Jumat, 17 Januari 2014

Mendadak Peduli Jelang Pemilu

Mendadak Peduli Jelang Pemilu

Indah Kurnia  ;  Anggota Komisi XI DPR Fraksi PDIP
JAWA POS,  17 Januari 2014
                                                                                                                       


PESTA demokrasi yang diharapkan dapat diikuti oleh sebanyak-banyaknya warga segera dihelat. Tampilan wajah kota saat ini semarak dengan mulai berkibarnya bendera kebesaran partai politik peserta pemilu. Tidak ketinggalan - meski telah diterbitkan Peraturan KPU No 15 tentang Pelaksanaan Kampanye - tetap saja baliho para caleg bertengger di beberapa titik strategis kota. Bahkan, tak jarang yang terpusat pada satu titik tanpa memperhatikan faktor estetika sehingga mengotori wajah kota. 

Persaingan ketat sudah mulai tergambar pada perilaku para kandidat, segala daya dan upaya dikerahkan untuk menyosia­lisasikan diri agar terpilih. Yang menarik adalah saat ini banyak sosok yang tadinya entah di mana dan ke mana tiba-tiba muncul dengan membawa program pro-poor, membagi natura, mengadakan pelatihan keterampilan, menggalang massa dengan jalan sehat, konser musik, wisata religi, bahkan memberikan penjaminan asuransi jiwa. Tentu saja dengan embel-embel menawarkan barter hak pilih. Untuk keperluan itu semua kalau ditotal biayanya, sang calon pasti merogoh kantong dalam kisaran ratusan juta rupiah hingga miliaran rupiah. 

Pertanyaannya, jika tidak terpilih, apakah program tersebut akan terus berlanjut dan kalau terpilih pun apakah bisa memenuhi harapan yang telah diiming-imingkan pada masa kampanye? Mengingat, kewenangan menggunakan anggaran negara ada pada lembaga eksekutif, bukan legislatif. Legislator hanya sebatas mengusulkan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya untuk dapat diakomodasi pada program kerja kementerian atau lembaga terkait. Kemudian, anggarannya disusun serta dibahas secara bersama oleh presiden, yang dalam hal ini diwakili oleh para pembantunya (menteri dan para Dirjen, serta seluruh aparatur di bawahnya) bersama DPR yang bekerja dengan sistem kolektif kolegial sebagai kepanjangan tangan partai politik. Karena itu, tidak semudah membalik telapak tangan jika seorang wakil rakyat ingin mengusulkan suatu kondisi yang ideal bagi daerah pemilihan masing-masing dalam bentuk undang-undang dan turunannya, lengkap dengan program dan anggarannya. Perlu tahapan, proses, dan mekanisme yang sesuai dengan aturan yang berlaku. 

Pada masa bakti 2009-2013 saja, rancangan UU yang masuk Prolegnas sebanyak 305 dan yang terealisasi menjadi UU hanya 91. Itu pun tidak serta-merta dapat tereksekusi dengan sempurna. Meski UU telah disahkan, jika peraturan turunan di bawahnya tidak dibuat (peraturan pemerintah, peraturan presiden, dll), UU tersebut ibarat SIM tanpa kendaraan, ada tetapi tidak dapat dijalankan.

Namun, sebagai warga bangsa, saya tetap melihat dari perspektif positif yang ada manfaatnya bagi rakyat di masa kampanye saat ini. Apa pun cara dan kreativitas yang ditempuh oleh para kandidat legislatif dan capres untuk meraih simpati dan menaikkan elektabilitas sedikit banyak memberikan berkah bagi masyarakat yang membutuhkan sentuhan dan uluran tangan sesama. 

Trickle down effect secara masif dirasakan oleh masyarakat kita yang kebagian kucuran berkat dari para calon legislator yang umumnya rela melakukan apa saja asal nanti guarantee (dijamin) terpilih sebagai anggota dewan. Meski ada juga yang belum paham, ketika sudah menjabat nanti dan bekerja dengan benar, sebenarnya gaji dan tunjangan anggota DPR tidaklah sehebat yang dibayangkan. Anggota DPR penuh keterbatasan. 

Seluruh anggaran DPR pun dibahas dan disetujui oleh menteri keuangan sebagai bendahara negara. Anggaran DPR 2013 hanya Rp 2,1 triliun atau 0,1 persen dari APBN. Itu digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan sesuai dengan tiga fungsi, yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan. Anggota DPR tidak akan pernah mampu membiayai kiprah politik seperti yang dilakoni saat menjadi calon dan memasarkan dirinya pada masa kampanye dengan cara pragmatis, mudah mengucurkan dana atas nama peduli. Jika anggota DPR memaksa mempertahankan gaya berpolitik pragmatis hanya dengan pendapatan resmi, dia akan berada pada posisi besar pasak daripada tiang. Anggota seperti itulah yang saat menjabat nanti tidak semangat, sering bolos, tidak produktif, dan berpotensi mendegradasi citra lembaga DPR. 

Saat ini masyarakat memiliki nilai tawar yang tinggi. Rakyat sah-sah saja menggunakan kesempatan singkat itu untuk sedikit menikmati berkah kue demokrasi. Banyak event yang menghibur warga dilaksanakan di setiap dapil. Dengan rata-rata 100 caleg per dapil, kalau setiap caleg menghelat event sebulan sekali, akan ada 300 event selama 3 bulan atau 3 event per hari. Betapa bahagianya rakyat dan betapa beruntungnya para vendor penyedia sarana/prasarana serta EO politik yang diminta jasanya untuk mengorganisasi event tersebut. Semua kebutuhan pesta demokrasi melibatkan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Itu bagus.

Sayangnya, adegan tanggap kebutuhan rakyat serta perilaku ''Mendadak Peduli'' tersebut hanya berlangsung sesaat dan musiman. Tidak akan terulang lagi setelah pemilu. Di saat sang kandidat gagal meraih kursi, mereka akan raib bak ditelan bumi. Rakyat akan kembali kesepian memikirkan bagaimana melanjutkan hidup, mengelola pendapatan yang rata-rata lebih kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar