Hujan
Lebat Guyur Jawa dan Nusa Tenggara, Mengapa?
I Putu Pudja ; Aktif di BMKG, Dosen pada Akademi
Meteorologi dan Geofisika
|
SINAR
HARAPAN, 17 Januari 2014
Jakarta hampir lumpuh
akibat dilanda banjir karena hujan deras berkepanjangan. Sejak Minggu(12/1),
banjir sudah mulai menggenangi beberapa daerah ibu kota. Sepekan sebelumnya,
daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo juga diberitakan banjir.
Dalam minggu yang
sama, beberapa penerbangan ke Bandara Juanda, Surabaya, sempat dialihkan ke
Bandara Ngurah Rai, Bali. Itu karena hujan deras turun di Surabaya dan
sekitarnya sehingga Bandara Juanda tidak memenuhi persyaratan teknis
pendaratan.
Pada periode yang sama dilaporkan Jawa belahan
selatan dilanda hujan deras yang berkepanjangan. Ini menyebabkan beberapa
sungai meluap dan mengakibatkan banjir di sekitar Prembun, Kebumen dan
Bandung. Hujan itu juga menimbulkan longsor di beberapa daerah, seperti
Sukabumi, Garut, dan wilayah sepanjang Purwokerto-Kebumen.
Terhadap semua kejadian itu timbul pertanyaan,
mengapa Jakarta, begitu juga Jawa, mengalami curah hujan yang begitu tinggi
sehingga menyebabkan banjir yang melumpuhkan ibu kota? Pertanyaan itu dapat
diperluas, mengapa Jawa dan sekitarnya pada musim hujan ini dilanda hujan
deras berkepanjangan?
Perubahan Iklim
Salah satu gejala perubahan iklim yang
diskenariokan para pakar adalah berubahnya pola hujan di suatu daerah.
Perubahannya bisa di intensitasnya, bisa juga lama hujannya. Skenario musim
di Indonesia telah lama dibuatkan model, terkait perubahan iklim ini.
Di antaranya banyak daerah yang curah hujannya
akan meningkat dengan penyempitan lama musim hujan. Ada juga beberapa daerah
yang mengalami penurunan curah hujan, namun bertambah hari hujannya.
Jika kita perhatikan, fenomena perubahan yang
terjadi belakangan ini kelihatannya sangat signifikan terjadi secara global.
Kita ikuti badai salju yang menimpa Amerika Serikat (AS) pada musim dingin
ini sangat hebat, dengan suhu yang sangat rendah jauh, melampaui suhu udara
normal musim dingin.
Salju turun tidak biasa di beberapa daerah
yang sudah cukup lama tidak mengalami hujan salju, seperti China, Mesir,
Israel, Palestina,m dan beberapa wilayah Timur Tengah. Itu semua terjadi di
belahan Bumi utara.
Di belahan Bumi selatan terjadi fenomena
sebaliknya. Australia mengalami tekanan udara rendah dengan suhu yang cukup
tinggi di atas rata-rata musim panasnya. Akan tetapi, kita juga ikuti kapal
ekspedisi Rusia terkurung es tebal dan terperangkap di Kutub Selatan. Kapal
itu mendapat bantuan beberapa kapal pemecah es, baru dapat melanjutkan
perjalanannya.
Perubahan global maupun regional ini rupanya
melahirkan fenomena yang memperburuk musim hujan di Indonesia. Fenomena
tersebut berupa seruakan dingin Asia (Asia
Cool Surge), momen dipole negatif; dan timbulnya mata siklon di perairan
selatan Indonesia bagian tengah, seperti yang terjadi di perairan selatan
Nusa Tenggara Barat (NTB).
Angin Barat
Fenomena seruakan dingin Asia merupakan angin
dingin yang datang dari utara, tepatnya dari utara ke timur laut melintasi
Laut Jepang dan Laut China Selatan menuju khatulistiwa.
Setalah melintas khatulistiwa, angin akan
berbelok ke tenggara karena dampak gaya Boys Ballot. Angin ini membawa udara
yang relatif dingin dan mendorong lebih kuat angin barat pada musim hujan
ini, yang kaya uap air, melintasi Laut China Selatan.
Fenomena kedua merupakan pergerakan angin yang
relatif dingin dari Afrika melintasi Samudera Hindia, kemudian menuju
perairan barat Sumatera sepanjang khatulistiwa.
Massa air di atas Samudera Hindia kaya akan
uap air sehingga sesampainya di atas Sumatera, angin ini semakin kuat,
membuat resultante saling memperkuat bergerak ke arah timur-tenggara
sepanjang sisi selatan khatulistiwa. Jadi, massa air ini terdorong cepat dan
kuat ke arah timur, membentuk awan di atas Sumatera bagian selatan sampai
atas Jawa.
Ditinjau dari pengondensasian, massa udara
dingin dari kedua fenomena (seruakan dingin Asia dan momen dipole negatif )
akan mempercepat proses awan menjadi hujan. Proses yang super cepat
menyebabkan dingin sampai terkadang hujan es, seperti yang terjadi di Bogor,
Cileungsi, dan Bandung.
Tumbuhnya mata-mata siklon tropis di perairan
selatan NTB karena angin menarik udara yang kaya uap air itu semakin ke
timur. Itu menjadikan angin barat yang sudah kuat ini menjadi semakin kuat
sehingga hujan yang deras berkepanjangan juga melanda Bali dan NTB.
Mengingat fenomena-fenomena cuaca tersebut
masih berlangsung, hujan deras yang melanda daerah Jakarta (baca: Jawa, Bali
dan NTB) diperkirakan juga terus berlangsung. Itu sejalan dengan musim hujan
2014 yang menuju puncaknya.
Untuk itu, memang sudah sewajarnya masyarakat
yang bermukim di daerah langganan banjir perlu waspada yang berkepanjangan
untuk musim hujan kali ini. Ini mengingat waktu yang lama dan proses
kondensasi yang dipercepat. Hujan yang turun diperkirakan tetap lebih lebat
dan lama dari biasanya.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa
hujan deras berkepanjangan yang berdampak banjir di Jakarta dan beberapa
tempat lainnya di Jawa akibat kolaborasi antara angin barat musim hujan yang
kaya uap air. Itu “diperburuk” kemunculan seruakan dingin asia, momen dipole
negatif, dan munculnya daerah tekanan rendah berupa mata siklon di perairan
selatan NTB. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar