Pilihan Strategis Hapus Dua Tiongkok
Rene L Pattiradjawane ;
Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS,
29 Januari 2014
ADA
perkembangan penting dalam hubungan Tiongkok-Taiwan, rencana pertemuan
pejabat pemerintahan masing-masing di Nanjing, ibu kota Provinsi Jiangsu,
Tiongkok timur. Menurut rencana, Ketua Dewan Urusan Masalah Daratan Tiongkok
Wang Yu-chi akan bertemu dengan Ketua Kantor Urusan Taiwan Dewan Negara
Tiongkok (kabinet) Zhang Zhijun dua pekan menjelang perayaan Cap Go Meh bulan
depan.
Pertemuan yang
pertama kali kedua pejabat negara ini jadi penting bukan hanya mencari solusi
damai kedua pihak yang secara teknis masih dalam kondisi perang saudara,
melainkan juga akan mengubah konstelasi geopolitik di kawasan Asia Timur. Tak
disebutkan agenda pembahasan Wang-Zhang ini. Pihak Taiwan dalam percakapan
dengan Kompas, pekan lalu, menyebutkan salah
satunya adalah mencoba mencari modalitas bagi Presiden Taiwan Ma Ying-jeou
untuk bisa berkunjung ke daratan Tiongkok di sela-sela pertemuan APEC akhir
tahun ini.
Pemerintah
Republik Tiongkok (nama lain untuk Taiwan) berdiri di pulau yang
berseberangan dengan Provinsi Fujian, pesisir timur daratan Tiongkok, setelah
kekalahan kelompok Kuomintang (Partai Nasionalis Tiongkok) yang melarikan
diri ke Pulau Taiwan di bawah Generalisimo Chiang Kai-shek karena
kekalahannya menghadapi kelompok komunis, Partai Komunis Tiongkok (PKT), yang
sekarang berkuasa.
Setidaknya ada
dua alasan mengapa pertemuan Wang-Zhang ini dilakukan di daratan Tiongkok
yang sebelumnya selalu terjadi di negara ketiga. Pertama, para penguasa
Beijing lebih percaya untuk berbicara dengan para pejabat Kuomintang yang
berkuasa dan berharap bisa melakukan terobosan sebelum dilaksanakannya pemilu
presiden Taiwan tahun 2016.
Kedua, Beijing
melakukan pilihan strategis menghadapi perubahan geopolitik di kawasan Asia
Timur, khususnya atas klaim tumpang tindih Pulau Diaoyu (Taiwan menyebutnya
Diaoyutai) dengan Jepang (menyebutnya Senkaku) yang semakin agresif dalam
memproyeksikan kontribusi proaktif bagi perdamaian. Bagi Jepang, kebangkitan
Tiongkok akan menjadi ancaman kalau tidak diimbangi dengan kekuatan militer
yang memadai.
Bersamaan
dengan ini, ada faktor lain yang ikut memengaruhi upaya perubahan geopolitik
hubungan Tiongkok-Taiwan dalam kurun lima tahun ke depan. Pertama, pilihan
strategis bagi Tiongkok-Taiwan, menyangkut kelangsungan pembangunan ekonomi
kedua pihak, bersamaan dengan semakin melambatnya laju pertumbuhan
pembangunan ekonomi keduanya dengan ketergantungan yang sangat tinggi.
Kedua,
perlunya modifikasi hubungan kedua belah pihak dalam rangka mengurangi
peranan AS yang masih terikat dengan Taiwan melalui Taiwan Relations Act 1979
setelah pemulihan hubungan Beijing-Washington (1978) dengan memberikan
peluang intervensi apabila Taiwan diserang Beijing. Menghilangkan faktor ini
akan mempersempit lingkup pengaruh kebijakan poros AS mengembangkan titik
optimum penggelaran kekuatan militernya.
Ada pepatah
Tionghoa berbunyi ”he ze liang li duo ze liang shang,” kerja sama
menguntungkan keduanya, perkelahian akan melukai keduanya. Pilihan strategis
yang dilakukan Presiden Tiongkok Xi Jinping, menyelesaikan persoalan Taiwan
mengantisipasi perubahan drastis di dalam negeri melalui dukungan keuangan,
sumber daya manusia, dan teknologi Taiwan, ataupun ancaman perubahan
geopolitik lingkungan regional. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar