Di
Balik Kemenangan Taliban Agus Haryanto ; Dosen Hubungan Internasional FISIP
Universitas Jenderal Soedirman |
DETIKNEWS, 19
Agustus 2021
Kembalinya
pemerintahan Afghanistan ke tangan pihak Taliban dianggap oleh sebagian
negara sebagai sebuah tragedi. Kita menyaksikan di beberapa kanal media
sebuah foto yang menggambarkan ratusan warga berbondong-bondong berusaha
meninggalkan negeri itu menggunakan pesawat militer AS. Mereka khawatir
situasi Afghanistan di bawah Taliban akan diwarnai kerusuhan berkepanjangan. Fakta yang
mengejutkan lainnya, Taliban mampu merebut Ibu kota dan kepresidenan hanya
dalam beberapa minggu. Beberapa analis menyebut bahwa pernyataan rencana AS
dan NATO untuk menarik pasukan dari Afghanistan adalah faktor utama. Namun
demikian, tulisan ini akan mengulas dari dua pertanyaan lain yaitu seberapa
kuat militer Afghanistan sehingga kalah dalam beberapa minggu saja? Apa yang
dilakukan pemerintahan Afghanistan selama 20 tahun ini? Seberapa Kuat Militer Menurut
Michael McKinley, Duta Besar AS untuk Afghanistan 2014-2016 di Foreign
Affairs, jatuhnya pemerintahan Afghanistan oleh Taliban ini tak lepas dari
miskalkulasi oleh AS terhadap Afghan National Defense and Security Forces.
Seharusnya, walaupun tanpa dukungan dari militer AS pun, ANDSF secara
hitung-hitungan di atas kertas memiliki jumlah yang lebih banyak dan memiliki
persenjataan yang lebih lengkap. Sesuai dengan briefing yang diberikan kepada
pemerintahan Biden pada Maret 2021, dilaporkan bahwa Taliban dapat mengambil
alih Afganistan dalam hitungan dua atau tiga tahun, bukan dalam beberapa
minggu. Ada beberapa
penjelasan mengapa fakta mengejutkan ini terjadi. Pertama, kita bisa melihat
dari sisi "menyalahkan AS" yang gagal setelah dua puluh tahun
melatih militer Afghanistan. Selama ini, pelatihan militer yang diberikan AS
memiliki banyak kekurangan, seperti persoalan dalam penguasaan bahasa dan
pemahaman budaya. Selain itu,
pelatihan yang diberikan oleh AS juga memiliki kekurangan karena kurang
memberikan pelatihan kepada polisi. Fokus pelatihan terlalu banyak kepada
tentara yang dianggap merugikan keamanan tingkat lokal. Persoalan lainnya,
upaya AS terlalu berkonsentrasi pada pengajaran keterampilan infanteri taktis
dan mengabaikan jenis keahlian tingkat tinggi dalam logistik, perencanaan,
pelatihan, dan komando dan kontrol yang diperlukan untuk mempertahankan
kekuatan militer. Menurut Max
Boot, militer membangun kekuatan Afghanistan menurut persepsi AS sendiri;
militer Afghanistan dibangun dengan sangat bergantung pada kekuatan udara dan
teknologi yang sayangnya tidak dapat dipertahankan oleh Afghanistan sendiri.
Cara ini ditempuh oleh AS karena pasukan Afghanistan terlalu kecil untuk
membela negara yang berpenduduk tiga puluh delapan juta orang, dan tidak ada
pemerintahan AS yang ingin mendanai kekuatan yang lebih besar. Oleh karena
itu, tidak ada cara untuk mempertahankan kehadiran pasukan keamanan di negara
yang begitu luas tanpa memasok pos-pos terdepan melalui udara. Begitu pasukan
dan kontraktor AS tiba-tiba ditarik keluar, Afghanistan kehilangan kemampuan
untuk menjaga mesin militer mereka agar tetap berfungsi, dan militer pun
hancur. Kedua, kita
bisa melihat dari faktor internal di militer ANDSF. Ada over estimasi oleh AS
atas kemampuan ANDSF yang sejak lonjakan pasukan AS tahun 2009-2011. Pada
laporan tahun 2012 Report on Progress Toward Security and Stability in
Afghanistan diungkapkan bahwa pasukan Afganistan mampu menyelesaikan 80
persen operasi dan merekrut personel yang mencapai 352 ribu tentara dan
polisi. Sampai dengan tahun 2014, pasukan Afghanistan telah berhasil memimpin
99 persen operasi khusus. Namun
demikian, persoalan muncul ketika tahun 2017 dan 2019 ada laporan bahwa
puluhan ribu tentara "hantu" telah dikeluarkan dari daftar. Ini
artinya ada puluhan ribu tentara yang berkurang dan kemungkinan bergabung
dengan Taliban. Selain itu, laporan pada Desember 2020 menyatakan bahwa hanya
ada 298 ribu tentara yang memenuhi syarat untuk dibayar. Artinya, ada
persoalan kemungkinan tentara-tentara yang membelot. Persoalan lainnya adalah
mengenai korupsi, mismanajemen sumber daya yang membuat kapabilitas
pertempuran dari ANDSF menurun. Pemerintahan Rapuh? Setelah 20
tahun pemerintahan Afghanistan, kita kini dihadapkan pada pertanyaan apa yang
telah dilakukan oleh pemerintahan sehingga Taliban kembali berkuasa. Selama
periode 20 tahun ini, Taliban berhasil merekrut ribuan generasi muda untuk
pergerakannya. Mereka selama dua puluh tahun ini masih diterima oleh penduduk
dan militer sebagai gerakan politik. Bahkan, AS membuat keputusan untuk
melakukan negosiasi dengan Taliban pada tahun 2018. Sementara itu,
pemerintah Afghanistan masih menghadapi gejolak politik di wilayahnya baik di
Kabul, kemudian persoalan antara Pashtun dan Tajik, Hazaras dan Uzbek. Selama
ini, yang dilakukan oleh Karzai dan Gani lebih kepada mengelola keterwakilan
etnis di dalam sistem politik, bukan pada membangun visi bersama. Oleh karena
itu, sebenarnya yang terjadi di Afghanistan saat ini bukanlah karena
keputusan mengenai rencana AS untuk menarik pasukannya saja, tetapi ada
faktor-faktor lain yaitu persoalan internal di militer dan pemerintah
Afganistan yang tidak berhasil membangun visi bersama. Kita tentu
menunggu bagaimana kebijakan AS selanjutnya setelah Taliban mampu menguasai
Afghanistan. Termasuk bagaimana rencana Taliban dalam pergaulan
internasional. Juga pertanyaan-pertanyaan lain yang tentu perlu jawaban
seperti negara mana saja yang akan mengakui pemerintahan Afghanistan di bawah
Taliban. ● Sumber : https://news.detik.com/kolom/d-5687981/di-balik-kemenangan-taliban |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar