Senin, 23 Agustus 2021

 

Pangti Penanganan Pandemi

Sudarsono ;  Guru Besar FISIP UI, Mantan Penjabat Gubernur Jambi

DETIKNEWS, 18 Agustus 2021

 

 

                                                           

Belum lama ini, Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri meminta Presiden Joko Widodo supaya langsung memegang komando penanganan pandemi. Saya bilang pada Pak Presiden, Bapaklah yang namanya kepala negara Presiden Republik Indonesia yang harus langsung, karena ini persoalannya adalah extraordinary. Pernyataan Ibu Megawati ini sangat serius, dan mencerminkan perhatian yang mendalam pada praktik konstitusi, termasuk tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah.

 

Pandemi Menurut Keppres 12/2020

 

Membaca Keppres 12/2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional yang ditandatangani Presiden 13 April 2020, dapat diketahui konstruksi yuridis penanganan pandemi. Diktum ketiga berbunyi: Gubernur, bupati, dan wali kota sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di daerah, dalam menetapkan kebijakan di daerah masing-masing harus memperhatikan kebijakan Pemerintah Pusat.

 

Memperhatikan frasa "di daerah", dan "kebijakan di daerah", jelas sekali bahwa pemerintah menempatkan gubernur dan bupati/wali kota dalam penanganan pandemi sebagai kepala daerah, bukan sebagai Wakil Pemerintah Pusat (WPP). Padahal, Pasal 4 ayat (1) UU 23/2014 menegaskan: Daerah provinsi selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi gubernur dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah provinsi.

 

Peran Ganda gubernur dan Bupati/Wali Kota

 

Dalam UU 23/2014, gubernur dan bupati/wali kota menyandang peran ganda, yakni sebagai kepala daerah dan sekaligus sebagai WPP. Saat pilkada, memang yang memiliki hak pilih adalah sepenuhnya pemilih di tiap daerah. Tetapi, begitu calon terpilih ditetapkan oleh KPU, diusulkan kepada Presiden atau Mendagri, dan menerima Keppres (gubernur) atau SK Menteri (bupati/wali kota), serta kemudian dilantik, maka seorang gubernur dan bupati/wali kota adalah kepala daerah sekaligus WPP.

 

Apapun parpol pengusungnya, gubernur dan bupati/wali kota itu adalah perwakilan dan kepanjangan tangan Presiden di wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Tugasnya, tidak lain menyelenggarakan urusan tertentu yang berasal dari kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan, seperti dimaksud Pasal 9 ayat (5). Bahkan, pada Bab VII, bagian 3, paragraf 7, diatur khusus tentang Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat, yang terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 91, 92 dan 93.

 

Pertama, sebagai kepala daerah, gubernur dan bupati/walikota wajib melaksanakan urusan pemerintahan konkuren, yang sudah diserahkan kepada daerah otonom. Misalnya, urusan pemerintahan bidang kesehatan. Sudah ada bagi tugas (konkuren), mana yang harus dilakukan oleh Pemerintah Pusat, mana kewajiban daerah otonom provinsi, dan mana kewenangan daerah otonom kabupaten/kota.

 

Kedua, salah satu karakteristik pandemi adalah eksternalitasnya yang luas, bahkan melewati batas wilayah negara. Karena itu, penanganan pandemi tidak dapat dibagi secara berjenjang (konkuren) antar susunan pemerintahan. Juga tidak dapat, sebagian atau seluruhnya, dilimpahkan ke daerah otonom, misalnya dalam bentuk tugas pembantuan.

 

Ketiga, satu-satunya tempat bagi urusan penanganan pandemi adalah Pasal 25 ayat (1) huruf g: semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan Daerah dan tidak dilaksanakan oleh Instansi Vertikal. Inilah tugas mulia gubernur dan bupati/wali kota sebagai WPP, bukan sebagai kepala daerah. Wilayah kerjanya pun bukan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota, melainkan wilayah administrasi provinsi, dan wilayah administrasi kabupaten/kota.

 

Pangti dan Pangwil

 

UU 23/2014 juga sudah menegaskan asal mula urusan pemerintahan umum, seperti yang dimaksud Pasal 9 ayat (5): Urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Maka, sudah sangat jelas, Presiden adalah Panglima tertinggi (Pangti) penanganan urusan pemerintahan umum, termasuk penanganan pandemi. Memang, cukup banyak jenis-jenis urusan pemerintahan umum, selain penanganan pandemi, yang harus ditangani oleh Presiden. Hal ini sudah dirinci pada Pasal 25 ayat (1).

 

Itulah sebabnya, di wilayah provinsi dan kabupaten/kota, Presiden sebagai Pangti dibantu oleh gubernur dan bupati/walikota masing-masing sebagai panglima wilayah (Pangwil). Dalam hal ini, gubernur dan bupati/walikota bertindak sebagai WPP, bukan sebagai kepala daerah. Persis seperti yang dimaksud pada Pasal 25 ayat (2): Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh gubernur dan bupati/wali kota di wilayah kerja masing-masing. Perhatikan frasa "di wilayah kerja masing-masing", bukan di daerahnya masing-masing.

 

Dalam menjalankan tugasnya, para Pangwil itu bahkan dapat menggerakkan jajaran TNI/Polri dan instansi vertikal lain, terbentang sampai kecamatan. Pasal 26 ayat (1): Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan urusan pemerintahan umum, dibentuk Forkopimda provinsi, Forkopimda kabupaten/kota, dan forum koordinasi pimpinan di Kecamatan.

 

Momentum Perbaikan

 

Menanggapi ramainya respons atas pernyataan Ibu Megawati, KSP Moeldoko menegaskan bahwa Presiden adalah pimpinan tertinggi di dalam struktur penanganan Covid, jadi tidak perlu lagi didiskusikan. Memang tidak perlu didiskusikan, dalam arti tidak perlu gaduh. Tetapi, perbaikan dan pelurusan harus segera dilakukan.

 

Pertama, harus diluruskan bahwa penanganan pandemi adalah bagian dari penyelenggaraan urusan pemerintahan umum, bukan urusan absolut, juga bukan urusan konkuren. Landasan yuridisnya adalah Pasal 9, Pasal 25 dan Pasal 26 UU 23/2014, dengan tata kerja berbasis wilayah administrasi, bukan daerah otonom.

 

Kedua, tata kerja tugas Pangti dan Pangwil berserta jajarannya, termasuk apabila akan mengerahkan perangkat daerah otonom harus disusun rapi. Termasuk yang harus dirapikan adalah alokasi anggaran dan administrasinya, mana yang bersumber dari APBN, dan mana yang merupakan dukungan dari APBD pada tiap tahun anggaran berjalan. Harus ada kepastian dan kemudahan bagi WPP untuk eksekusi dan pertanggungjawaban keuangan.

 

Ketiga, tata ulang seluruh produk hukum terkait pelaksanaan penanganan pandemi, baik berupa PP, Perpres, Keppres, Permen ataupun Kepmen. Muatan pengaturan atau penetapan seluruh produk hukum itu hendaklah berbasis kewilayahan dengan gubernur dan bupati/wali kota sebagai WPP, bukan sebagai kepala daerah. Termasuk yang harus diatur atau ditetapkan adalah rincian delegasi kewenangan yang dilimpahkan dari Pangti kepada Pangwil.

 

Sudah saatnya penanganan pandemi dilaksanakan dengan berpedoman pada Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB). Indonesia tangguh, dan Indonesia tumbuh, harus dibangun atas dasar ketaatan pada konstitusi, termasuk pada prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah.

 

Sumber :  https://news.detik.com/kolom/d-5686501/pangti-penanganan-pandemi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar