Senin, 23 Agustus 2021

 

Di Balik Kemenangan Taliban

Agus Haryanto ;  Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Jenderal Soedirman

DETIKNEWS, 19 Agustus 2021

 

 

                                                           

Kembalinya pemerintahan Afghanistan ke tangan pihak Taliban dianggap oleh sebagian negara sebagai sebuah tragedi. Kita menyaksikan di beberapa kanal media sebuah foto yang menggambarkan ratusan warga berbondong-bondong berusaha meninggalkan negeri itu menggunakan pesawat militer AS. Mereka khawatir situasi Afghanistan di bawah Taliban akan diwarnai kerusuhan berkepanjangan.

 

Fakta yang mengejutkan lainnya, Taliban mampu merebut Ibu kota dan kepresidenan hanya dalam beberapa minggu. Beberapa analis menyebut bahwa pernyataan rencana AS dan NATO untuk menarik pasukan dari Afghanistan adalah faktor utama. Namun demikian, tulisan ini akan mengulas dari dua pertanyaan lain yaitu seberapa kuat militer Afghanistan sehingga kalah dalam beberapa minggu saja? Apa yang dilakukan pemerintahan Afghanistan selama 20 tahun ini?

 

Seberapa Kuat Militer

 

Menurut Michael McKinley, Duta Besar AS untuk Afghanistan 2014-2016 di Foreign Affairs, jatuhnya pemerintahan Afghanistan oleh Taliban ini tak lepas dari miskalkulasi oleh AS terhadap Afghan National Defense and Security Forces. Seharusnya, walaupun tanpa dukungan dari militer AS pun, ANDSF secara hitung-hitungan di atas kertas memiliki jumlah yang lebih banyak dan memiliki persenjataan yang lebih lengkap. Sesuai dengan briefing yang diberikan kepada pemerintahan Biden pada Maret 2021, dilaporkan bahwa Taliban dapat mengambil alih Afganistan dalam hitungan dua atau tiga tahun, bukan dalam beberapa minggu.

 

Ada beberapa penjelasan mengapa fakta mengejutkan ini terjadi. Pertama, kita bisa melihat dari sisi "menyalahkan AS" yang gagal setelah dua puluh tahun melatih militer Afghanistan. Selama ini, pelatihan militer yang diberikan AS memiliki banyak kekurangan, seperti persoalan dalam penguasaan bahasa dan pemahaman budaya.

 

Selain itu, pelatihan yang diberikan oleh AS juga memiliki kekurangan karena kurang memberikan pelatihan kepada polisi. Fokus pelatihan terlalu banyak kepada tentara yang dianggap merugikan keamanan tingkat lokal. Persoalan lainnya, upaya AS terlalu berkonsentrasi pada pengajaran keterampilan infanteri taktis dan mengabaikan jenis keahlian tingkat tinggi dalam logistik, perencanaan, pelatihan, dan komando dan kontrol yang diperlukan untuk mempertahankan kekuatan militer.

 

Menurut Max Boot, militer membangun kekuatan Afghanistan menurut persepsi AS sendiri; militer Afghanistan dibangun dengan sangat bergantung pada kekuatan udara dan teknologi yang sayangnya tidak dapat dipertahankan oleh Afghanistan sendiri. Cara ini ditempuh oleh AS karena pasukan Afghanistan terlalu kecil untuk membela negara yang berpenduduk tiga puluh delapan juta orang, dan tidak ada pemerintahan AS yang ingin mendanai kekuatan yang lebih besar.

 

Oleh karena itu, tidak ada cara untuk mempertahankan kehadiran pasukan keamanan di negara yang begitu luas tanpa memasok pos-pos terdepan melalui udara. Begitu pasukan dan kontraktor AS tiba-tiba ditarik keluar, Afghanistan kehilangan kemampuan untuk menjaga mesin militer mereka agar tetap berfungsi, dan militer pun hancur.

 

Kedua, kita bisa melihat dari faktor internal di militer ANDSF. Ada over estimasi oleh AS atas kemampuan ANDSF yang sejak lonjakan pasukan AS tahun 2009-2011. Pada laporan tahun 2012 Report on Progress Toward Security and Stability in Afghanistan diungkapkan bahwa pasukan Afganistan mampu menyelesaikan 80 persen operasi dan merekrut personel yang mencapai 352 ribu tentara dan polisi. Sampai dengan tahun 2014, pasukan Afghanistan telah berhasil memimpin 99 persen operasi khusus.

 

Namun demikian, persoalan muncul ketika tahun 2017 dan 2019 ada laporan bahwa puluhan ribu tentara "hantu" telah dikeluarkan dari daftar. Ini artinya ada puluhan ribu tentara yang berkurang dan kemungkinan bergabung dengan Taliban. Selain itu, laporan pada Desember 2020 menyatakan bahwa hanya ada 298 ribu tentara yang memenuhi syarat untuk dibayar. Artinya, ada persoalan kemungkinan tentara-tentara yang membelot. Persoalan lainnya adalah mengenai korupsi, mismanajemen sumber daya yang membuat kapabilitas pertempuran dari ANDSF menurun.

 

Pemerintahan Rapuh?

 

Setelah 20 tahun pemerintahan Afghanistan, kita kini dihadapkan pada pertanyaan apa yang telah dilakukan oleh pemerintahan sehingga Taliban kembali berkuasa. Selama periode 20 tahun ini, Taliban berhasil merekrut ribuan generasi muda untuk pergerakannya. Mereka selama dua puluh tahun ini masih diterima oleh penduduk dan militer sebagai gerakan politik. Bahkan, AS membuat keputusan untuk melakukan negosiasi dengan Taliban pada tahun 2018.

 

Sementara itu, pemerintah Afghanistan masih menghadapi gejolak politik di wilayahnya baik di Kabul, kemudian persoalan antara Pashtun dan Tajik, Hazaras dan Uzbek. Selama ini, yang dilakukan oleh Karzai dan Gani lebih kepada mengelola keterwakilan etnis di dalam sistem politik, bukan pada membangun visi bersama.

 

Oleh karena itu, sebenarnya yang terjadi di Afghanistan saat ini bukanlah karena keputusan mengenai rencana AS untuk menarik pasukannya saja, tetapi ada faktor-faktor lain yaitu persoalan internal di militer dan pemerintah Afganistan yang tidak berhasil membangun visi bersama.

 

Kita tentu menunggu bagaimana kebijakan AS selanjutnya setelah Taliban mampu menguasai Afghanistan. Termasuk bagaimana rencana Taliban dalam pergaulan internasional. Juga pertanyaan-pertanyaan lain yang tentu perlu jawaban seperti negara mana saja yang akan mengakui pemerintahan Afghanistan di bawah Taliban.

 

Sumber :  https://news.detik.com/kolom/d-5687981/di-balik-kemenangan-taliban

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar