Cegah
Menjadi Negara Gagal
Hajriyanto Y Thohari ; Wakil Ketua
MPR RI
Sumber : SUARA
KARYA, 21 Juni 2012
Posisi Indonesia yang kembali memburuk dalam Daftar Indeks Negara
Gagal 2012 harus disikapi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara
lugas, terbuka, dan terus terang. Sikap yang terlalu bersemangat membela diri
dan apologis bukan hanya akan menimbulkan sinisme publik, melainkan justru akan
melahirkan apatisme dan kecaman-kecaman keras yang malah akan kontraproduktif.
Pemerintah perlu bersikap apa adanya, lugas, dan terbuka sehingga
rakyat akan bahu-membahu memberikan dukungan dan partisipasi untuk bersama-sama
memperbaiki keadaan. Dukungan dan partisipasi publik penting sekali mengingat
tiga indikator untuk menyusun FSI (Failed
States Index) 2012 sangat terkait dengan perilaku sosial budaya masyarakat,
yaitu tekanan demografis, penindasan terhadap kelompok-kelompok minoritas
tertentu di masyarakat, dan penegakan hak asasi manusia (HAM).
Pemerintah perlu membeberkan semua permasalahan yang menyangkut
ketiga indikator itu. Kemudian, ke depan perlu dijelaskan apa yang harus
dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Pada era keterbukaan seperti sekarang
ini, seyogianya semua permasalahan harus dibuka agar masyarakat sadar sehingga
permasalahan dapat dipecahkan bersama secara partisipatif.
Tekanan demografis dalam bentuk ledakan demografis, misalnya, akan
sangat menuntut kesadaran rakyat untuk bersama-sama mengendalikan ledakan
jumlah penduduk yang implikasinya memang sangat besar dan berat bagi
perekonomian nasional. Tidaklah mungkin program pengendalian penduduk dapat
dilakukan seperti program keluarga berencana (KB) pada masa lalu. Semuanya
harus tumbuh dari kesadaran bersama.
Demikian pula halnya dengan tindakan intoleran yang terjadi di
beberapa daerah, perlu dicarikan solusi terbaik secara arif dan bijaksana.
Peran para tokoh agama seperti ulama, pastor, pendeta, dan tokoh-tokoh
masyarakat sangatlah penting dalam upaya membangun kemerdekaan menjalankan
ibadah atau mendirikan rumah ibadat dalam rangka memperkuat harmonisasi
antarkelompok agama dan budaya.
Penegakan hukum juga harus tegas dan konsisten. Ketidaktegasan dan
inkonsistensi penegakan hukum akan menjadikan seolah-olah ada tekanan kelompok
tertentu. Padahal, sebenarnya yang terjadi adalah tindakan pidana biasa saja,
yaitu perusakan atau ancaman. Tetapi, karena tidak ada penegakan hukum secara
tegas, maka mudah ditafsirkan sebagai suatu pembiaran oleh negara atas tindakan
pelanggaran kebebasan beragama. Padahal, sebenarnya hanya pelanggaran hukum
pidana biasa saja.
Berkenaan dengan penegakan HAM, pemerintah harus melakukan
sosialisasi HAM secara masif dan sistematis. Konstitusi kita terkait HAM sudah
sangat maju, bahkan terhitung lebih maju daripada negara-negara lain di Asia.
Begitu juga dengan Undang-Undang tentang HAM dan lembaga-kembaga HAM, kandungan
isinya pun sudah sesuai harapan. Tapi, sayang sekali, sosialisasi tidak banyak
dilakukan oleh pemerintah. Praktis, ketentuan-ketentuan mengenai HAM dalam UUD
1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya menjadi cuma dokumen kearifan
belaka.
Jika langkah-langkah drastis itu tidak kunjung dilakukan, jangan
terkejut jika posisi Indonesia dalam indeks negara gagal akan terus memburuk.
Pemerintah mesti sadar bahwa gengsi, prestasi, dan reputasi Indonesia sebagian
besar berada di pundak negara, terutama pemerintah. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar