Keandalan
dan Keamanan Sistem Logistik Nasional Dedi Haryadi ; Staf Ahli pada Sekretariat Nasional
Pencegahan Korupsi |
KOMPAS, 24 Agustus 2021
Keandalan
dan keamanan Ekosistem Logistik Nasional (ELN) dipertanyakan, menyusul sempat
terganggunya sistem layanan ekspor dan impor, "Custom Excise Information
System and Automation" (Ceisa) selama 11 hari, 8-19 Agustus lalu. Apakah
insiden yang jelas-jelas merugikan para eksportir/importir dan membahayakan
perekonomian nasional itu akan dibiarkan begitu saja, tanpa akuntabilitas? Ceisa
merupakan sistem atau aplikasi yang dikembangkan oleh Dirjen Bea dan Cukai
(DJBC) Kementerian Keuangan untuk mempermudah serta meningkatkan transparansi
dan akuntabilitas pengurusan izin dan layanan ekspor dan impor. Izin
dan layanan yang ditangani di antaranya pengurusan Pemberitahuan Impor Barang
(PIB), Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Surat Persetujuan Pengeluaran
Barang (SPPB), Nota Pelayanan Ekspor (NPE) dan lain-lain. Ceisa
juga didesain untuk diintegrasikan dengan Portal Indonesia National Single
Window (INSW) serta dipersiapkan menjadi bagian dari jejaring logistik
internasional. Matinya
aplikasi Ceisa menimbulkan kerugian besar. Seorang pengurus organisasi
importir mengungkapkan, matinya aplikasi Ceisa menyebabkan terganggunya arus
dokumen dan barang ekspor, impor, billing serta meningkatnya biaya demurage
(biaya yang harus dibayar importir jika telat menaikkan atau menurunkan
kontainer ke atas kapal sesuai perjanjian). Ditaksir
biaya demurage mencapai 1,2 juta dollar AS per hari. Itu belum termasuk biaya
pemindahan ke Tempat Penimbunan Sementara (TPS) Lini 2 yang selisih biayanya
bisa mencapai Rp 4 juta-Rp 5 juta per kontainer ukuran 20 kaki (feet) dan Rp
7 juta-Rp 8 juta untuk kontainer ukuran 40 kaki. Bukan
hanya itu, yang intangible dan lebih serius, peristiwa ini bisa mengurangi
kepercayaan pengusaha pada platform Ceisa, kecakapan otoritas pengelola Ceisa
dan iklim bisnis/investasi. Karena itu kalau krisis ini berlanjut/berulang
bisa membahayakan kinerja manajemen logistik secara keseluruhan, daya saing
dan pertumbuhan ekonomi nasional. Kejahatan, sabotase siber Menyatakan
ke publik bahwa sistem itu kini sudah pulih sangat tak memadai sebagai
laporan akuntabilitas. Harus ada penjelasan yang cukup mengapa itu terjadi,
termasuk siapa yang mesti bertanggung jawab. Juga harus ada garansi kejadian
itu tidak akan terulang. Terganggunya
performa Ceisa tak terjadi dalam ruang hampa. Ada tiga konteks yang melatari
peristiwa itu. Pertama, masih bercokolnya semangat anti digitalisasi di
kalangan birokrat/pejabat. Digitalisasi itu mengubah transaksi finansial dari
langsung ke tidak langsung. Dari personal ke impersonal. Dengan digitalisasi
peluang korupsi menjadi lebih terbatas. Bukan
tak mungkin, insiden itu bukan karena kegagalan teknis atau tak memadainya
infrastruktur teknologi informasi, tetapi disengaja. Seorang mantan walikota
bercerita, aplikasi layanan izin terpadunya kerap sengaja dimatikan oleh
pegawainya untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Kedua,
kompetisi antar vendor/provider pengembang sistem dan aplikasi dalam industri
digital. Belanja pemerintah untuk digitalisasi sistem dan layanan publik
mencapai triliunan rupiah. Ini bisnis digital yang menggiurkan sekaligus
kompetitif. Cara-cara tak sehat bisa saja dipakai untuk memenangi persaingan
dalam pengadaan, pengembangan dan pemeliharaan sistem atau aplikasi. Meski
kompetitif, ada juga patronase yang kuat antara pejabat di institusi
pemerintah dengan para vendor/provider. Ketergantungan institusi pemerintah
pada vendor/provider pengembangan sistem/aplikasi masih sangat tinggi. Bisa
dihitung dengan jari institusi pemerintah yang mumpuni dalam penguasaan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Akibatnya, risiko bobolnya
kerahasiaan dan keamanan data/aplikasi sangat tinggi. Ketiga,
kompetisi antar pelabuhan, antar entitas ekonomi. Penataan ELN tak lepas dari
konteks persaingan antar negara. Perlu diwaspadai kemungkinanan adanya pihak
asing atau komprador yang menyabot keandalan dan keamanan data/aplikasi NLE. Mempertimbangkan
konteks itu, tak berlebihan menduga kegagalan kinerja Ceisa dan aplikasi yang
lain bukan hanya akibat kegagalan teknis dan tidak memadainya infrastruktur,
tapi bisa jadi karena ada kejahatan/sabotase siber. Integrasi ELN melalui INSW Melalui
Inpres No 5/2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional, pemerintah
menunjukkan kemauan dan tindakan politik untuk memperbaiki kinerja logistik
nasional, iklim investasi, daya saing dan pertumbuhan ekonomi. Presiden
memerintahkan para menteri, sekretaris kabinet, Kapolri, kepala lembaga non
departemen dan para gubernur untuk mengambil langkah-langkah —sesuai tugas,
fungsi dan kewenangannya— menata ELN sesuai Rencana Aksi Penataan ELN
2020-2024. Mungkin karena sifatnya perintah, Inpres No 5/2020 jauh lebih
jelas, direktif, dan bertarget dalam menata ELN ketimbang Perpres No 26/2012
tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Silognas). Dalam
rencana aksi itu ada empat program: a) simplikasi proses bisnis layanan
pemerintah di bidang logistik yang berbasis teknologi informasi untuk
menghilangkan repetisi dan duplikasi, b) kolaborasi sistem layanan logistik
internasional maupun domestik antar pelaku kegiatan logistik di sektor
pemerintah dan swasta, c) kemudahan transaksi pembayaran penerimaan negara
dan fasilitasi pembayaran antar pelaku usaha terkait proses logistik dan d)
penataan sistem dan tata ruang kepelabuhanan serta jalur distribusi. Dari
keempat program itu, kegiatan penataan ELN difokuskan pada 10 jenis layanan
pelabuhan yaitu, a) penerapan single submission (SSm) untuk perizinan, b) SSm
pengangkutan, c) SSm karantina dan pabean, d) penerapan pelayanan pengiriman
secara elektronik/DO online, e) layanan Pengeluaran Peti Kemas (SP2), f)
penerapan sistem gerbang (gate) otomatis dalam layanan penerimaan dan
pengeluaran peti kemas, g) layanan pengiriman barang dengan mobil/truk
(trucking), h) layanan kapal domestik, i) layanan pergudangan dan j) penggunaan
sistem pembayaran tunggal. Dalam
diktum keenam Inpres No 5/2020 Presiden juga memerintahkan Menteri
Perhubungan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian membantu/mendukung
Menteri Keuangan, di antaranya mengintegrasikan sistem perizinan dan layanan
ekspor-impor yang ada di masing-masing kementerian dengan sistem ELN melalui
portal INSW . Portal
INSW adalah sistem yang mengintegrasikan informasi proses penanganan dokumen
kepabeanan dan pengeluaran barang. Portal ini menjamin keamanan data dan informasi
serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara
otomatis. Sistem
mencakup kepabeanan, perizinan, kepelabuhanan/ kebandarudaraan, dan sistem
lain yang terkait proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran
barang. Dengan
diktum itu, maka berbagai aplikasi sistem perizinan dan layanan ekspor-impor
yang ada di berbagai kementerian seperti aplikasi Ceisa dan Simponi
(Kemenkeu), Simlala dan Inaportnet (Kemenhub), Inatrade (Kemendag) dan
lain-lain harus terintegrasi dengan portal INSW. Aplikasi
Simponi merupakan sistem billing untuk memfasilitasi pembayaran/penyetoran
dan penerimaan non anggaran. Aplikasi Simlala didesain untuk memudahkan dan
mempercepat layanan perizinan usaha angkutan laut. Inatrade didesain untuk
melayani perizinan dalam bidang perdagangan. Sangat
tak mudah menyederhanakan dan mengintegrasikan tiga relasi berbeda— relasi
dari pemerintah ke pemerintah, dari pemerintah ke bisnis, dari bisnis ke
bisnis— secara digital di tengah kuatnya ego sektoral dan konflik kepentingan
antar dan bahkan dalam tubuh institusi pemerintah itu sendiri. Dengan
terintegrasinya aplikasi berbagai layanan ELN ke dalam INSW, terbayang
nantinya akan ada; 1) arsitektur/instalasi digital ELN yang menguasai hidup
orang banyak dan masifnya kepentingan negara, 2) ‘’bangunan” big data yang
bisa diarahkan untuk mewujudkan Satu Data Indonesia (SDI) dengan tematik ELN. Dengan
penataan tersebut, dalam empat tahun ke depan diharapkan kita bisa
meningkatkan Indeks Kinerja Logistik (IKL) dari 3,15 menjadi 3,17 atau 3,22
sehingga peringkatnya bisa bergeser dari 46 ke 40 dari sekitar 167 negara.
Biaya logistik bisa turun dari 23,4 persen menjadi 17 persen dari nilai
Produk Domestik Bruto. Dwelling
time turun dari lebih dari tiga hari menjadi atau kurang dari dua hari. Obyek vital nasional baru Sekurangnya
ada tiga implikasi penting dari peristiwa terganggunya performa aplikasi
Ceisa. Pertama, dalam upaya menegakkan prinsip akuntabilitas, DJBC perlu
berinisiatif meminta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) —keduanya sebagai auditor pemerintah—
mengaudit infrastruktur, teknologi dan keamanan aplikasi Ceisa. Hasil
audit dipublikasikan ke publik, khususnya para eksportir/importir sebagai
korban langsung dari terganggunya Ceisa. Kalau dari hasil audit ada pejabat
yang harus dimutasi itu kewenangan/domain Menkeu. Kedua,
Tim Koordinator SPBE Nasional –yang beranggotakan KemenPANRB, Kemenkominfo,
Kemenkeu, Kemendagri, Bappenas, BPPT dan BSSN—perlu memastikan kesiapan
kerangka regulasi audit teknologi dan keamanan aplikasi SPBE. Tim ini harus
mengakselerasi penerbitan Peraturan Menkominfo tentang Kebijakan Umum
Penyelenggaraan Audit Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan beberapa
peraturan badan (perban) di bawahnya. Regulasi
tersebut sangat ditunggu banyak pihak, terutama kalangan pebisnis digital,
untuk mengukuhkan peran mereka dalam bisnis audit teknologi dan keamanan
aplikasi SPBE. Ketiga,
mempertimbangkan aspek kemaslahatan publik dan dalamnya kepentingan negara,
Menkeu perlu menetapkan arsitektur/instalasi digital ELN beserta aplikasi di
dalamnya sebagai obyek vital nasional. Pasal
9 Keppres No 63/2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional menyebutkan
status obyek vital nasional harus ditetapkan berdasarkan keputusan menteri
dan/atau lembaga pemerintah non departemen. Kalau sudah ditetapkan sebagai
obyek vital nasional ada kewajiban bagi otoritas pengelola sistem/aplikasi
bersama dengan Kepolisian untuk mengembangkan sistem pengamanan yang terpercaya
dan dapat diandalkan. Ketiga
hal itu bisa memperkuat keandalan dan keamanan arsitektur/instalasi digital
ELN yang nanti berujung pada menguatnya kinerja logistik, iklim investasi,
daya saing dan pertumbuhan ekonomi nasional. ● Sumber : https://www.kompas.id/baca/opini/2021/08/24/keandalan-dan-keamanan-sistem-logistik-nasional/ |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar