Senin, 30 Agustus 2021

 

Mendayung di Antara Kesehatan dan Ekonomi

Airlangga Pribadi Kusman ;  Pengajar Departemen Politik FISIP Universitas Airlanggal; PhD Ekonomi-Politik Murdoch University

KOMPAS, 28 Agustus 2021

 

 

                                                           

Keselamatan warga adalah hukum tertinggi atau salus populi suprema lex. Adagium politik republikanisme awal warisan Republik Romawi kuno ini sangat penting menjadi pedoman saat negara kita menghadapi gempuran besar virus Covid-19.

 

Pada ruang publik kita, penerjemahan adagium ini dalam penanganan virus korona secara kritis kerap diterjemahkan dalam pandangan negara harus mempertaruhkan sebesar-besarnya bagi kesehatan warga dan mengesampingkan inisiatif kebijakan ekonomi.

 

Meski demikian, realitas sosial tidak sesederhana yang dibayangkan. Ibarat saat kita berjalan dengan kaki kanan dan kaki kiri, aspek kesehatan warga dan ekonomi bangsa adalah dua sisi yang harus dipertimbangkan bersama-sama untuk merawat daya hidup warga.

Apabila merujuk pada catatan dari Worldometer, jumlah warga terpapar Covid-19 di Indonesia per Jumat, 27 Agustus 2021, yang memperlihatkan angka 4.043.736 warga terpapar dengan angka kesembuhan 3.669.966 jiwa dan angka kematian 130.182 jiwa, tentu kita menghadapi persoalan kesehatan warga yang serius.

 

Sebelumnya, data per 16 Juli 2021 masih memperlihatkan angka warga terpapar 2.726.803 kasus, dengan angka kesembuhan 2.176.412 jiwa dan angka kematian 70.192 jiwa.

 

Menurut laporan Bank Dunia 2021, Indonesia turun dari negara berpendapatan menengah atas pada 2020 menjadi negara berpendapatan menengah bawah pada 2021 dengan pendapatan per kapita 3.870 dollar AS per tahun.

 

Menghadapi persoalan di atas, keseimbangan untuk menjaga kesehatan warga dan pemulihan ekonomi nasional akan menjadi ukuran daya tahan negara. Keseimbangan yang berbekal pada navigasi akal sehat, yakni etika keadilan, pengelolaan sumber daya yang seimbang, dan strategi kebijakan terencana dan transparan.

 

Kesemuanya bertujuan untuk memulihkan kepercayaan warga. Tampilnya ukuran-ukuran triadic navigasi akal sehat di atas menjadi relevan saat masuk dalam problem konkret dalam ilustrasi kasus-kasus secara spesifik, seperti dilema antara vaksin gratis dan vaksin gotong royong maupun reorientasi ekonomi nasional di tengah kondisi krisis.

 

Vaksinasi berkeadilan

 

Salah satu kontroversi yang sedang kita saksikan saat ini adalah terkait penanganan virus Covid-19, terkait dilema antara pilihan kebijakan vaksin gotong royong vis a vis kebijakan vaksinasi gratis. Vaksinasi gotong royong adalah vaksinasi berbayar yang beban pembiayaannya diserahkan kepada perusahaan untuk memvaksinasi para pekerjanya.

 

Salah satu arus utama argumen publik yang mengecam kebijakan vaksin gotong royong dan mengedepankan vaksinasi massal secara gratis adalah tak sepantasnya negara mengambil keuntungan komersial dengan membebani warga yang tengah menghadapi serangan virus untuk membayar vaksin.

 

Manifestasi etika keadilan dalam kebijakan vaksin semestinya dengan tidak menyetarakan perlakuan bagi kalangan yang memiliki kemakmuran berlebih (sektor bisnis) dengan mereka yang berada pada kondisi rentan secara ekonomi.

 

Etika keadilan yang menjadi navigasi kebijakan adalah bahwa bagi mereka yang mampu, terutama kalangan mampu dari sektor bisnis, sudah seharusnya membayar vaksin untuk mencegah penyebaran virus Covid-19, dan fasilitas vaksinasi gratis diberikan sepenuhnya untuk memenuhi hak-hak kesehatan dari warga yang kurang mampu.

 

Apabila kalangan yang memiliki kemakmuran lebih mengambil opsi vaksinasi gotong royong, mereka sudah menunjukkan sikap solidaritasnya, dengan memberikan fasilitas vaksin gratis kepada saudaranya warga negara yang kurang beruntung.

 

Informasi terkini mengabarkan, sejak Desember 2020 sampai saat ini pemerintah telah mendatangkan sekitar 370 juta dosis vaksin dan masih berusaha mendapatkan tambahan pasokan vaksin hingga mencapai total 430 juta dosis.

 

Sementara estimasi anggaran untuk program distribusi vaksin, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, lebih dari Rp 74 triliun.

 

Apabila kita mempertimbangkan navigasi alokasi sumber daya secara tepat, anggaran dapat dialokasikan kepada program lain yang tidak kalah mendesaknya, seperti meredistribusikan lebih masif program swab test kepada seluruh lapisan masyarakat dan membentuk infrastruktur untuk perawatan pasien Covid-19 di berbagai wilayah Nusantara.

 

Kalkulasi di atas berlaku dengan syarat vaksinasi gratis harus berkualitas dan pelaksanaannya segera dan merata.

 

Reorientasi ekonomi

 

Ketika kita menghadapi gempuran Covid-19, daya tahan kita sebagai bangsa diserang, baik secara ekonomi maupun kesehatan secara simultan.

 

Yang harus dilakukan negara adalah menjaga agar kebijakan kesehatan dan ekonomi saling menunjang satu sama lain.

 

Sebagai contoh, ketika warga menghadapi krisis kesehatan, kebijakan pembatasan sosial warga yang dikedepankan harus mempertimbangkan juga kekuatan logistik pangan dan sebarannya, di mana ini terkait dengan problem ekonomi.

 

Untuk mempertahankan sektor pertanian sebagai penopang ekonomi kerakyatan ataupun penjaga ketahanan kesehatan warga dalam menghadapi krisis ekonomi, penting bagi pemerintah menjaga ketahanan petani sekaligus mengintegrasikan arah pertanian dalam rangkaian rantai ekonomi digital. Sektor ekonomi pertanian dan ketahanan pangan, menurut data BPS 2020 kuartal ketiga, adalah sektor ekonomi yang paling kuat.

 

Meski demikian, di sejumlah tempat, petani tomat di Boyolali, petani gabah padi di Buton (Sulawesi Selatan), petani cabai di lereng Merapi, dan nelayan di Lamongan, tidak luput dari krisis akibat terhentinya serapan pasar dan rendahnya nilai jual.

 

Formulasi kebijakan negara terkait dengan hal itu, selain memberikan bantuan modal dan keringanan angsuran kredit, juga mempertimbangkan agar ekonomi pasar dapat berfungsi membantu yang lemah. Rangkaian kebijakan yang terencana dan transparan berbasis teknologi digital dan maksimalisasi kolaborasi berbasis governance menjadi kunci.

 

Ilustrasi dari kebijakan seperti ini, seperti penyiapan lumbung pangan untuk menghubungkan rangkaian suplai kebutuhan pokok (supply chain) dan permintaan warga yang dibangun dengan koordinasi pemerintah pusat dan daerah maupun kolaborasi sektor publik dan privat (public private partnership), akan menjadi kunci pemulihan ekonomi yang sejalan dengan agenda pertahanan kesehatan warga.

 

Pada akhirnya segenap rangkaian kebijakan untuk menangani problem ketahanan kesehatan dan ekonomi bangsa menegaskan bahwa baik kesehatan maupun ekonomi adalah ibarat dua sisi dari satu koin mata uang yang sama. Rangkaian kebijakan yang menjaga keseimbangan kesehatan dan ekonomi pertama-tama ditujukan untuk merawat kepercayaan warga.

 

Keberhasilannya ditentukan oleh dua prasyarat, yakni hadirnya kepemimpinan yang sigap dan tahan banting dalam merumuskan berbagai kebijakan dan teratasinya kondisi problematik ekonomi-politik kita, yakni pembajakan ekonomi rente dalam rantai kebijakan bernegara. ●

 

 

Sumber :  https://www.kompas.id/baca/opini/2021/08/28/mendayung-di-antara-kesehatan-dan-ekonomi/

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar