Sabtu, 16 Juni 2012

Isra Mikraj Meneguhkan Civil Society


Isra Mikraj Meneguhkan Civil Society
Muhammadun ; Analis pada Studi Politik dan Pemerintahan
Program Pascasarjana UIN Yogyakarta
Sumber :  MEDIA INDONESIA, 16 Juni 2012


ISRA Mikraj merupakan peristiwa monumental dalam kilasan sejarah perjalanan Nabi Muhammad. Isra Mikraj menjadi sebuah perjalanan spiritual yang menabalkan kembali spirit dakwah Nabi dalam mentransformasikan ajaran Islam. Nabi menyusuri perjalanan dari Masjidil Haram (Mekah) menuju Masjidil Aqsa (Palestina), kemudian Nabi naik (mi’raj) menuju Sidratul Muntaha dan menghadap secara langsung ke hadirat-Nya.

Pertemuan Nabi dengan Allah berlangsung sangat khidmat. Allah menjadikan umat Muhammad sebagai umat terbaik untuk berbuat kebajik an di muka bumi. Untuk menja di umat terbaik itulah, Allah mensyariatkan salat lima waktu, sebagai basis tegaknya kebajikan di semesta bumi. Demikian dijelaskan Syaikh Utsman alKhaobary dalam kitab Durratun Nashihin.

Ajaran salat yang dibawa Nabi, menurut Ali Ahmad al-Jurjawi dalam Hikmatu alTasyri’ wa Falsafatuhu (1997: 70), merupakan tiang agama (‘imad al-din), cahaya keyakinan (nur al-yaqin), dan penyembuh hati (syifa’ al-sudur).

Fungsi transformatif salat itu disebabkan salat bisa mencegah manusia berbuat keji dan mungkar serta menjauhkan manusia dari nafsu kejelekan yang telah menancap kuat dalam dirinya. Salat bisa melepas bias-bias nafsu tersebut karena bila khusyuk menghadap Tuhan dalam salat, manusia akan menemukan kesejatian hidup dan nafsu keserakahan akan segera sirna dalam relung hidupnya.

Terbukti, ajaran salat menjadikan peradaban Islam yang dibangun Nabi semakin kukuh dan berakar. Para sahabat Nabi semakin teguh dalam berjuang dengan Nabi untuk kemaslahatan kemanusiaan. Dalam konteks itu, spirit Isra Mikraj bisa menjadi roh gerak bangsa Indonesia untuk membangunkan kembali peradabannya yang sedang runtuh dan terseok di tengah masa transisi sekarang.

Reformasi yang berjalan selama ini ternyata belum memberi kan sebuah harapan baru da lam membentuk tatanan ke hidupan yang maju dan modern seperti Madinah yang dibangun Rasulullah ketika itu. Reformasi sekarang hanya sebuah ilusi yang hanya dimanfaatkan para pahlawan kesiangan untuk menduduki jabatan dan kekuasaan.

Pergeseran Orde Baru menuju Orde Reformasi mengandung arti bahwa berbagai penindasan, tindak kekerasan politik, radikalisme sosial, pelanggaran HAM, disintegrasi sosial, kesenjangan sosial, dan berbagai tindakan amoral dan asosial lainnya yang semakin subur dan menjadi-jadi dalam negeri ini apalagi pasca-Pemilu 2009, harus diubah menjadi tatanan baru yang mampu melindungi dan menyejahterakan masyarakat.

Namun, dalam perjalanannya reformasi ternyata belum mampu mewujudkan impian masyarakat. Berbagai agenda reformasi yang didengung-dengungkan para aktivis hanya sebuah ‘omelan’ untuk meningkatkan nama para aktivis reformis. Reformasi malah menambah beban kesengsaraan masyarakat, khususnya masyarakat kecil, dan problem kehidupan semakin kompleks dan menjemukan. Kondisi reformasi bangsa yang terpuruk itu perlu kita mikrajkan menuju bangsa yang mengedepankan keadilan, kebenaran, dan kedamaian.

Konsepsi tatanan kehidupan yang dibangun Rasulullah terjalin dalam sebuah ikatan formal yang fenomenal sekali, yang dikenal dengan Mitsaqul Madinah (Piagam Madinah), yang oleh sejarawan terkemuka W Montgomery Watt diistilahkan dengan Konstitusi Madinah. Konstitusi itu antara lain mengatur kehidupan di Madinah yang dihuni berbagai suku, etnik, agama, dan lain sebagainya. Dalam hal agama misalnya, Rasulullah tidaklah memaksakan dakwahnya kepada umat agama lain.

Kebebasan agama terjamin penuh dalam Madinah. Islam tidaklah mengintimidasi dan mengonversi pemeluk agama lain karena berdakwah dalam Islam merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas ibadah umat, bukan untuk persaingan mencari pengikut.

Isra Mikraj seharusnya bisa hadir dalam meneguhkan high society di Indonesia. High society merupakan konsepsi masyarakat yang tidak hanya mengedepankan pembangunan politik saja, tetapi pembangunan bangsa secara menyeluruh, baik aspek ekonomi, pendidikan, kebudayaan, maupun peradaban bangsa. Konsep high society di negara kita juga dikenal dengan masyarakat madani atau civil society.

High society sebagaimana dikonsepsikan para pemikir memiliki tiga ciri utama. Pertama, adanya kemandirian yang cukup tinggi dari individu dan kelompok dalam masyarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara; kedua, adanya ruang publik yang bebas sebagai wahana keterlibatan politik secara aktif dari warga negara melalui wacana dan praksis yang berkaitan de ngan kepentingan publik; dan ketiga, adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar ia tidak intervensionis.

Rasulullah telah meneladankan konsepsi tersebut dalam pembangunan masyarakat Islam di Semenanjung Arabia. Membangun masyarakat yang selalu mengedepankan kea dilan dan kebenaran merupakan keniscayaan. Nilai keadilan itulah yang mampu mengangkat citra sebuah negara. Kekuatan hukum yang dibangun Rasulullah tidaklah mendiskriminasikan warga negara, apakah kaum Islam, Yahudi, Nasrani, dan lain sebagainya atau apakah orang kecil, orang jalanan, pejabat, bahkan keluarga dekat sendiri. Semua di sisi hukum ialah sama.

Sang putri Nabi, Fatimah, pun bila mencuri yang akan memotongnya ialah Nabi sendiri. Umar bin Khattab, sang khalifah kedua, pun tidak segan-segan merajam putra tercintanya karena melakukan perzinaan dengan seorang gadis. Namun, apa yang terjadi di negara kita?

Hukum hanyalah sebuah menara gading yang selalu dibanggakan untuk menjerat orang yang tidak bersalah, tetapi malah untuk melanggengkan kekuasaan para pengecut dan pengkhianat negara. Dengan bangganya para pejabat negeri ini mengatasnamakan dirinya sebagai pahlawan bangsa yang akan menghilangkan krisis bangsa ini, padahal di balik itu, nilai-nilai keadilan dan kebenaran tak satu pun tertancap dalam diri mereka.

Fondasi masyarakat madani yang dibangun Rasulullah demikian jelas. Sudah barang tentu di tengah bangsa yang menangis sekarang ini, nilai-nilai dan tatanan kehidupan yang telah dibangun Rasulullah perlu transfer ke Indonesia.

Indonesia sangat butuh sekali, mengingat berbagai tatanan yang ditawarkan berbagai pihak ternyata telah gagal membangun peradaban maju dan modern. Rasulullah yang telah sukses menerjemahkan berbagai konsepsi yang dimilikinya perlu kita realisasikan dan kita terjemahkan di Indo nesia. Dengan demikian ke depan, bangsa ini mampu menjadi bangsa modern dan mampu bersaing di tingkat global.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar