Memahami
Malaysia dan BJH
S Sinansari Ecip ; Panel Ahli pada Pusat Kajian Media dan Jurnalisme
|
REPUBLIKA,
14 Desember 2012
Memahami Malaysia kadang-kadang
dianggap tidak penting. Dalam suatu komunikasi, terutama manakala ada sengketa,
saling tahu dan kemudian saling memahami adalah penting. Kita sering lupa,
terlalu banyak memahami diri sendiri tanpa berusaha memahami pihak lain.
Siapa Tan Sri
Zainuddin Maidin? Dia mantan menteri Penerangan Malaysia yang menjabat dua
tahun. Tulisannya di media milik pemerintah, Utusan (www.
utusan.com,my), menyebut BJ Habibie (BJH) sebagai `anjing imperialisme\' dan `pengkhianat bangsa'. Tulisan di online-nya telah dihilangkan oleh redaksi yang bersangkutan. Tulisan itu awalnya di blog pribadi Zainuddin (Ahad, 9/12) di harian Utusan, website-nya, serta The Malaysia Insider. Mengapa kata-kata kasar sampai keluar?
Mencoba memahami Mari
kita mencoba memahami seolah-olah sebagai orang Malaysia yang menyokong
(mendukung) pemerintahnya. Mari kita beeing
the others. Mencoba memahami bukan berarti selalu sependapat.
Zainuddin merasa kecewa karena BJH berteman dekat dengan Datuk Sri Anwar
Ibrahim. Zainuddin dikenal sebagai pengikut Tun Mahathir (termasuk Pemerintah
Malaysia sekarang). Anwar dinilai selaku antek Barat dan memperjuangkan
kebebasan yang tidak selaras dengan Islam. Anwar pernah mempertahankan
Yahudi, bukannya Palestina.
Lebih daripada itu,
sewaktu krisis ekonomi di Asia dan Anwar masih menjadi wakil perdana menteri,
sangat sependapat dengan IMF untuk membantu Malaysia. Sikap Mahathir
sebaliknya, untuk apa minta bantuan IMF? Pilihan Mahathir ternyata tepat
hingga Malaysia bisa bangkit seperti sekarang. Indonesia yang memilih bantuan
IMF terpuruk dan dirundung malang karena utang.
BJH terlalu dekat
dengan Anwar yang oleh sebagian orang Malaysia dapat diartikan mencemarkan
dirinya sendiri di Malaysia. Anwar sedang memperjuangkan demokrasi yang
pro-Barat di Malaysia. Karena itu, BJH diartikan sebagai sama dan sebangun
dengan Anwar yang sedang dimusuhi Pemerintah Malaysia. Ada pendapat
tradisional yang sederhana di sana, sahabat lawan adalah juga lawan.
Tamu nonformal (bukan
resmi pemerintah) yang mendekati oposan di Malaysia akan menimbulkan pergunjingan
di Malaysia. Itu di Indonesia tidak akan menjadi soal, oposan Malaysia
(Anwar) mendatangi oposan (orang-orang kritis) di Indonesia. Mahathir dekat
dengan Soeharto dan menghormatinya serta tidak mengajari Indonesia bagaimana
mengurus Indonesia, demikian pula sebaliknya.
Menurut pandangan
penguasa Malaysia (UMNO), Anwar adalah pengkhianat bangsa karena memasukkan
elemen sekuler, liberal, dan pluralisme ke Malaysia. Sebagian besar umat Islam
Malaysia tidak menyokongnya. Apalagi, Anwar pernah tidak menyokong Palestina.
Memenuhi undangan dari
Selangor, kehadiran BJH bersama Anwar dianggap penguasa Malaysia sebagai
memasuki wilayah yang peka. Dalam pidatornya di Universitas Selangor, BJH
membicarakan demokrasi dan sekitarnya. Itu dapat dianggap mengajari atau
memprovokasi Malaysia berdemokrasi, bahkan men- campuri urusan dalam negeri
mereka.
Lain BJH, lain Anwar
Tapi, terlalu gegabah
Zainuddin menyamakan BJH dengan Anwar. BJH meski tidak lagi mewakili
bangsa Indonesia (sebagai presiden), masih sangat dihormati di Indonesia.
Meski jengkel atas kedatangan BJH, sebaiknya Zainuddin dapat mengendalikan
emosinya, terutama dalam menggunakan kata `anjing' dan `pengkhianat', dua
kata yang menurut orang Islam dan menurut orang Islam Malaysia pun sangatlah
buruk sekaligus kasar.
Tentang lepasnya Timor
Timur, pendapat Zainuddin tidak benar. Dia berpendapat, BJH menjadi orang
suruhan imperialis. Barat membolehkan Indonesia untuk sementara (10 tahun
lagi) menguasai Timor Timur, tapi dengan biaya Indonesia. Setelah itu, boleh
referendum.
BJH setuju mempercepat
referendum waktu itu karena pendukung Indonesia di Timor Timur diangapnya
cukup kuat. Salahnya, referendum bukan diselenggarakan secara independen oleh
PBB, melainkan oleh Australia-Portugis yang mempunyai kepentingan ekonomi dan
politik.
Penghitungan suara hasil
referendum tidak dikontrol oleh pengawas yang netral. Panitia referendum
didominasi anak-anak yang dapat beasiswa belajar di luar Timor Timur yang
jelas prokemerdekaan. Pengawas tidak boleh mendekati tempat pemilihan suara. Kenyataan
ini diperkuat oleh kesaksian seorang wartawan asing yang hari-hari itu
bertugas di sana.
Benar, seyogianya BJH
memahami suasana kejiwaan Pemerintah Malaysia sehingga tidak perlu hadir di
Selangor bersama Anwar, apalagi berbicara tentang demokrasi Barat. Itu dapat
diartikan, BJH melukai Malaysia. Al Gore, wakil presiden AS, pernah melakukan
hal seperti itu (dianggap campur tangan urusan dalam negeri Malaysia) pada
1998 maka dicerca oleh kekuasaan Malaysia dan pendukungnya.
Kedatangan BJH di
Malaysia tidak bisa tidak, diartikan secara politis oleh kedua belah pihak di
sana. Anwar akan memperoleh keuntungan. Penguasa akan memperoleh kerugian.
Tidak lama lagi, di sana akan dilaksanakan pemilihan umum (pemilu). Pidato
BJH di Selangor pada 6 Desember 2012 diartikan penguasa, seperti mengajari
berdemokrasi, suatu hal yang masih tabu di sana.
Tampak agak sombong, Zainuddin di TV menyatakan tidak perlu minta maaf kepada
BJH. BJH dianggapnya bukan mewakili bangsa karena bukan lagi presiden. Itu
haknya.
Sikap BJH juga sudah
benar, tidak terlalu memperhatikan komentar Zainuddin. Cercaan Zainudin
bahkan dianggapnya sebagai pujian. Bila BJH menanggapinya dengan bersuara
keras, meski itu haknya, akan berarti menganggap besar Zainuddin. Menarik
judul sebuah buku yang kurang lebih berbunyi, BJH Kecil, Tapi Otak Semua. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar