Berbagi
Kristi Poerwandari ; Kolumnis
“Konsultasi Psikologi” Kompas
|
KOMPAS,
05 Januari 2014
Ada surat dari seorang ibu, CH, 51 tahun, yang ingin
berbagi persoalan dan memperoleh bantuan dari pembaca. Maaf, ada beberapa
bagian yang sulit saya baca, dan saya ringkas tanpa mengurangi
esensinya.Merawat saudara dengan gangguan jiwa
”Saya mempunyai kakak laki-laki
yang sejak berumur 26 tahun sakit jiwa dan selalu saya yang mengurus.
Sekarang karena prosedur pemerintah banyak perubahan, saya jadi susah
mengurus keterangan tidak mampu, hanya diberi waktu tiga bulan untuk rawat
inap dan setelah itu harus diserahkan ke tempat Dinas Penampungan Sosial
orang tidak mampu.
Saya pusing dan stres karena kakak
tidak betah di penampungan, dan sekarang saya menyewa kamar kecil. Yang punya
rumah punya syarat, kakak tidak boleh ikut karena pandangan sekeliling
tetangga yang menganggap orang gila itu berbahaya, bisa membunuh, dan memukul.
Sebenarnya kakak saya tidak pernah memukul. Dia cuma suka keluyuran,
marah-marah dengan ngomong sendirian yang tidak jelas arahnya.
Kebetulan sekarang ini ada
penawaran rumah dekat yayasan yang menampung orang dengan gangguan kejiwaan.
Saya ingin sekali tinggal di sana. Surat ini untuk membuka mata hati pembaca,
untuk membeli rumah di sana dan mengontrakkan kepada saya. Saya mampu
membayar kontrak dari berwiraswasta jualan kue dan membantu cuci-cuci baju.
Kalau ada pembaca yang bernasib sama seperti saya menanggung orang dengan
gangguan jiwa, kita dapat bekerja sama mengurus dan merawatnya. Kalau kumat,
kita masukkan ke yayasan di sebelah rumah.
Atau ada yang mau membantu Rp 1
juta-Rp 2 juta karena saya berniat ambil rumah dengan cara kredit, nanti cicilan
rumah kita bayar bersama, dan jika kakak saya meninggal dunia, rumah itu kita
jual dengan tidak merugikan kedua belah pihak. Saya bersedia interview dan
ketemu langsung pembaca yang bernasib sama seperti saya, berbagi pengalaman
dan saling membantu.
Semoga atas jalan Allah yang
Mahakuasa ada yang terbuka hatinya menolong saya.”
Berbagi dan kerelawanan
Kita mungkin memiliki persoalan
pribadi, masalah keluarga, dan tantangan di tempat kerja kita masing-masing.
Belum lagi juga muak membaca berita di media mengenai berbagai hal buruk yang
terjadi dalam masyarakat kita. Akhirnya, banyak yang merasa tertekan dan
sesak napas tenggelam dengan beban pribadi, lupa untuk menengok sekeliling,
atau sengaja bersikap tidak peduli agar dapat terus bertahan.
Terima kasih kepada Ibu CH yang
telah berani menulis surat ini, yang mengingatkan bahwa ada cukup banyak dari
kita—yang dalam berbagai keterbatasan yang ada—dititipi kondisi hidup yang
(jauh) lebih baik daripada Ibu CH atau sesama kita yang mengalami perlakuan
buruk atau terlempar di jalanan.
Saya ingin berbagi cerita bahwa
lembaga-lembaga kemanusiaan yang berakar di lapangan di Indonesia sekarang
mengalami situasi yang lebih sulit daripada sebelumnya. Salah satunya karena
Indonesia sudah digolongkan sebagai middle
income country, jadi sudah dianggap dapat mandiri menyelesaikan
persoalannya.
Lembaga-lembaga internasional yang
selama ini memberikan dukungan memindahkan perhatian kepada negara-negara
lain yang dianggap jauh lebih memerlukan bantuan. Sementara itu, dana dari
pemerintah sedikit sekali yang dapat diserap oleh lembaga-lembaga swadaya
masyarakat karena birokrasi keuangan negara dan belum adanya paradigma kuat
pada pelaku kebijakan bahwa negara harus memberikan dukungan terhadap gerakan
masyarakat sipil untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Di sisi lain, saya harus mengakui
kami yang bergerak di lapangan, dengan dana dan SDM yang sangat terbatas,
sering hanya bisa bersikap ”reaktif”, panik menangani persoalan seperti
pemadam kebakaran saja, dengan infrastruktur sangat tidak memadai. Memiliki
visi yang sebenarnya menyeluruh dan berjangka panjang, tetapi belum mampu
mengembangkan mekanisme kerelawanan yang baik, teruji, dan terintegrasi,
belum mampu memaksimalkan berbagai potensi dan kepedulian yang ada dalam
masyarakat. Cukup banyak lembaga yang mati atau menghentikan aktivitasnya
karena tidak mampu menghidupi aktivitasnya.
Senang sekali apabila pembaca
berkenan memberikan dukungan kepada Ibu CH dan keluarganya, atau tergugah
untuk berbagi apa yang dimiliki (waktu, jaringan, keahlian, dana, atau
barang, dan hal lainnya) bagi gerakan-gerakan peningkatan kualitas hidup yang
ada dalam masyarakat.
Saya percaya banyak dari kita
sudah lelah berkeluh kesah. Seburuk apa pun kondisi masyarakat kita, akan
lebih indah apabila kita dapat menjadi bagian dari pemecahan persoalan, bukan
justru menjadi pihak yang menciptakan lebih banyak masalah. Kami juga akan
berterima kasih apabila pembaca berkenan berbagi mengenai berbagai persoalan
maupun usulan mengatasi persoalan dalam masyarakat, yang dapat kita
diskusikan lebih lanjut dalam rubrik ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar