Senin, 30 Agustus 2021

 

Masa Depan Hubungan Taliban dengan Al Qaeda

Musthafa Abd Rahman ;  Wartawan Kompas di Kairo, Mesir

KOMPAS, 27 Agustus 2021

 

 

                                                           

Pertanyaan penting dari banyak pihak setelah Taliban berkuasa lagi di Afghanistan sejak 15 Agustus 2021: bagaimana masa depan hubungan Taliban dan Al Qaeda?

 

Seperti diketahui, kekuasaan Taliban jilid 1 (1996-2001) ambruk akibat invasi Amerika Serikat ke Afghanistan setelah Taliban bersikukuh menolak menyerahkan pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden. AS saat itu menuduh Al Qaeda berada di balik serangan teroris atas kota New York dan Washington DC pada 11 September 2001.

 

Maka, sangat wajar banyak muncul pertanyaan tentang masa depan hubungan Taliban dan Al Qaeda pada era kekuasaan Taliban jilid II di Afghanistan saat ini. Banyak pihak yang mencemaskan tentang kemungkinan Taliban masih menjalin hubungan erat dengan Al Qaeda, dan kemudian Afghanistan menjadi tempat berlindung jaringan teroris dunia, seperti pada era kekuasaan Taliban jilid pertama.

 

Munculnya kecemasan itu cukup beralasan karena hubungan khusus masa lalu antara pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden dan Ayman al-Zawahiri, dengan pemimpin Taliban, Mullah Mohammed Omar (wafat tahun 2013) dan penggantinya, Mullah Akhtar Mansour (tewas tahun 2016).

 

Mullah Omar dan Mullah Mansour segera menyambut baik dan mendukung baiat (sumpah janji kesetian) dari Osama bin Laden dan Ayman al-Zawahiri yang menegaskan tentang visi dan misi Al Qaeda untuk memerangi rezim anti-syariah Islam, membebaskan tanah muslimin, serta memberi nasihat kepada Taliban agar tidak masuk ke ranah hukum kafir dan membangun hubungan dengan negara kafir.

 

Namun, ketika Ayman Al-Zawahiri menemui pemimpin baru Taliban, Mullah Hibatullah Akhundzada, pada akhir Mei 2016 dan menyampaikan baiat Al Qaeda, Akhundzada tidak segera memberi jawaban atas baiat Al Qaeda itu.

 

Sampai saat ini, Akhundzada belum memberi jawaban atas baiat Al Qaeda dan disinyalir menolak juga bertemu Al-Zawahiri dan pimpinan Al Qaeda lainnya. Hal ini berbeda sekali dengan pendahulunya, Mullah Omar dan Mullah Mansour, yang langsung memberi jawaban dan mendukung baiat Al Qaeda.

 

Banyak pengamat mengatakan, tidak menjawabnya Akhundzada atas baiat Al Qaeda itu menunjukkan adanya keretakan hubungan Taliban-Al Qaeda saat ini. Atau, Taliban pada era Akhundzada sudah berubah haluan visi dan misinya.

 

Salah satu faktor utama perubahan visi dan misi Taliban itu adalah tindakan Mullah Akhunzada dan pimpinan Taliban lainnya, seperti Mullah Abdul Ghani Baradar dan Mullah Mohammed Yaaqob, mengambil pelajaran dari kasus tewasnya Pemimpin Taliban Mullah Akhtar Mansour. Mansour tewas akibat serangan drone AS di area perbatasan Pakistan-Afghanistan pada akhir Mei 2016.

 

Para pimpinan Taliban saat itu meyakini, kematian mereka lewat serangan AS hanya menunggu giliran jika tidak segera mengubah visi dan misi Taliban. Pemimpin kelas satu Taliban saja, seperti Mullah Mansour, bisa terdeteksi gerakannya oleh AS dan kemudian dibunuh, apalagi pimpinan kelas di bawahnya.

 

Dalam mekanisme keamanan yang diterapkan Taliban, pemimpin tertinggi, seperti Mullah Akhtar Mansour, sangat terjaga kerahasian gerakan dan tempat domisilinya. Ke mana pun Mansour pergi dikawal pasukan khusus Taliban yang sangat terlatih. Itu pun akhirnya jebol dan terdeteksi AS.

 

Ini yang memaksa pimpinan Taliban melakukan evaluasi total. Maka, akhirnya, pimpinan Taliban saat ini yang notabene adalah dari generasi kedua dan lebih pragmatis, memutuskan mengubah haluan visi dan misi gerakan tersebut. Salah satu perubahan signifikan pada visi dan misi Taliban adalah menerima berunding secara terang-terangan dengan AS di Doha, Qatar, sejak tahun 2017-2018.

 

Digelarnya perundingan intensif AS-Taliban di Doha, Qatar, terjadi pada era Mullah Akhundzada. Taliban juga gencar mengirim delegasi ke sejumlah negara yang disebut negara kafir, seperti Rusia dan China. Ini juga terjadi pada era Akhundzada.

 

Bahkan sempat disinyalir, Taliban pernah siap berbagi kekuasaan dengan mantan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. Namun, Taliban minta porsi kekuasaan yang lebih besar dari kubu Ashraf Ghani. Permintaan itu ditolak  Ashraf Ghani sehingga perundingan mengalami jalan buntu.

 

Perkembangan terakhir adalah Direktur CIA William Burns melakukan kunjungan rahasia ke Kabul pada Senin (23/8/2021) dan bertemu kepala biro politik Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar. Ini pertemuan langsung tingkat tinggi pertama AS-Taliban di bumi Afghanistan sejak Taliban mengontrol Kabul pada 15 Agustus lalu.

 

Pertemuan itu menunjukkan bahwa AS-Taliban masih terus melakukan komunikasi setelah AS mundur dari Afghanistan. Hal itu bagi AS sangat penting, agar terus ada kerjasama AS-Taliban dalam melawan jaringan teroris, isu geopolitik, dan isu dalam negeri Afghanistan, terutama terkait isu HAM.

 

Semua kebijakan Taliban membuka hubungan dengan AS, Rusia, dan China itu bertentangan dengan misi Al Qaeda yang ingin Taliban menolak berhubungan dengan negara-negara yang mereka sebut negara kafir, khususnya AS.

 

Al Qaeda melihat AS adalah musuh besarnya yang membunuh pemimpinnya, Osama bin Laden, pada 2 Mei 2011. Namun, Taliban justru menerima direktur CIA di Kabul hari Senin lalu. Hal itu menunjukkan betapa cukup jauh posisi—untuk tidak mengatakan bertentangan—antara Taliban dan Al Qaeda saat ini.

 

Ini yang membuat Taliban dalam beberapa tahun terakhir ini menjaga jarak—untuk tidak mengatakan memutus hubungan—dengan Al Qaeda.

 

Taliban pada era Akhundzada ini ingin menegaskan kepada dunia bahwa gerakan tersebut adalah gerakan nasional Afghanistan yang ingin membangun pemerintahan adil untuk rakyat Afghanistan saja.

 

Maka, bagi Taliban, tidak ada halangan membangun komunikasi dengan negara mana pun di muka bumi ini, seperti AS, Rusia, China, dan Eropa, demi tercapainya tujuan gerakan tersebut, yakni membangun negeri Afghanistan sesuai dengan cita-cita rakyat Afghanistan.

 

Taliban pun tidak menghalangi aksi AS menumpas Al Qaeda dan NIIS (kelompok negara Islam di Irak dan Suriah) di bumi Afghanistan. Bahkan, Taliban ikut terlibat perang sengit dengan NIIS selama dua tahun dari tahun 2015 hingga 2017.

 

Faktor utama lumpuhnya NIIS di Afghanistan adalah akibat aksi bersama AS-Taliban melawan NIIS. Jika masih ada sisa-sisa kekuatan NIIS di Afghanistan, hanyalah berupa sel-sel tidur.

 

Lemahnya ancaman serangan teroris di Afghanistan diakui oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. Ia menegaskan, AS memutuskan mundur dari Afghanistan karena tujuan AS datang ke negeri itu untuk menumpas jaringan Al Qaeda dan sekarang ancaman kelompok ini sudah sangat melemah.

 

Artinya, salah satu faktor utama AS mundur dari Afghanistan adalah mereka telah mengetahui bahwa ancaman teroris dari Afghanistan sudah minim.

 

Cerita Al Qaeda di Afghanistan bisa semakin tamat jika Taliban berhasil membentuk pemerintahan inklusif dengan melibatkan mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai, ketua komite rekonsiliasi Abdullah Abdullah dan Ahmad Massoud (putra Ahmad Shah Massoud).

 

Karzai, Abdullah Abdullah, dan Ahmad Massoud dikenal sangat anti-Al Qaeda. Bahkan, Ahmad Massoud masih menaruh dendam kepada Al Qaeda karena Al Qaeda yang membunuh bapaknya, Ahmad Shah Massoud, pada 2001. ●

 

 

Sumber :  https://www.kompas.id/baca/internasional/2021/08/27/masa-depan-hubungan-taliban-dan-al-qaeda/

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar