submission (SSm) untuk perizinan, b) SSm pengangkutan, c) SSm karantina dan pabean, d) penerapan pelayanan pengiriman secara elektronik/DO online, e) layanan Pengeluaran Peti Kemas (SP2), f) penerapan sistem gerbang (gate) otomatis dalam layanan penerimaan dan pengeluaran peti kemas, g) layanan pengiriman barang dengan mobil/truk (trucking), h) layanan kapal domestik, i) layanan pergudangan dan j) penggunaan sistem pembayaran tunggal.

 

Dalam diktum keenam Inpres No 5/2020 Presiden juga memerintahkan Menteri Perhubungan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian membantu/mendukung Menteri Keuangan, di antaranya mengintegrasikan sistem perizinan dan layanan ekspor-impor yang ada di masing-masing kementerian dengan sistem ELN melalui portal INSW .

 

Portal INSW adalah sistem yang mengintegrasikan informasi proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang. Portal ini menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.

 

Sistem mencakup kepabeanan, perizinan, kepelabuhanan/ kebandarudaraan, dan sistem lain yang terkait proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang.

 

Dengan diktum itu, maka berbagai aplikasi sistem perizinan dan layanan ekspor-impor yang ada di berbagai kementerian seperti aplikasi Ceisa dan Simponi (Kemenkeu), Simlala dan Inaportnet (Kemenhub), Inatrade (Kemendag) dan lain-lain harus terintegrasi dengan portal INSW.

 

Aplikasi Simponi merupakan sistem billing untuk memfasilitasi pembayaran/penyetoran dan penerimaan non anggaran. Aplikasi Simlala didesain untuk memudahkan dan mempercepat layanan perizinan usaha angkutan laut. Inatrade didesain untuk melayani perizinan dalam bidang perdagangan.

 

Sangat tak mudah menyederhanakan dan mengintegrasikan tiga relasi berbeda— relasi dari pemerintah ke pemerintah, dari pemerintah ke bisnis, dari bisnis ke bisnis— secara digital di tengah kuatnya ego sektoral dan konflik kepentingan antar dan bahkan dalam tubuh institusi pemerintah itu sendiri.

 

Dengan terintegrasinya aplikasi berbagai layanan ELN ke dalam INSW, terbayang nantinya akan ada; 1) arsitektur/instalasi digital ELN yang menguasai hidup orang banyak dan masifnya kepentingan negara, 2) ‘’bangunan” big data yang bisa diarahkan untuk mewujudkan Satu Data Indonesia (SDI) dengan tematik ELN.

 

Dengan penataan tersebut, dalam empat tahun ke depan diharapkan kita bisa meningkatkan Indeks Kinerja Logistik (IKL) dari 3,15 menjadi 3,17 atau 3,22 sehingga peringkatnya bisa bergeser dari 46 ke 40 dari sekitar 167 negara. Biaya logistik bisa turun dari 23,4 persen menjadi 17 persen dari nilai Produk Domestik Bruto.

 

Dwelling time turun dari lebih dari tiga hari menjadi atau kurang dari dua hari.

 

Obyek vital nasional baru

 

Sekurangnya ada tiga implikasi penting dari peristiwa terganggunya performa aplikasi Ceisa. Pertama, dalam upaya menegakkan prinsip akuntabilitas, DJBC perlu berinisiatif meminta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) —keduanya sebagai auditor pemerintah— mengaudit infrastruktur, teknologi dan keamanan aplikasi Ceisa.

 

Hasil audit dipublikasikan ke publik, khususnya para eksportir/importir sebagai korban langsung dari terganggunya Ceisa. Kalau dari hasil audit ada pejabat yang harus dimutasi itu kewenangan/domain Menkeu.

 

Kedua, Tim Koordinator SPBE Nasional –yang beranggotakan KemenPANRB, Kemenkominfo, Kemenkeu, Kemendagri, Bappenas, BPPT dan BSSN—perlu memastikan kesiapan kerangka regulasi audit teknologi dan keamanan aplikasi SPBE. Tim ini harus mengakselerasi penerbitan Peraturan Menkominfo tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Audit Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan beberapa peraturan badan (perban) di bawahnya.

 

Regulasi tersebut sangat ditunggu banyak pihak, terutama kalangan pebisnis digital, untuk mengukuhkan peran mereka dalam bisnis audit teknologi dan keamanan aplikasi SPBE.

 

Ketiga, mempertimbangkan aspek kemaslahatan publik dan dalamnya kepentingan negara, Menkeu perlu menetapkan arsitektur/instalasi digital ELN beserta aplikasi di dalamnya sebagai obyek vital nasional.

 

Pasal 9 Keppres No 63/2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional menyebutkan status obyek vital nasional harus ditetapkan berdasarkan keputusan menteri dan/atau lembaga pemerintah non departemen. Kalau sudah ditetapkan sebagai obyek vital nasional ada kewajiban bagi otoritas pengelola sistem/aplikasi bersama dengan Kepolisian untuk mengembangkan sistem pengamanan yang terpercaya dan dapat diandalkan.

 

Ketiga hal itu bisa memperkuat keandalan dan keamanan arsitektur/instalasi digital ELN yang nanti berujung pada menguatnya kinerja logistik, iklim investasi, daya saing dan pertumbuhan ekonomi nasional. ●

 

Sumber :  https://www.kompas.id/baca/opini/2021/08/24/keandalan-dan-keamanan-sistem-logistik-nasional/

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar