Menghitung
UMK Pekerja Nonformal
Sjamsoe’oed Sadjad ; Guru Besar Emeritus
Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor
|
KOMPAS,
02 Januari 2014
HARIAN Kompas,
November 2013 lalu, memuat penetapan upah minimum kabupaten/kota, dikenal
sebagai UMK−, di sejumlah daerah. UMK untuk Surabaya, misalnya, diusulkan Rp
2,2 juta, sedangkan di Bali ditetapkanRp 1,325 juta.
Katakan itu upah sebulan kerja,
upah per hari di Surabaya yang diharapkan adalah Rp 70.000 dan di Bali Rp
40.000.
Kalau batas garis kemiskinan 2
dollar AS per hari atau sekitar Rp 20.000, UMK di dua daerah itu telah
menunjukkan upaya pengentasan orang miskin.
Namun, sektor nonformal mungkin
belum terjangkau UMK. Katakan upah minimum pekerja di rumah tangga atau
pekerja tani.
Dalam penentuan UMK sektor
nonformal perlu dipertimbangkan faktor kultural, kemanusiaan, atau risiko
alami.
Saya mencoba hitung apakah upah
bulanan yang dibayarkan kepada pekerja rumah tangga (PRT) sudah mendekati
UMK.
PRT suami-istri di tempat bekerja
bertugas empat hari seminggu atau rata-rata 17 hari sebulan, berarti 55
persen per bulan, sedangkan sehari hanya sekitar tiga jam atau 43 persen per
hari.
Kedua angka itu kalau saya jadikan
fungsi hitungan upah pekerja nonformal terhadap upah pekerja formal menjadi
23,65 persen.
Kalau UMK sebagaimana saya
kemukakan di atas untuk Surabaya dan Bali Rp 70.000 dan Rp 40.000 saya
jadikan rujukan, UMK yang harus dibayarkan adalah Rp 16.555 dan Rp 9.460 per
hari atau Rp 496.650 dan Rp 283.800 per bulan.
Jika upah PRT ini Rp 350.000
sebulan, UMK Surabaya-Bali tidak terlalu dekat dengan garis kemiskinan.
Apalagi, selain uang bulanan, setiap hari setelah bekerja, PRT juga membawa
pulang nasi dan lauk-pauk.
Suami PRT juga membantu mengurusi
kebersihan halaman dan kebun dan menerima gaji bulanan sama dengan istrinya.
Menjelang Lebaran, suami-istri PRT itu selalu mendapat gaji ke-13 dan pakaian
baru.
Buruh tani
Dari contoh upah untuk PRT, saya
coba menghitung upah minimum pekerja di pertanian.
Saya merujuk data jumlah jam kerja
tani padi sawah dari Vademekum Pertanian yang diterbitkan Pusat
Jawatan Pertanian Rakyat tahun 1957.
Dengan demikian, pengerjaannya
masih serba tradisional. Misalnya, membalik tanah dengan tenaga sapi atau
kerbau dan panenan yang mengandalkan tenaga perempuan.
Dalam tabloid Sinar Tani,
media yang diterbitkan Kementerian Pertanian Edisi 16-22 Oktober 2013 Nomor
3528, ada rubrik Agriwacana tentang penghasilan minimum petani.
Pekerjaan tani padi sawah banyak
variasinya, misalnya jenis tanah, sistem pengairan, pemupukan, pengelolaan,
dan jenis padinya.
Kesimpulan saya, betapa rumit
menentukan upah minimum untuk pekerja tani di sawah meski pengupahan
tradisional bisa jadi pegangan.
Kalau petani pemilik lahan tidak
bersedia mengolah padi sawahnya, ia lalu menyerahkan kepada petani lain
sebagai penggarap dengan upah separuh hasil.
Sementara upah pekerja tani
perempuan yang memanen seperlima hasil panen. Inilah yang disebut faktor
kultural.
Bertolak dari model fungsi
persentase jumlah jam kerja sehari dan persentase jumlah hari kerja seminggu,
mungkin UMK untuk pekerja nonformal bisa saya hitung.
Menurut catatan
buku Vademekum Pertanian, jumlah tenaga kerja untuk pengelolaan padi
sawah di Malang, Jawa Timur, adalah tenaga laki-laki 563 jam dan perempuan
1.464 jam.
Kalau tenaga perempuan dihargai
setengah tenaga laki-laki dalam perhitungan upah, jumlah tenaga laki-laki
yang diperlukan 563 + ½ x 1.464 = 1.295 dan jumlah tenaga perempuan 2 x 563 +
1.464 = 2.590.
Misalnya produk beras yang
dihasilkan 3 ton dan setengahnya sebagai upah tenaga laki-laki, dengan harga
beras Rp 6.000 per kilogram, diperoleh Rp 9 juta.
Dengan demikian, upah per jam
laki-laki adalah Rp 6.949 dan tenaga perempuan Rp 3.474.
Upah ini termasuk upah petani
sebagai manajer merangkap pekerja tani, bukan upah pekerja tani saja.
Petani manajer
Saya perhitungkan dari
data Vademekum Pertanian ada 27-33 persen tenaga laki-laki. Kalau
upah petani sebagai manajer tidak diperhitungkan dan hanya pekerja tani
laki-laki yang membantu, UMK pekerja tani laki-laki Rp 2.700.000 dan UMK upah
pekerja tani perempuan adalah Rp 1.350.000.
Perbedaannya, pekerja industri
formal bekerja saban hari dan menerima gaji bulanan, sedangkan pekerja tani
nonformal hanya bekerja beberapa hari dalam satu musim.
Akibatnya, upah yang diterima
petani untuk periode empat bulan sama dengan pekerja industri satu bulan.
Dengan kata lain, upah kerja
pekerja tani hanya menjamin kehidupan satu bulan.
Untuk yang tiga bulan, mereka
harus mencari penghasilan yang lain sehingga perlu program industrialisasi
pedesaan.
Tanpa itu, pekerja tani laki-laki
dan perempuan akan mengalir ke kota atau ke luar negeri sebagai tenaga kerja
Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar