Jangan
Mengatur Barang Orang Lain Impian Nopitasari ; Penulis, Tinggal di Solo |
DETIKNEWS, 29
Agustus 2021
Ketika sedang
iseng melihat-lihat story WhatsApp --aktivitas yang sebenarnya jarang saya
lakukan-- saya menemukan story teman yang membuat saya membalasnya. Di
story-nya tersebut, dia mem-posting tangkapan layar sebuah status dari teman
Facebook yang saya kenal. Seorang penulis yang membagikan percakapan
pribadinya dengan seseorang. Dalam percakapan tersebut ada orang yang
memintanya untuk menyumbangkan koleksi bukunya. Tentu saja permintaan
tersebut dia tolak. "Ya
ampun, aku kok sering ya bernasib sama seperti beliau, dipaksa orang untuk
mendonasikan buku koleksi," saya membalas story WhatsApp teman saya
tersebut. Saya sepakat
dengan mas penulis yang tersinggung ketika diminta untuk menyumbangkan
koleksi bukunya. Ya, bayangkan itu adalah harta yang ia kumpulkan
bertahun-tahun. Ada yang perjuangan mendapatkannya dengan menabung, mencari
di tempat yang susah karena bukunya langka, atau ada yang berupa hadiah atau
pemberian orang lain, sesuatu yang sentimentil dan tidak bisa dinilai dengan
uang. Bisa juga itu
tabungan masa depan untuk anak-anaknya. Lalu tiba-tiba ada yang seenaknya
ngomong, "Mbok disumbangkan saja bukunya." Saya sendiri
juga sering mendapat komentar seperti itu ketika mengunggah foto tumpukan
buku saya yang sebenarnya tidak beraturan. Komentar seperti, "Mbak,
nggak ada niatan buat hibahin bukunya?" selalu saya jawab dengan satu
kata, "Nggak!" Dalam hati sih nggerundel, "Lah siapa elu
minta-minta, enak wae!" Orang-orang
ini kok pada percaya diri sekali ya berkomentar seperti itu. Mereka tidak
paham sekali sejarahnya mendapatkan buku-buku tersebut. Kalau memang takjub
dengan koleksi buku-buku saya yang katanya banyak itu ya dari dulu kumpulkan
sendiri. Jangan paksa orang lain untuk menyumbangkan koleksinya. Lucunya,
komentar tersebut tidak hanya berasal dari orang-orang yang kita anggap tidak
mengerti hal seperti ini. Saya pernah
bertengkar dengan salah satu guru saya di sekolah dulu karena tidak
mengembalikan buku yang dia pinjam dari saya. Malah bilang kalau buku ya
sudah seharusnya disumbangkan. Ya kenapa bukan buku dia sendiri? Setelah
dewasa ini saya baru paham, ya mau disumbangkan apanya wong dia sendiri tidak
punya koleksi buku. Minta donasi
itu ada caranya, yang sopan. Banyak kok orang-orang yang memang bergerak di
bidang donasi buku. Hubungi saja mereka. Ada tautan yang bisa diklik untuk
prosedurnya. Tanya teman yang lebih paham juga bisa. Daripada meminta orang
untuk menyumbangkan koleksi bukunya. Saya yakin orang-orang yang dipaksa
menyumbangkan bukunya ini sudah punya waktu sendiri untuk berdonasi. Berdonasi
dengan diumumkan itu bagus kalau tujuannya memang membuat orang-orang
tergerak melakukannya. Tapi tidak semua kegiatan donasi harus dipublikasikan.
Mungkin kita yang tidak tahu. Kemarin saya
juga menemukan komen senada di sebuah grup klub baca di Telegram. Ada seorang
anggota grup yang menawarkan buku-bukunya untuk dijual. Herannya, ada
beberapa komentar yang ajaib sekali. Yang pertama, ada yang mengejek jenis
buku yang ditawarkan tersebut, yang kedua ada yang komentar dengan tanpa
bersalah, "Kak, apa tidak disumbangkan saja bukunya?" Yang punya
lapak menjawab, "Hehe sedang butuh uang, Kak." Meski bukan
saya yang sedang menawarkan buku, kok saya yang malah tersinggung. Lepas dari
boleh-tidaknya berjualan di grup tersebut, rasanya tidak sopan ketika ada
yang berjualan tapi malah disuruh menyumbangkan barangnya. Orang menjual
barangnya itu ya karena butuh uang, atau ya memang niatnya untuk dijual,
bukan untuk disumbangkan. Hal seperti ini kok ya tidak peka. Kenapa kalau
koleksi buku itu tabu sekali untuk dijual? Kenapa koleksi buku harus selalu
disumbangkan? Saya pun
membalas komentar tersebut dengan panjang kali lebar kali tinggi alias meluas
ke mana-mana. Orang seperti ini memang harus selalu digertak biar tidak
tuman. Sebenarnya ini berlaku untuk semua barang, bukan terbatas buku saja.
Ketika kita melihat teman kita menjual barangnya apapun itu, artinya dia
butuh uang. Kalau kita tidak mau membeli atau menyebarkan, cukup dengan tidak
berkata sesuatu yang menyinggung perasaannya. Selama jualannya sopan dan
tidak mengganggu kita, ya sudah biarkan mereka berjualan. Saya sendiri
malas kalau diceramahi tentang sumbang menyumbang. Kalau hanya donasi buku ya
sering. Tidak semua saya publikasikan karena saya tipenya mudah riya,
sombong, dan takut membuat orang lain minder ha-ha-ha. Soalnya buku yang saya
sumbangkan tidak pernah jelek. Buku bagus semua baik isi maupun kemasan.
Banyak yang anyar gres masih segelan. Kalau bekas pun buku bekas yang bagus.
Saya mendonasikannya sesuai kebutuhan target donasi. Menyortir itu juga butuh
waktu. Tidak hanya donasi
dalam jumlah besar, kadang saya hanya ingin seru-seruan membuat giveaway buku
untuk teman-teman di media sosial. Tentu saja buku-buku bagus yang saya
bagi-bagikan. Saya itu pada dasarnya nyah-nyoh orangnya alias gampang
memberi, tapi kalau dengan orang yang njalukan atau minta-minta, saya malah
malas. Apalagi tidak terlalu kenal dan tidak dengan cara yang sopan. Dulu awal-awal
menerbitkan buku juga begitu. Saya masih menemui orang-orang yang minta buku
gratisan. Iki karepe piye sih wong saya bikin buku butuh modal kok malah
diminta-minta. Kalau memang mengaku teman ya malah seharusnya didukung dong
dengan membeli bukunya. Kecuali memang kita sendiri yang diberi hadiah, itu
lain cerita. Sesungguhnya kata "selamat" dari teman yang
sesungguhnya itu adalah dengan membeli bukunya, bukan hanya dengan kata-kata.
Haha. Tapi jangan
salah paham, ini bukan berarti saya memaksa orang harus suka dan membeli buku
saya, bukan itu. Saya juga tidak membeli semua buku orang yang saya kenal,
tapi setidaknya kita tahu diri, jangan meminta buku gratis atau memaksa orang
untuk mendonasikan bukunya dengan tidak sopan. Buku koleksi
saya itu harta saya. Saya kumpulkan dari dulu. Ada yang belinya setelah
menabung dan puasa, ada yang diberi orang sebagai kenang-kenangan. Saya orangnya
sentimentil dan suka sesuatu yang berbau kenangan bersejarah. Kalau saya
ingin mengurangi buku saya, pasti saya kurangi. Dan kalau ada yang mau saya
jual, ya memang itu mau saya jual, bukan untuk disumbangkan. Saya sering
diceramahi karena katanya tidak menerapkan metode minimalis Marie Kondo. Tapi
orang yang menceramahi itu tidak sadar bahwa pikiran mereka yang sebenarnya
tidak minimalis. Terbukti dari cerewetnya mengatur barang orang lain. Mungkin
secara fisik mereka tidak sumpek karena tidak kebanyakan barang, tapi
komentarnya membuat orang lain sumpek saking "minimalisnya". ● Sumber : https://news.detik.com/kolom/d-5700841/jangan-mengatur-barang-orang-lain |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar