Selasa, 07 Januari 2014

Berbagi

                                                                   Berbagi

Kristi Poerwandari  ;   Kolumnis “Konsultasi Psikologi” Kompas
KOMPAS,  05 Januari 2014
                                                                                                                        


Ada surat dari seorang ibu, CH, 51 tahun, yang ingin berbagi persoalan dan memperoleh bantuan dari pembaca. Maaf, ada beberapa bagian yang sulit saya baca, dan saya ringkas tanpa mengurangi esensinya.Merawat saudara dengan gangguan jiwa

”Saya mempunyai kakak laki-laki yang sejak berumur 26 tahun sakit jiwa dan selalu saya yang mengurus. Sekarang karena prosedur pemerintah banyak perubahan, saya jadi susah mengurus keterangan tidak mampu, hanya diberi waktu tiga bulan untuk rawat inap dan setelah itu harus diserahkan ke tempat Dinas Penampungan Sosial orang tidak mampu.

Saya pusing dan stres karena kakak tidak betah di penampungan, dan sekarang saya menyewa kamar kecil. Yang punya rumah punya syarat, kakak tidak boleh ikut karena pandangan sekeliling tetangga yang menganggap orang gila itu berbahaya, bisa membunuh, dan memukul. Sebenarnya kakak saya tidak pernah memukul. Dia cuma suka keluyuran, marah-marah dengan ngomong  sendirian yang tidak jelas arahnya.

Kebetulan sekarang ini ada penawaran rumah dekat yayasan yang menampung orang dengan gangguan kejiwaan. Saya ingin sekali tinggal di sana. Surat ini untuk membuka mata hati pembaca, untuk membeli rumah di sana dan mengontrakkan kepada saya. Saya mampu membayar kontrak dari berwiraswasta jualan kue dan membantu cuci-cuci baju. Kalau ada pembaca yang bernasib sama seperti saya menanggung orang dengan gangguan jiwa, kita dapat bekerja sama mengurus dan merawatnya. Kalau kumat, kita masukkan ke yayasan di sebelah rumah.

Atau ada yang mau membantu Rp 1 juta-Rp 2 juta karena saya berniat ambil rumah dengan cara kredit, nanti cicilan rumah kita bayar bersama, dan jika kakak saya meninggal dunia, rumah itu kita jual dengan tidak merugikan kedua belah pihak. Saya bersedia interview dan ketemu langsung pembaca yang bernasib sama seperti saya, berbagi pengalaman dan saling membantu.

Semoga atas jalan Allah yang Mahakuasa ada yang terbuka hatinya menolong saya.”

Berbagi dan kerelawanan

Kita mungkin memiliki persoalan pribadi, masalah keluarga, dan tantangan di tempat kerja kita masing-masing. Belum lagi juga muak membaca berita di media mengenai berbagai hal buruk yang terjadi dalam masyarakat kita. Akhirnya, banyak yang merasa tertekan dan sesak napas tenggelam dengan beban pribadi, lupa untuk menengok sekeliling, atau sengaja bersikap tidak peduli agar dapat terus bertahan.

Terima kasih kepada Ibu CH yang telah berani menulis surat ini, yang mengingatkan bahwa ada cukup banyak dari kita—yang dalam berbagai keterbatasan yang ada—dititipi kondisi hidup yang (jauh) lebih baik daripada Ibu CH atau sesama kita yang mengalami perlakuan buruk atau terlempar di jalanan.

Saya ingin berbagi cerita bahwa lembaga-lembaga kemanusiaan yang berakar di lapangan di Indonesia sekarang mengalami situasi yang lebih sulit daripada sebelumnya. Salah satunya karena Indonesia sudah digolongkan sebagai  middle income country, jadi sudah dianggap dapat mandiri menyelesaikan persoalannya.

Lembaga-lembaga internasional yang selama ini memberikan dukungan memindahkan perhatian kepada negara-negara lain yang dianggap jauh lebih memerlukan bantuan. Sementara itu, dana dari pemerintah sedikit sekali yang dapat diserap oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat karena birokrasi keuangan negara dan belum adanya paradigma kuat pada pelaku kebijakan bahwa negara harus memberikan dukungan terhadap gerakan masyarakat sipil untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Di sisi lain, saya harus mengakui kami yang bergerak di lapangan, dengan dana dan SDM yang sangat terbatas, sering hanya bisa bersikap ”reaktif”, panik menangani persoalan seperti pemadam kebakaran saja, dengan infrastruktur sangat tidak memadai. Memiliki visi yang sebenarnya menyeluruh dan berjangka panjang, tetapi belum mampu mengembangkan mekanisme kerelawanan yang baik, teruji, dan terintegrasi, belum mampu memaksimalkan berbagai potensi dan kepedulian yang ada dalam masyarakat. Cukup banyak lembaga yang mati atau menghentikan aktivitasnya karena tidak mampu menghidupi aktivitasnya.

Senang sekali apabila pembaca berkenan memberikan dukungan kepada Ibu CH dan keluarganya, atau tergugah untuk berbagi apa yang dimiliki (waktu, jaringan, keahlian, dana, atau barang, dan hal lainnya) bagi gerakan-gerakan peningkatan kualitas hidup yang ada dalam masyarakat.

Saya percaya banyak dari kita sudah lelah berkeluh kesah. Seburuk apa pun kondisi masyarakat kita, akan lebih indah apabila kita dapat menjadi bagian dari pemecahan persoalan, bukan justru menjadi pihak yang menciptakan lebih banyak masalah. Kami juga akan berterima kasih apabila pembaca berkenan berbagi mengenai berbagai persoalan maupun usulan mengatasi persoalan dalam masyarakat, yang dapat kita diskusikan lebih lanjut dalam rubrik ini.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar