Sabtu, 15 Desember 2012

ICM Desa Pesisir


ICM Desa Pesisir
Yonvitner ;  Dosen IPB dan Tim Teknis ICM Berbasis Desa Ditjen PMD Kemendagri
KOMPAS, 15 Desember 2012


Sedikitnya 540 persoalan masih menjadi pembahasan dalam RUU Desa. Bukan tidak mungkin akan bertambah jika DPR studi banding ke negara yang berbeda secara kultural.
Sampai saat ini tercatat 10.640 desa berada di wilayah pesisir. Desa pesisir secara geografis menempati daerah yang secara legal batas ada di wilayah laut sampai 22 kilometer, sementara batas darat mencakup kecamatan pesisir. Menurut Grand Design Pembangunan Desa (2009), jumlah desa pesisir di Indonesia mencapai lebih dari 14 persen dari semua desa. Luasnya 35.949.021,30 hektar atau 19 persen dari luas keseluruhan desa-desa di Indonesia.
Dalam konteks pengelolaan sumber daya pesisir, sekitar 92 persen desa pesisir di wilayah timur Indonesia adalah desa adat yang mempraktikkan pengelolaan berbasis budaya lokal. Walaupun dekat dengan sumber daya, jumlah penduduk miskin di semua desa pesisir tadi masih tinggi, mencapai 7,8 juta jiwa. Implementasi UU Desa diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi desa-desa pesisir sehingga tidak menimbulkan persoalan baru dalam tata kelola sumber daya di wilayah pesisir.
Sumber Daya Pesisir
Sumber daya pesisir sebagai bagian tak terpisahkan dari aset desa harus kita cermati sebaik mungkin. Dalam RUU Desa, hal penting yang harus dicermati adalah bagian pemanfaatan sumber daya desa di pesisir dan laut.
Menurut RUU Desa Pasal 28 Butir c dan d, kewenangan yang dilimpahkan ke desa dalam pembangunan meliputi: memiliki dan mengelola kekayaan desa sesuai kewenangannya untuk kesejahteraan masyarakat (Butir c); serta memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya milik desa sesuai peraturan perundang-undangan (Butir d). Ada bagian Pasal 33 semestinya secara jelas juga dinyatakan bahwa desa adat diberi kewenangan dalam pembangunan dengan mengelola (memanfaatkan dan melestarikan) sumber daya alam yang ada menurut hukum adat setempat.
Sumber daya alam pesisir sesungguhnya tak hanya bermakna sumber daya yang berpotensi dieksploitasi, tetapi juga memuat informasi tentang ancaman, tekanan, dan kerusakan SDA yang terdapat di wilayah desa pesisir. Sebutlah kerusakan ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, estuari, laguna, pencemaran perairan pesisir, eksploitasi lebih, dan tumpang tindih aktivitas di wilayah desa pesisir. Jadi, sumber daya pesisir dalam RUU Desa harus dijabarkan lebih jelas dalam konteks aktivitas pemanfaatan dan pelestarian sumber dayanya.
Saat ini RUU desa memberikan pemaknaan yang lebih umum dari pengelolaan untuk desa yang bukan desa adat. Sementara, desa adat memiliki ruang cukup dalam mengoptimalkan sumber dayanya antara praktik eksploitasi dan konservasi.
Kalau ini dibiarkan, bukan tak mungkin konflik juga akan terjadi di desa pesisir yang bukan desa adat dalam memperebutkan sumber daya yang ada, mulai dari lahan penangkapan, lahan budidaya, bahan galian, dan sumber daya lain, termasuk jalur pelayaran antardesa. Untuk itu, protokol desa harus ada dalam setiap kegiatan pemanfaatan sumber daya dan diperkuat pengawasan yang dibungkus peraturan desa.
Selain peraturan desa dan aturan desa adat, kegiatan pemanfaatan sumber daya di desa pesisir juga harus mengacu pada konsep integrated coastal management (ICM; manajemen terpadu kawasan pesisir) yang berbasis desa. Kenapa ICM penting? Setidaknya ada dua alasan.
Pertama, implementasi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut menyisakan persoalan pemanfaatan sumber daya tentang hak pengusahaan perairan pesisir. Juga soal interpretasi atas pemahaman tentang yang menjadi hak pengelolaan dan pemanfaatan dengan hak yuridis yang kemudian berujung pada konflik antardaerah bertetangga.
Kedua, ICM tingkat desa penting untuk mengantisipasi lima isu pokok dalam pengelolaan sumber daya di desa pesisir. Pertama, isu-isu utama tentang SDA dan lingkungan yang tidak berkeadilan. Kedua, isu-isu utama tentang sosial-budaya yang tidak seragam. Ketiga, isu-isu utama tentang ekonomi dan kesejahteraan. Keempat, isu-isu utama tentang infrastruktur yang tidak mendukung. Kelima, isu-isu utama tentang kelembagaan masyarakat yang tak sepenuhnya baik.
Manajemen Terpadu
Konsep ICM sebagian telah diadopsi dan dipraktikkan di masyarakat. Contohnya pengelolaan sumber daya laut dengan pola sasi di Maluku, hak ulayat laut di Papua, serta awig-awig di Lombok. Selain itu, konsep ICM desa juga dapat bersinergi dengan praktik-praktik pengelolaan sumber daya yang sudah ada saat ini, seperti konservasi daerah, kelompok masyarakat pengawas, serta praktik-praktik yang berbasis lokal. Praktik pengelolaan berbasis desa adat jadi dasar kuat untuk implementasi ICM desa pesisir berbasis masyarakat.
Carter (1996) menjamin, pengelolaan sumber daya pesisir berbasis masyarakat di ICM tingkat desa akan memberikan nilai positif, di antaranya (1) mendorong pemerataan akses terhadap sumber daya; (2) kegiatan pengelolaan akan merefleksikan kebutuhan lokal; (3) peningkatan manfaat dan keuntungan masyarakat lokal; (4) responsif dan adaptif terhadap variasi kondisi sosial dan lingkungan lokal; (5) menumbuhkan kesadaran bersama karena komitmen kuat; (6) motivasi dan kelestarian sumber daya pesisir itu sendiri.
Manajemen terpadu dalam pemanfaatan sumber daya di desa pesisir perlu didorong jadi kebijakan nasional untuk mewujudkan desa pesisir mandiri dan tangguh. Sekiranya anggota DPR bisa studi banding ke desa pesisir di bagian timur Indonesia, sudah barang tentu akan menambah pemahaman mereka tentang karakter desa pesisir dan persoalan yang muncul bisa lebih sedikit. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar