Rabu, 08 Januari 2014

TVRI dan Konvensi Demokrat

                                  TVRI dan Konvensi Demokrat

Amir Effendi Siregar  ;   Anggota Dewan Pers (2003-2006), 
Ketua Dewan Pimpinan Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat
KOMPAS,  06 Januari 2014
                                                                                                                        


PERTENGAHAN September lalu, TVRI menayangkan Konvensi Partai Demokrat hingga 2,5 jam. Komisi Penyiaran Indonesia pun menegur dengan alasan telah terjadi pelanggaran prinsip netralitas dan independensi. Persoalan berlanjut pada kontroversi pengunduran diri dan pemberhentian direksi TVRI.

Ada pihak yang berpendapat bahwa penayangan acara konvensi bukan masalah. Saya mendapat pertanyaan gencar, apakah penayangan itu melanggar hukum dan atau etika?

Sangat menarik mempelajari kasus ini sebagai masukan, terutama untuk regulator seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Dewan Pers, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Komisi Pemilihan Umum, DPR, bahkan lembaga penyiaran, khususnya TVRI, agar dapat bertindak tepat, termasuk penyusunan peraturan perundang-undangan.

Apalagi kini menjelang pemilihan umum. Media, khususnya elektronik, akan dimanfaatkan secara maksimal oleh berbagai pihak, termasuk pemilik.

Karya jurnalistik

Untuk dapat memberikan masukan, saya menonton kembali seluruh penayangan Konvensi Partai Demokrat itu. Memerlukan kesabaran untuk menontonnya (beberapa kali dalam dua hari) karena tiap 30 menit beristirahat. Capek dan melelahkan.

Kesimpulan apa yang diperoleh? Apakah konvensi itu mempunyai nilai berita (news values), sepertisignificance, proximity, timeliness (aktual), magnitude, prominence, dan human interest?

Konvensi itu penting diketahui publik (significance) karena Partai Demokrat adalah salah satu partai terbesar di Indonesia dengan calon-calon presiden yang mempunyai nama besar (prominence).

Semua tokoh dan Partai Demokrat mempunyai nilai kedekatan (proximity), baik secara geografis maupun psikografis, dengan penonton.

Konvensi itu adalah peristiwa yang aktual. Jadi, secara teoretis, konvensi Partai Demokrat itu mempunyai nilai berita yang sangat tinggi. Gabungan dari beberapa elemen nilai berita. Lantas, di mana dan apa masalahnya?

Sebuah karya jurnalisme seharusnya ditujukan untuk pemberdayaan publik. Menyampaikan informasi yang dibutuhkan dan mencerdaskan publik.
Kepentingan publik adalah yang utama. Informasi itu harus dikemas menarik, komprehensif dari berbagai perspektif agar bermanfaat buat kehidupan publik. 

Independensi terhadap narasumber harus dijaga. Di sinilah masalah muncul.
Penayangan konvensi tidak dikemas sesuai dengan prinsip kerja jurnalisme dan jurnalistik. Tidak diedit sama sekali, entah karena malas atau tidak mengerti. Terkesan bukan untuk kepentingan publik sehingga independensi dan netralitas dipertanyakan.
Bila TVRI menayangkan materi siaran konvensi berdasarkan prinsip kerja jurnalisme dan jurnalistik, justru menarik dan bisa ditampilkan dalam beberapa episode.

Setiap tokoh bahkan bisa dibahas lengkap dan sekaligus dibandingkan dengan tokoh lain. Kita bisa melihat sisi positif dan negatif tokoh. Ini bisa menjadi pembelajaran, pemberdayaan, dan pencerdasan publik. Namun, ini tidak dilakukan.

Posisi TVRI

TVRI adalah lembaga penyiaran publik yang secara universal berdasarkan World Radio and Television Council 2002, prinsip utamanya adalah Public Service Broadcasting (PSB): Neither commercial nor state-controlled, public broadcasting’s only raison d’etre is public service. It is the public’s broadcasting organization; it speaks to everyone as a citizen. Public broadcasters encourage access to and participation in public life. They develop knowledge, broaden horizon and enable people to better understand themselves by better understanding the world and others. (Banerjee and Seneviratne, 2006).

Sebagaimana yang yang dianut dan dilakukan oleh British Broadcasting Corporation di Inggris, Nippon Hoso Kyokai di Jepang, dan Australian Broadcasting Corporation di Australia, serta negara demokrasi lainnya.

Berdasarkan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002, Lembaga Penyiaran Publik (dalam hal ini TVRI dan RRI) adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat (Pasal 14).

Dalam negara demokrasi, lembaga penyiaran publik harus independen, tidak dikontrol pemerintah, apalagi partai politik.

Dengan demikian, TVRI bukan corong pemerintah ataupun partai politik. TVRI adalah badan independen yang ditujukan untuk setiap orang, termasuk untuk penduduk minoritas.

Posisi ini sering kali tidak atau kurang dipahami oleh banyak pihak, termasuk pemerintah. Lewat gambaran di atas, kita jelas mengetahui bahwa peran dan posisi TVRI dan RRI sebagai penyiaran publik berbeda dengan penyiaran komersial.
TVRI tidak harus mempergunakan rating Nielsen yang saat ini dipakai televisi swasta komersial.

Dalam beberapa pertemuan sebelumnya, pimpinan TVRI pernah dengan bangga mengatakan bahwarating-nya saat ini telah naik dan mulai diperhitungkan oleh pemasang iklan.

TVRI mempunyai tugas berbeda dengan televisi komersial karena dibiayai oleh rakyat lewat anggaran negara.

Meskipun demikian, baik lembaga penyiaran swasta maupun publik, harus tetap menjaga independensi dan netralitasnya sebagaimana dinyatakan oleh undang-undang penyiaran dan pers, kode etik jurnalistik, pedoman perilaku penyiaran, dan standar program siaran.

Tak perlu khawatir menyiarkan konvensi partai mana pun selama itu untuk kepentingan publik dan berdasarkan prinsip kerja jurnalisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar