Indonesia merupakan surga bagi para koruptor.
Itulah yang sering didengungkan setiap masyarakat dalam situasi dan kondisi
bangsa yang semakin sekarat dalam karut-marut kasus korupsi. Politik
reformasi dan cita-cita bangsa yang selama ini didengungkan, seakan hanya
merupakan angan-angan dan fatamorgana, karena sudah semakin jauh dari apa
yang diharapkan. Kemerdekaan yang akan dijadikan sebagai alat legitimasi
untuk menyejahterakan masyarakat, sebagaimana yang dicita-citakan founding
father, justru dihalangi dan dipersulit para koruptor.
Rezim otoriter yang dijatuhkan, kemudian diisi
dengan janji-janji reformasi yang diberikan bangsa dalam sistem demokrasi
politik yang serba canggih akses informasi serta kebebasan berpendapat,
namun akhirnya tidak menghasilkan hal satu pun yang signifikan bagi negara.
Hanya pejabat yang mengurusi uang negara dan kemudian menghianati amanah dari
rakyat dengan melakukan korupsi. Jika demikian, kapan Indonesia menjadi
bangsa yang besar serta tidak terbebas dari budaya korupsi?
Dalam momentum politik yang seperti ini,
Indonesia tak ada bedanya dengan negara yang hanya mempunyai cita-cita besar,
namun minim realisasi dan penanganannya. Ini terjadi karena negara diisi oleh
orang-orang yang sebenarnya waras, namun dianggap sebagai gila. Mengapa
tidak? Hakikat perjuangan semakin dilupakan para politikus. Itu artinya,
tanggung jawab sebagai seseorang yang –sebenarnya-- berpengaruh dalam
kehidupan bernegara, serta sebagai pejabat negara, namun sudah tidak
dipedulikan lagi dan bahkan dilupakan.
Sengkarut masalah korupsi merupakan bukti
nyata dari sistem demokrasi yang semakin rusak, karena dihuni orang-orang
yang buruk moralnya. Korupsi sudah merupakan pasar tradisional yang di
dalamnya banyak orang berdesakan melakukan proses jual beli, ditambah
banyaknya antrean yang menanti gilirannya. Begitupun korupsi, berbagai
kalangan juga saling berdesakan melakukan korupsi, dan juga banyak yang
mengantre kapan mereka memiliki kesempatan untuk melakukan tindakan yang
sangat merugikan negara itu. Disamping itu, setumpuk permasalahan yang
menyelimuti negeri ini juga merupakan hal yang menjadikan negara semakin
bobrok, seperti tindakan amoral, asusila, dan lain sebagainya.
Permasalahan tersebut sudah semakin tumbuh
dengan akar-akar kuat serta ranting dedaunan yang semakin lebat. Akibatnya,
permasalahan semakin banyak dan sulit ditangani, dan ditambah para pejabat
negara yang justru memiskinkan rakyat tanpa rasa ewuh pakewuh sekalipun.
Sebagai negara, tentu Indonesia tetap berdiri tegak dalam setiap permasalahan
yang ada, meskipun berbagai kasus bermunculan dan akhirnya tak dapat
terselesaikan.
Jika menghitung banyaknya permasalahan yang
menyelimuti bangsa ini dan kemudian tidak terenyahkan dengan baik, tak dapat
dipungkiri akan kemungkinan datangnya negara yang semakin hancur. Sebab, yang
ada dalam negara ini hanya kinerja birokrasi yang bobrok moralnya dan bahkan
mengalami depresi. Ditambah dengan semakin gencarnya suap-menyuap, tren
koruptif, serta mental inferior yang menjangkiti para politikus.
Dalam perpolitikan, kasus demikian sudah
menjadi hal wajar yang selanjutnya membuat dan menambah beban rakyat kecil.
Biaya hidup yang semakin mahal, kualitas pendidikan yang semakin menurun,
kesehatan yang semakin terabaikan, serta bahan pokok dengan harga yang
semakin tinggi. Ini disebabkan oleh birokrat negara yang tidak memperhatikan
rambu-rambu politik dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai pemerintah,
namun hanya korupsi yang ada dalam benaknya.
Sebagaimana data yang telah disebutkan Transparency
International (TI), pada tahun 2013 ini, skor Corruption Perception index
(CPI) Indonesia berada pada urutan 114 dari 177 negara yang telah diteliti.
Hanya naik sedikit dari tahun 2012 yang pada waktu itu berada di urutan 118
dari 178 negara yang diteliti. Idealnya, adanya berbagai cara pemberantasan
korupsi yang telah gencar dilakukan KPK dan para penegak hukum lain,
Indonesia dapat naik lebih tinggi dari hasil CPI yang ada. Namun fakta
mengatakan lain, semakin gencar pemberantasan korupsi, justru semakin banyak
kasus korupsi yang bermunculan.
Mewujudkan Tujuan Politik
Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah
orang-orang yang ada dalam politik. Sebab, merekalah yang memiliki kuasa
penuh atas terwujudnya tujuan dan cita-cita politik yang selama ini
diharapkan. Sebagaimana yang tercantum di dalam UUD 1945. Dari sinilah muncul
pertanyaan, apakah orang-orang yang ada di panggung politik semuanya baik?
Tentu tidak. Maka dari itu, yang dibutuhkan bangsa ini adalah orang-orang
baik yang selanjutnya mengisi struktur pemerintahan negara yang korup ini.
Krisis orang baik merupakan masalah terpenting
dalam dunia politik, karena merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh karena berfungsi sebagai penentu kebijakan dalam pemerintahan.
Apabila penentu kebijakan berada pada orang-orang yang baik, tentu akan
membawa negara dalam perbaikan. Begitupun sebaliknya, apabila struktur
pemerintahan dihuni banyak orang buruk, tentu kebijakan yang diterapkan juga
akan menyebabkan semakin rusaknya negara.
Orang-orang baik yang ada di dalamnya, tentu
yang memiliki visi misi yang kuat, mampu dan berani melakukan perubahan,
serta pintar memilih orang-orang yang bisa diajak bersinergi demi perbaikan
negara. Sebab, selama ini tidak sedikit orang baik yang ada dalam medan
pertarungan politik kotor yang secara pelan-pelan kemudian disingkirkan oleh
orang-orang buruk, atau orang yang semula dianggap baik. Meskipun ada juga
yang mampu bertahan dalam pertarungan politik kotor tersebut yang mampu
mendatangkan perubahan di dalamnya.
Untuk itu, yang perlu dilakukan orang baik
dalam dunia politik harus menjalin hubungan komunikasi secara integratif
untuk dapat melakukan perubahan, saling bertukar pikiran, serta memberantas
moralitas politik yang selama ini hanya dibangun dengan tidak menggunakan
standar kebenaran. Dengan kata lain, moralitas politik yang hanya dilakukan
dengan menggunakan standar biasa-biasa dan sewajarnya saja harus dihilangkan.
Dalam konteks inilah, perlu adanya campur
tangan partai politik. Sebab, partai politiklah yang berfungsi sebagai
rekruitmen kader politik, yang diharapkan mampu menyumbangkan kader potensial
dengan rekam jejak jelas di dalamnya. Dan tentu juga harus diimbangi dengan
integritas tinggi, visi misi yang kuat, serta dapat melakukan perubahan untuk
negara pada diri para politikus. Hanya merekalah yang saat ini bisa
diharapkan untuk menjadi penyelamat bangsa ini. Wallahu a’lam bi al-shawab. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar