Rabu, 22 Januari 2014

Selamatkan KBS, Penuhi Hak Berwisata

Selamatkan KBS, Penuhi Hak Berwisata

Dewa Gde Satrya   ;   Dosen Tourism Business Universitas Ciputra
JAWA POS,  22 Januari 2014
                                                                                                                       


PERTEMUAN Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dengan Presiden SBY pada Selasa (21/1) di Jakarta yang membahas masalah Kebun Binatang Surabaya (KBS) bermakna strategis. Secara simbolis, pertemuan tersebut memiliki bermacam makna, antara lain menunjukkan betapa parahnya persoalan KBS hingga menjadi perhatian dan menjadi bahan pembicaraan orang nomor satu di republik ini, sekaligus menandakan adanya "titik terang" yang solutif. Pada rapat itu disepakati wali kota dan pemerintah daerah akan memiliki kewenangan penuh untuk mengelola KBS.

Akhir-akhir ini "krisis" di KBS seakan memuncak. Kematian satwa berturut-turut dan citra sebagai kebun binatang terkejam di dunia merupakan ujian terberat Pemkot Surabaya selaku pengelola KBS.

Keadaan satwa dan pengelolaan KBS menjadi isu dan sorotan nasional sejak 2010. Data KBS menyebutkan, sejak Februari 2010 sampai Agustus 2010 tercatat 160 kematian satwa, sedangkan kelahiran atau menetasnya satwa mencapai 60 ekor. Kematian satwa dikategorikan dalam beberapa penyebab, antara lain lahir dalam keadaan mati, mendapat gangguan dari satwa yang lebih besar di komunitasnya, dan usia yang sudah tua. 

Lantaran persoalannya semakin pelik dan tidak terselesaikan, yakni semakin banyak satwa yang mati dan tidak terurus, isu ini menjadi perhatian internasional. Setidak-tidaknya, sorotan internasional mulai intens sejak kematian seekor jerapah pada 2012. Di dalam perut jerapah ditemukan sekitar 20 kilogram kantong plastik. Bahkan, pada September 2013, Nanik, seekor orang utan berusia 12 tahun, mati karena tumor besar yang bersarang di ususnya. Harimau sumatera yang berada di balik jeruji kandangnya sakit parah karena saluran pencernaan yang membusuk lantaran diberi makan daging berformalin (tempo.com, 29/12/2013).

KBS sebagai destinasi wisata didirikan berdasar SK Gubernur Jenderal Belanda tanggal 31 Agustus 1916 No 40. Kini pengelolaan KBS di bawah kendali Pemkot Surabaya membutuhkan waktu dan proses serta kepercayaan publik untuk mengatasi segala persoalan teknis dan manajemen yang mendera. Paling tidak, publik percaya dengan integritas, kapasitas, dan terlebih ketulusan Pemkot Surabaya, dalam hal ini melalui Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, untuk segera bergegas melalukan langkah penyelamatan atas kebun binatang kebanggaan warga Surabaya itu. Manajemen KBS dan tim kedokteran hewan bekerja keras untuk memastikan keselamatan satwa yang dikonservasi di sana. Terutama, sanitasi kandang, pakan, obat-obatan, persediaan kesehatan, sarana, dan kepadatan hewan. 

Hak Berwisata 

Krisis KBS selama ini menggugah kesadaran publik tidak hanya pada soal penyelamatan satwa, tetapi juga pemenuhan hak berwisata di kalangan masyarakat. Merosotnya citra KBS sebagai destinasi wisata dan ketidakpuasan berwisata di KBS yang disebabkan oleh kematian dan penderitaan koleksi satwa serta lemahnya kualitas pelayanan secara implisit juga bermakna merampas hak berwisata. 

Penelitian Zubir (2007) di KBS menyatakan, pertama, faktor-faktor dimensi kualitas layanan (tangibles, reliability, responsiveness, communication, credibility, security, competence, courtesy, understanding/knowing customers, access) berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengunjung KBS. Kedua, kepuasan pengunjung berpengaruh terhadap niat pengunjung untuk datang kembali ke KBS. Karena itu, mendasari kepuasan layanan pengunjung, diperlukan manajemen (pengelolaan) destinasi wisata yang tepat. 

Dilihat dari segmen pasarnya, KBS cenderung merupakan destinasi edukasi yang relevan untuk usia anak-anak. Karena segmen pasarnya adalah usia anak-anak, KBS merupakan destinasi wisata keluarga. Karena itu, secara spesifik, hak berwisata yang pertama terampas oleh krisis di KBS selama ini adalah kalangan anak dan keluarga.

Hak berwisata/rekreasi, pendidikan, dan budaya pada anak (leisure, education and culture activities) merupakan salah satu ketetapan dalam Convention on the Right of the Child. Selain itu, anak memiliki hal sipil dan kemerdekaan (civil right and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family environment and alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), dan perlindungan khusus (special protection). 

Akhirnya, melalui "titik terang" hasil pertemuan Walikota Surabaya dengan presiden RI, Pemkot Surabaya selaku pengelola KBS perlu segera membenahi KBS dengan sasaran strategis untuk memenuhi hak berwisata masyarakat, khususnya kalangan anak-anak dan keluarga. Ke depan, kita berharap organisasi manajemen KBS dipenuhi dengan suasana kerja yang marak dengan ide kreatif, suasana kerja yang menyenangkan, partnership dan prioritas pengembangan kualitas diri. Diharapkan kondisi yang kondusif seperti itu akan menghadirkan layanan yang prima, menyenangkan, dan mengesankan kepada wisatawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar