Kecenderungan
Positif untuk Mencegah Gelombang Tiga Bambang Soesatyo ; Ketua MPR RI, Mahasiswa Program Doktoral
Ilmu Hukum UNPAD, Dosen Universitas Terbuka |
DETIKNEWS, 20
Agustus 2021
Setelah
melalui puncak penularan gelombang kedua, tantangan bersama berikutnya adalah
mencegah dan menghindari gelombang ketiga penularan COVID- 19. Kecenderungan
positif dalam pengendalian pandemi COVID-19 di dalam negeri sekarang ini
harus dipertahankan dan dirawat dengan tetap bersikap waspada, berhati-hati
dan konsisten mematuhi protokol kesehatan (prokes). Penurunan
jumlah kasus COVID-19 dan turunnya tingkat keterisian rumah sakit atau BOR
(bed occupancy rate) pada rumah sakit rujukan COVID-19 akhir-akhir ini jangan
sampai membuat pemerintah dan masyarakat lengah atau ceroboh. Sepanjang tahun
kedua ini, perkembangan pandemi masih menghadirkan ketidakpastian. Vaksinasi
Corona yang telah dilaksanakan di banyak negara memang sangat bermanfaat,
tetapi vaksin itu sendiri belum menyelesaikan masalah. Faktanya, penularan
virus Corona yang menyebabkan lonjakan jumlah pasien masih terjadi di banyak
negara. Data terkini
memang memperlihatkan bahwa Indonesia sudah melalui puncak penularan COVID-19
sepanjang gelombang kedua pandemi di dalam negeri. Boleh jadi, pekan ketiga
Juli 2021 menggambarkan puncak penularan. Pada 14 Juli 2021, ada 54.517
tambahan kasus baru. Keesokan harinya, 15 Juli 2021, bertambah lagi 56.757
kasus. Dan pada 16 Juli 2021, tambahan kasus baru mencapai 54.000. Pekan kedua
Agustus 2021, tambahan jumlah kasus per hari sudah memasuki level di bawah
30.000-an kasus. Per Sabtu (14/8), data resmi pemerintah melaporkan tambahan
28.598 kasus baru COVID-19 yang tersebar di 34 provinsi. Konsekuensi dari
menurunnya jumlah kasus baru adalah berkurangnya tekanan pada sektor jasa
layanan kesehatan. Beberapa hari
lalu, Kementerian Kesehatan mengumumkan bahwa BOR untuk ruang isolasi di
rumah sakit di seluruh provinsi, per 12 Agustus 2021, tidak ada lagi yang
mencapai 80 persen. Namun, khusus ruang Intensive Care Unit (ICU), BOR rumah
sakit pada beberapa provinsi masih di atas 80 persen antara lain Bali,
Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Riau. Kecenderungannya
layak disebut positif karena pulau Jawa yang sebelumnya sempat berstatus
sebagai episentrum wabah Corona di dalam negeri mulai menampakan perubahan
yang menjanjikan. Data menunjukan bahwa angka atau jumlah kasus penularan di
Jawa sejak Juli mulai melandai. Karena alasan itulah pemerintah dan Satgas
COVID-19 mendorong semua pemerintah daerah di luar Jawa meningkatkan
kewaspadaan dan bekerja lebih keras untuk menekan penularan. Jika saja
kecenderungan di pulau Jawa bisa dibuat lebih baik lagi, upaya pemulihan pada
sejumlah aspek, terutama aspek ekonomi, bisa dimulai. Produktivitas pulau
Jawa masih menjadi kontributor utama bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Kecenderungan
positif dalam pengendalian pandemi COVID-19 di dalam negeri sekarang ini
harus dipertahankan dan dirawat, antara lain dengan tetap bersikap waspada,
berhati-hati dan konsisten mematuhi protokol kesehatan (prokes). Kesadaran
bersama akan hal ini sangatlah penting karena semua elemen masyarakat
dihadapkan pada tantangan berikutnya, yakni mencegah dan menghindari
gelombang ketiga penularan COVID-19. Hingga kini,
pandemi COVID-19 pada tingkat global sekali pun masih menghadirkan
ketidakpastian. Durasi pandemi ini belum bisa dihitung. Karena itu,
ketidakpastian dan ketidaktentuan itu harus disikapi dengan cerdas dan
bijaksana oleh semua elemen masyarakat. Semangat dan tujuan utamanya adalah
menghindar dari gelombang ketiga. Pada puncak
penularan gelombang kedua, tersaji dengan gamblang ragam permasalahan dan
banyak kisah memilukan. Rumah sakit rujukan tidak mampu menampung dan
melayani semua pasien akibat besarnya lonjakan kasus COVID-19. Jumlah dokter
dan tenaga kesehatan (nakes) jauh lebih sedikit dibanding tambahan jumlah
pasien. Akibatnya,
tidak sedikit pasien yang tidak tertolong atau terlambat mendapatkan
pertolongan dari dokter dan nakes. Juga di puncak gelombang kedua itu,
penanganan pasien COVID-19 diwarnai dengan stok obat-obatan yang menipis dan
keluhan banyak manajemen rumah sakit karena kehabisan oksigen. Siapa pun
tentu tidak ingin tragedi serupa terulang lagi. Semua orang harus mau belajar
dari puncak penularan COVID-19 pada gelombang kedua yang menghadirkan ragam
ekses yang nyata itu. Kini, data-data resmi menjelaskan bahwa Indonesia telah
melalui puncak penularan gelombang kedua. Akan tetapi, ancaman dari COVID-19
tidak berkurang dengan sendirinya. Virus Corona yang terus bermutasi masih
menghadirkan ancaman. Ancaman yang tidak terlihat itu memaksa orang lanjut
usia, kaum muda, remaja hingga anak bayi sekalipun melindungi diri dengan prokes. Benar bahwa
ada kegelisahan sebagian publik karena faktor penerapan pembatasan sosial.
Bahkan ada yang menuntut pelonggaran atas PPKM (pemberlakuan pembatasan
kegiatan masyarakat. Sayangnya, pada saat yang sama, semua pihak harus
mengakui dan menerima fakta bahwa pandemi ini belum berakhir. Pada tingkat
global, durasi pandemi yang tidak menentu ditunjukan oleh kurva penularan
yang fluktuatif; menurun di kawasan tertentu, tetapi melonjak di kawasan
lain. Bahkan, karena
tidak tahu kapan pandemi ini akan berakhir, sejumlah negara sudah menyatakan
siap berdampingan hidup dengan virus Corona. Namun, kesiapan itu harus
didukung oleh sistem layanan kesehatan publik yang efektif merespons pasien
yang terinfeksi COVID-19. Salah satu tolok ukur kemampuan itu adalah mencegah
atau meminimalisir jumlah kematian pasien COVID-19. Jika kematian akibat
infeksi COVID-19 masih tinggi, itu pertanda sistem layanan kesehatan publik
negara bersangkutan belum efektif. Karena itu,
setiap negara didorong untuk tidak gegabah dalam melonggarkan prokes atau
PPKM. Dalam konteks ini, pengalaman buruk Amerika Serikat (AS), Israel serta
Inggris layak dijadikan contoh kasus pembelajaran. Pekan keempat April 2021,
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit pemerintah AS melonggarkan aturan
prokes COVID-19. Karena sudah
banyak warga AS yang menerima vaksinasi, peraturan yang mewajibkan penggunaan
masker di luar ruangan tidak lagi diwajibkan. Sebelumnya, Israel juga
mengumumkan kebijakan pelonggaran yang sama. Inggris pun cenderung melonggarkan
ketentuan prokes selama berlangsungnya turnamen sepak bola Piala Eropa 2020. Akibat
pelonggaran prokes itu, AS, Inggris dan Israel kembali mengalami lonjakan
kasus COVID-19. Memasuki pekan kedua Agustus 2021, jumlah tambahan kasus baru
per hari di AS bisa mencapai 100.000 kasus. Rumah sakit di beberapa negara
bagian AS sempat kewalahan karena lonjakan jumlah pasien itu. Di Israel,
kendati 80 persen warga dewasa sudah menerima vaksinasi, pelonggaran prokes
justru menyebabkan terjadinya lonjakan kasus baru COVID-19. Banyak negara
sudah belajar dari pengalaman AS, Israel dan Inggris itu, dan semuanya tidak
ingin gegabah melonggarkan Prokes. Untuk menghindari gelombang ketiga
penularan COVID-19, Indonesia pun tidak boleh gegabah melonggarkan prokes. Apalagi,
persentase penduduk yang sudah divaksinasi belum proporsional. Puncak
penularan COVID-19 gelombang kedua di dalam negeri dengan banyak cerita pilu
itu hendaknya mendorong semua elemen masyarakat semakin cerdas dan bijaksana
menyikapi ancaman virus Corona. Pengendalian pandemi sudah menunjukan
kecenderungan positif, dan kecenderungan ini menjadi modal awal bersama untuk
mencegah musibah berikutnya. Biasakan mematuhi prokes agar Indonesia
terhindar dari gelombang ketiga penularan COVID-19. ● Sumber : https://news.detik.com/kolom/d-5690183/kecenderungan-positif-untuk-mencegah-gelombang-tiga |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar