Rabu, 22 Januari 2014

“Wajah Baru” Iklan Rokok

“Wajah Baru” Iklan Rokok

Zeni Eka Putri   ;   Mahasiswa Pascasarjana Unand,
Penerima Bakrie Graduate Fellowship
HALUAN,  22 Januari 2014
                                                                                                                       


Iklan, pada da­sarnya meru­pakan sebuah wadah un­tuk mem­bangun sebuah realitas tentang produk yang kita iklannya. Sehingga, penonton atau pun pembaca yang melihat iklan tersebut menjadi yakin bahwa apa yang diiklankan mewakili hal yang se­sungguhnya.

Ada sebuah hal menarik yang kita temui pada saat ini. Apabila kita perhatikan di jalan-jalan, papan iklan yang biasanya digunakan untuk iklan rokok, maka akan kita temui ada “wajah baru” yang selalu muncul menghiasi kolom peringatan di papan iklan rokok ter­sebut.

Sekarang, label pe­ri­ngatan yang ada di papan iklan rokok terkesan lebih to the point. Tidak bertele-tele dan tidak terlalu pan­jang. Sekarang, label peri­ngatannya berbunyi “pe­ringatan: rokok mem­bu­nuhmu”. Kemudian ada tulisan 18+ disertai gambar laki-laki berkumis yang menghisap rokok. Di bela­kang gambar lelaki tersebut, ada gambar tengkorak yang menyimbolkan lambang kematian yang mengintai perokok.

Realitas Simulacra dan Hiperrealitas pada Iklan Terdahulu

Dulu, di setiap papan iklan rokok label peringatan yang berbunyi “merokok bisa menyebabkan kanker, sera­ngan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin”. Pada papan iklan yang ada, biasanya label peringatan itu ditulis di paling bawah papan iklan.

Akan tetapi, label peri­ngatan tersebut ditulis dengan porsi jauh lebih kecil dibanding gambar iklan yang dimuat pada iklan rokok tersebut. Sehingga orang lebih memperhatikan gam­bar iklan yang mencitrakan produk rokok dibandingkan label peringatan yang terlalu panjang tersebut.

Kalau kita lihat dari sudut pandang sosiologis, ada istilah realitas simularca dan hiperrelitas yang dike­mukakan oleh Jean Baud­rillard. Realitas Simulacra yang merupakan realitas tiruan yang tidak lagi mengacu pada realitas sesungguhnya. Akan tetapi lebih mengedapankan kesan dan citra yang ditampilkan, bukan efek manfaat yang ditonjolkan.

Iklan rokok juga bisa dikatakan realitas simu­larca. Bagaimana menge­mas produk tersebut men­jadi sebuah hal yang me­narik. Jauh dari realitas yang sesungguhnya. Pen­citraan baik yang dibangun, menyebabkan rokok mampu menjangkau semua ka­langan.

Misalnya, rokok A dengan tagline “Tanya Kenapa?” dalam iklannya mengajak masyarakat un­tuk kritis, tapi tidak pernah menanyangkan efek rokok itu sendiri dalam iklannya.

Atau contoh lainnya, misalnya rokok B, dengan taglinenya “buktikan merah­mu” mengajak masyarakat untuk mampu menolong orang lain. Akan tetapi, dalam iklan tersebut pun, tidak menampilkan realitas sesungguhnya dari sebuah rokok.

Padahal, merokok pada dasarnya banyak menim­bulkan efek berba­haya seperti kesehatan tubuh dan orang sekitarnya. Seperti yang ada pada label peri­ngatan, merokok dapat menyebabkan serangan jantung, kanker, impotensi, ganguan kehamilan dan janin. Juga bagi perokok pasifpun berbahaya karena bisa terkena penyakit-penyakit tersebut walaupun tidak pernah merokok.

Apa yang terjadi selan­jutnya? Hiperrealitas ter­bentuk. Dalam arti kata, sebuah dekonstruksi dari realitas real sebelumnya, karena realitas ini akan sangat benar-benar berbeda dari sebelumnya. Jadi, orang tidak menyadari lagi dari efek bahaya merokok, tapi lebih terdoktrin tentang pencitraan rokok yang dibangun dari iklan terse­but.

Spirit Membangun Realitas Baru

Kalau kita lihat label peringatan pada iklan rokok saat ini, sejalan dengan PP 109 tahun 2012 yang  me­nga­tur tentang pema­sangan gambar menye­ramkan yang merupakan efek yang ditim­bulkan oleh rokok. Renca­nanya, PP tersebut akan mulai berjalan efektif pada bulan Juni tahun 2014. Peringatan tersebut diha­rapkan dapat lebih “menge­na” pada masyarakat ten­tang bahaya merokok.

Pada saat ini, mulai dilakukan membangun realitas baru terhadap rokok. Melalui label peringatan pada iklan rokok, seperti yan marak kita temui saat ini. Dengan kata-kata singkat padat dan tepat, yakninya “Rokok Membu­nuhmu”. Diharapkan masya­rakat menjadi paham dan sadar bahwa rokok itu berbahaya.

Apalagi ada tanda 18+, mengisyaratkan rokok di kosumsi oleh yang sudah berumur 18 tahun keatas. Walaupun pada kenya­tannya, rokok sudah dikonsumsi oleh semua kalangan. Termasuk yang masih duduk di bangku SMP pun sudah ada yang mulai mengenal rokok.

Kalau kita amati, rokok bukanlah barang yang terlalu diawasi dalam penjua­lan di Indonesia. Malahan, dijual bebas baik di warung, minimarket ataupun dija­jakan oleh pedagang asongan di jala­nan. Hal ini mem­buktikan, bahwa atu­ran mengenai rokok di Indonesia belum ketat.

Berbeda dengan di luar negeri, seperti di Kota New York AS, yang sudah lama memberlakukan peraturan pembatasan usia merokok. Malahan, menurut sumber di berbagai media, Dewan Kota New York, Amerika Serikat, berencana menaik­kan batasan umur bagi warga setempat untuk merokok. Warga yang boleh merokok nantinya minimal berusia 21 tahun.

Penampilan label pe­ringatan merokok mem­bunuhmu merupakan sebua­h geliat dalam mem­bangun realitas baru dari produk rokok. Akan tetapi, porsi untuk label tersebut pada sebuah papan iklan rokok masih terlalu kecil. Sehingga terkadang label peringatan tersebut masih luput dari perhatian.

Walaupun demikian, kita berharap, semoga spirit baru membangun realitas iklan rokok membuahkan hasil! ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar