Afghanistan
Masih Akan Membara Jannus TH Siahaan ; Pengamat Pertahanan dan Geopolitik |
TEMPO.CO, 23
Agustus 2021
Sudah banyak
para ahli membahas terkait masa depan Afghanistan pasca dikuasai kembali oleh
Taliban. Namun bagaimana sebenarnya Afghanistan ke depan masih merupakan hal
yang menarik untuk terus dibahas. Akankah Afghanistan akan terus membara?
Dari semula sebenarnya cukup mudah dibaca strategi besar Taliban. Pertama,
mereka memrioritaskan penguasaan daerah pedesaan. Data yang saya terima
sebelum Taliban memasuki Kabul, setidaknya sudah 85% wilayah pedesaan
dikuasai oleh Taliban. Kedua, kemudian Taliban akan berjuang mengontrol
pos-pos pemeriksaan perbatasan utama, seperti dengan Tajikistan,
Turkmenistan, Iran dan Spin Boldak dan Balochistan di Pakistan. Semua langkah
tersebut adalah tentang pengepungan (encirclement), yang secara metodis
mengambil alih ibu kota-ibu kota provinsi secara bertahap. Babak terakhirnya
adalah pertempuran puncak untuk menguasai Kabul, ibukota negara. Langkah
tersebut, tanpa berpretensi menyamakan, memang persis seperti yang dilakukan
oleh Umar bin Khattab dan Salahudin atas Jerusalem atau Sultan Mehmed II atas
Konstatinople, yakni encirclement. Pada awalnya
saya menduga isi kepala para pimpinan Taliban, bahwa mereka akan berusaha
menjadualkan “the last battle” pada awal September 2021, dan melakukan
“perayaan kemenangan” pas di tanggal 20 tahun peristiwa 9/11. Dengan begitu,
Amerika Serikat tentu akan tersakiti sekali. Tapi belakangan terlihat bahwa
Taliban ternyata bergerak lebih cepat di satu sisi dan memang tidak ingin
mencari perkara dengan Amerika di sisi lain. Dengan kata lain, Taliban memang
tak memilih tanggal 11 September itu sebagai aksi simbolik untuk melukai
Amerika. Sementara itu,
dan tak lama setelah penaklukan Naranj dua minggu lalu, pembicaraan kelompok
Troika soal Afghanistan digelar di Doha, antara Amerika Serikat, Rusia,
China, dan Pakistan. Kurang lebih seminggu sebelumnya, pemimpin Taliban
berbicara dengan China di Shanghai dan sebulan sebelumnya dengan Rusia di
Moskow, yang membuat posisi Rusia dan China semakin kokoh dibanding Amerika. Antara Rusia
dan China, ada Road and Belt Initiative (BRI) dan Eurosia Economic Corridor
(EEC) yang terkait dengan wilayah Afghanistan. BRI dan EEC bertemu muka di
dalam Shanghai Corporation Organisation (SCO), yang menjadi wadah antara
China dan Rusia untuk membicarakan masalah Afghanistan dan Eurosia, terserah
siapapun penguasa Afghanistan nantinya. BRI memerlukan
Afghanistan untuk merealisasikan Big Project Silk Road-nya menuju Tehran,
lalu ke Turki, dan ke Eropa, yang akan disambungkan dengan proyek
China-Pakistan Economic Corridor (CPEC). EEC (Rusia) memerlukan stabilitas
dan kepastian karena anggotanya berbatasan langsung dengan Afghanistan
seperti Tajikistan dan Turkmenistan. Dan selain urusan proyek, China dan
Rusia berkepentingan dengan Taliban terkait pemberantasan sempalan teroris
seperti East Turkestan Islamic Movement (ETIM) dan IS Khorasan. Di sisi lain,
ada Pakistan, patron lama Taliban, yang dibatasi oleh Afghanistan menuju
India, musuh bebuyutan Pakistan. Pakistan memerlukan Taliban untuk berhadapan
dengan India di Khasmir. India pun sama, menjadi musuh potensial China sedari
dulu. India sudah lama berkeberatan dengan Proyek BRI China yang melalui
Khasmir. India sampai saat ini masih mendukung pemerintahan Ghani alias anti
Taliban karena menyadari bahwa Taliban adalah Aset Intelijen Pakistan (ISI) Jadi, awalnya
China dan Rusia mendua, tidak menolak pemerintahan Ghani dan tidak
terang-terangan menyatakan dukungan pada Taliban. Sementara Pakistan hampir
pasti Pro Taliban. Ada juga pemain baru, Turki yang tak mau ketinggalan.
Sebagai sekutu Amerika di NATO, Turki dititipi penjagaan bandara Kabul
sebelum Taliban memasuki Kabul, yang berarti juga pro Kabul. Jadi kalkulasi
sederhananya di awal, ada Amerika, India, dan Turki di sisi Ghani, lalu ada
China dan Rusia yang satu kakinya di Taliban. Bahkan, bisa jadi awalnya kaki
China 2/3 ada di Taliban, sebagai bentuk dukungan politik kepada sekondannya,
Pakistan, yang makin mesra sejak proyek BRI China-Pakistan Coridor bernilai
miliaran dollar disepakati. Relasi yang komplek ini akan mengerucut ke dalam
regional great game ke depannya, setelah Amerika Serikat keluar total dari
Afghanistan. Afghanistan,
sebagaimana dikenal dengan istilah tenarnya, adalah Graveyard of Empires,
kuburan imperium-imperium. Negara ini mengusir imperium British Raya di abad
19, menendang Uni Soviet di tahun 1989, lalu ambruk di 1991. Pun di abad 21,
Afghanistan baru saja mempermalukan Amerika Serikat yang terjebak selama 20
tahun tak jelas juntrungannya dengan biaya lebih dari 2 triliun dollar. Meski Taliban
sudah menguasai Kabul, Afghanistan nampaknya akan kembali bersiap-siap
menjadi lahan segitiga great game penguasa regional, India vs Pakistan, India
vs China, Iran dan Turki vs Taliban, Rusia menonton cantik di perbatasan,
dengan senjata lengkap di gudang perbatasan, untuk siapapun yang membutuhkan
tambahan suplai persenjataan. Karena
nantinya, yang berperang tentu hanya Taliban dan musuh lamanya yang berada di
belakang pemerintahan Ghani, yakni kekuatan Nothern Alliance bentukan
Almarhum The Lion of Panshir, Ahmad Shah Massoud. Kedua kubu akan
diperlengkapi oleh backing-nya masing-masing. Bukan isapan jempol semata.
Terbukti Amirullah Saleh, wakil presiden Ashraf Ghani sekaligus mantan orang
kepercayaan almarhum Ahmad Shah Massoud, sudah menyatakan perang kepada
Taliban. Sehari kemudian, Ahmad Massoud yunior, alumni master “war studies”
King College Inggris yang belum pernah berperang, juga menyatakan
keikutsertaanya di dalam perlawanan anti Taliban. De Javu.
Inilah situasi setelah tahun 1996 Taliban berkuasa. Nothern Alliance
Afghanistan bukan kekuatan sembarangan juga. Selama Almarhum Ahmad Massoud
minggir ke Dushanbe, Tajikistan tahun 1996-2001, Massoud tetap menjaga
jaringannya dengan Iran, India, pun CIA dan M16. Jaringan ini sampai saat ini
masih dipegang oleh Amrullah Saleh, orang kepercayaan Almarhum The Lion of
Panshir. Dan perlu dicatat, bukan Amerika Serikat yang berperang mengusir
Taliban dan Al Qaeda di tahun 2001, tapi Nothern Alliance Afghanistan.
Amerika hanya memberikan dukungan intelijen dan perlindungan udara. Setelah
Taliban minggir, barulah Amerika benar-benar masuk. Pendeknya, Afghanistan
masih akan membara ke depannya. ● Sumber : https://kolom.tempo.co/read/1497649/afghanistan-masih-akan-membara/ |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar