Sabtu, 15 Desember 2012

Memahami Malaysia dan BJH


Memahami Malaysia dan BJH
S Sinansari Ecip ;  Panel Ahli pada Pusat Kajian Media dan Jurnalisme
REPUBLIKA, 14 Desember 2012


Memahami Malaysia kadang-kadang dianggap tidak penting. Dalam suatu komunikasi, terutama manakala ada sengketa, saling tahu dan kemudian saling memahami adalah penting. Kita sering lupa, terlalu banyak memahami diri sendiri tanpa berusaha memahami pihak lain.

Siapa Tan Sri Zainuddin Maidin? Dia mantan menteri Penerangan Malaysia yang menjabat dua tahun. Tulisannya di media milik pemerintah, Utusan (www.
utusan.com,my), menyebut BJ Habibie (BJH) sebagai `anjing imperialisme\' dan `pengkhianat bangsa'. Tulisan di online-nya telah dihilangkan oleh redaksi yang bersangkutan. Tulisan itu awalnya di blog pribadi Zainuddin (Ahad, 9/12) di harian Utusan, website-nya, serta The Malaysia Insider. Mengapa kata-kata kasar sampai keluar?

Mencoba memahami Mari kita mencoba memahami seolah-olah sebagai orang Malaysia yang menyokong (mendukung) pemerintahnya. Mari kita beeing the others. Mencoba memahami bukan berarti selalu sependapat.

Zainuddin merasa kecewa karena BJH berteman dekat dengan Datuk Sri Anwar Ibrahim. Zainuddin dikenal sebagai pengikut Tun Mahathir (termasuk Pemerintah Malaysia sekarang). Anwar dinilai selaku antek Barat dan memperjuangkan kebebasan yang tidak selaras dengan Islam. Anwar pernah mempertahankan Yahudi, bukannya Palestina.

Lebih daripada itu, sewaktu krisis ekonomi di Asia dan Anwar masih menjadi wakil perdana menteri, sangat sependapat dengan IMF untuk membantu Malaysia. Sikap Mahathir sebaliknya, untuk apa minta bantuan IMF? Pilihan Mahathir ternyata tepat hingga Malaysia bisa bangkit seperti sekarang. Indonesia yang memilih bantuan IMF terpuruk dan dirundung malang karena utang.

BJH terlalu dekat dengan Anwar yang oleh sebagian orang Malaysia dapat diartikan mencemarkan dirinya sendiri di Malaysia. Anwar sedang memperjuangkan demokrasi yang pro-Barat di Malaysia. Karena itu, BJH diartikan sebagai sama dan sebangun dengan Anwar yang sedang dimusuhi Pemerintah Malaysia. Ada pendapat tradisional yang sederhana di sana, sahabat lawan adalah juga lawan.

Tamu nonformal (bukan resmi pemerintah) yang mendekati oposan di Malaysia akan menimbulkan pergunjingan di Malaysia. Itu di Indonesia tidak akan menjadi soal, oposan Malaysia (Anwar) mendatangi oposan (orang-orang kritis) di Indonesia. Mahathir dekat dengan Soeharto dan menghormatinya serta tidak mengajari Indonesia bagaimana mengurus Indonesia, demikian pula sebaliknya.

Menurut pandangan penguasa Malaysia (UMNO), Anwar adalah pengkhianat bangsa karena memasukkan elemen sekuler, liberal, dan pluralisme ke Malaysia. Sebagian besar umat Islam Malaysia tidak menyokongnya. Apalagi, Anwar pernah tidak menyokong Palestina.

Memenuhi undangan dari Selangor, kehadiran BJH bersama Anwar dianggap penguasa Malaysia sebagai memasuki wilayah yang peka. Dalam pidatornya di Universitas Selangor, BJH membicarakan demokrasi dan sekitarnya. Itu dapat dianggap mengajari atau memprovokasi Malaysia berdemokrasi, bahkan men- campuri urusan dalam negeri mereka.

Lain BJH, lain Anwar

Tapi, terlalu gegabah Zainuddin menyamakan BJH dengan Anwar. BJH meski tidak lagi mewakili bangsa Indonesia (sebagai presiden), masih sangat dihormati di Indonesia. Meski jengkel atas kedatangan BJH, sebaiknya Zainuddin dapat mengendalikan emosinya, terutama dalam menggunakan kata `anjing' dan `pengkhianat', dua kata yang menurut orang Islam dan menurut orang Islam Malaysia pun sangatlah buruk sekaligus kasar.

Tentang lepasnya Timor Timur, pendapat Zainuddin tidak benar. Dia berpendapat, BJH menjadi orang suruhan imperialis. Barat membolehkan Indonesia untuk sementara (10 tahun lagi) menguasai Timor Timur, tapi dengan biaya Indonesia. Setelah itu, boleh referendum. 

BJH setuju mempercepat referendum waktu itu karena pendukung Indonesia di Timor Timur diangapnya cukup kuat. Salahnya, referendum bukan diselenggarakan secara independen oleh PBB, melainkan oleh Australia-Portugis yang mempunyai kepentingan ekonomi dan politik. 

Penghitungan suara hasil referendum tidak dikontrol oleh pengawas yang netral. Panitia referendum didominasi anak-anak yang dapat beasiswa belajar di luar Timor Timur yang jelas prokemerdekaan. Pengawas tidak boleh mendekati tempat pemilihan suara. Kenyataan ini diperkuat oleh kesaksian seorang wartawan asing yang hari-hari itu bertugas di sana.

Benar, seyogianya BJH memahami suasana kejiwaan Pemerintah Malaysia sehingga tidak perlu hadir di Selangor bersama Anwar, apalagi berbicara tentang demokrasi Barat. Itu dapat diartikan, BJH melukai Malaysia. Al Gore, wakil presiden AS, pernah melakukan hal seperti itu (dianggap campur tangan urusan dalam negeri Malaysia) pada 1998 maka dicerca oleh kekuasaan Malaysia dan pendukungnya.

Kedatangan BJH di Malaysia tidak bisa tidak, diartikan secara politis oleh kedua belah pihak di sana. Anwar akan memperoleh keuntungan. Penguasa akan memperoleh kerugian. Tidak lama lagi, di sana akan dilaksanakan pemilihan umum (pemilu). Pidato BJH di Selangor pada 6 Desember 2012 diartikan penguasa, seperti mengajari berdemokrasi, suatu hal yang masih tabu di sana.

Tampak agak sombong, Zainuddin di TV menyatakan tidak perlu minta maaf kepada BJH. BJH dianggapnya bukan mewakili bangsa karena bukan lagi presiden. Itu haknya.

Sikap BJH juga sudah benar, tidak terlalu memperhatikan komentar Zainuddin. Cercaan Zainudin bahkan dianggapnya sebagai pujian. Bila BJH menanggapinya dengan bersuara keras, meski itu haknya, akan berarti menganggap besar Zainuddin. Menarik judul sebuah buku yang kurang lebih berbunyi, BJH Kecil, Tapi Otak Semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar