Jumat, 17 Januari 2014

Optimisme UU Aparatur Sipil

Optimisme UU Aparatur Sipil

Abraham Fanggidae  ;  Widyaiswara Utama Pusdiklat Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial, Jakarta
KORAN JAKARTA,  17 Januari 2014
                                                                                                                       


Dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi undang-undang (UU), Kamis, 19 Desember 2013, oleh DPR, pegawai negeri sipil (akhirnya memiliki kepastian hukum. Jaminan perhatian pada PNS diharapkan menjadi lebih baik. Dalam UU ASN, terdapat rekonstruksi, reposisi, revitalisasi dari eksistensi kepegawaian negara dari masa sebelum UU ASN. Semua upaya dimaksudkan agar kinerja, kreativitas, dan kerja ASN makin optimal bagi bangsa dan negara.

Mereka harus makin dedikatif, membekali diri secara penuh dengan etos kerja lebih tinggi. Moral dan etika etika mereka harus lebih baik dari sebelumnya. Rekonstruksi penting dalam UU ASN terkait kepastian pemanfaatan kemampuan atau kompetensi PNS/ASN dalam karier yang makin on the track sehingga meningkatkan kinerja dan pelayanan publik.

Dengan begitu makin menghasilkan karya lebih kreatif, efektif, dan efi sien. Ke depan, kebutuhan serta persoalan birokrasi makin kompleks. Ini menuntut PNS/ASN sebagai the man behind the gun untuk bergerak lebih cepat dan efektif agar pantas digaji lebih adil serta dijamin kesejahteraannya. Gaji PNS yang bekerja pada pemerintah pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Gaji PNS daerah diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

PNS juga menerima tunjangan kinerja disesuaikan dengan pencapaian. Mereka juga memperoleh tunjangan kemahalan berdasarkan indeks harga di daerah masing-masing. Pembayaran tunjangan kemahalan kini hanya diberlakukan serta dibayarkan bagi PNS, TNI/Polri di Papua dan Papua Barat. Padahal jika melihat indeks harga/tingkat kemahalan barang dan jasa Provinsi Maluku, Maluku Tenggara, Nusa Tenggara Timur, bahkan DKI Jakarta, sama mahalnya dengan Papua dan Papua Barat.

Namun, mereka tidak memperoleh pembayaran tunjangan kemahalan. UU ASN juga mengatur bahwa PNS yang telah menunjukkan kesetiaan, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan berprestasi, bisa diberikan penghargaan berbentuk tanda kehormatan, kenaikan pangkat istimewa, kesempatan prioritas pengembangan kompetensi, dan menghadiri acara resmi kenegaraan. UU juga mengatur pemberhentian PNS.

Selain alasan meninggal dunia, atas permintaan sendiri, maupun mencapai batas usia pensiun, pemberhentian PNS bisa dilakukan karena perampingan organisasi atau pensiun dini. PNS bisa diberhentikan secara tidak hormat jika menyeleweng dari Pancasila dan UUD 1945, dipenjara, atau menjadi anggota pengurus partai politik. Pemerintah wajib menyusun 19 peraturan pemerintah (PP) dan empat peraturan presiden agar kewajiban dan hak ASN direalisasikan berdasar legislasi terperinci dan jelas.

Dengan begitu, tidak membingungkan pejabat kepegawaian dan pemerintah daerah. Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) harus tancap gas menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP). Banyak PNS yang seharusnya belum pensiun pada semester dua tahun 2013 tidak menikmati usia pensiun 58 tahun gara-gara pembahasan RUU berjalan lambat.

RPP antara lain tentang administrasi dan kompetensi ASN, jabatan fungsional, dan jabatan pimpinan tinggi. Yang tak kalah penting adalah RPP kedisiplinan. Selama ini, PNS memang tidak disiplin. Selain itu, akan disiapkan RPP tentang program jaminan pensiun, kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, serta bantuan hukum.

Juga sedang disiapkan RPP tentang manajemen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, tentang ASN yang diangkat sebagai pejabat negara, korps pegawai, juga tentang badan pertimbangan pegawai. Pemerintah juga harus menyiapkan empat rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, Wewenang Dan Tanggunga Jawab Komisi ASN. Kemudian rancangan Perpres tentang Tugas Fungsi dan Kewenangan Lembaga Administrasi Negara, Kewenangan Badan Kepegawaian Negara, serta Jabatan Pegawai Pemerintah.

Usia Pensiun

Revitalisasi yang memperoleh perhatian luas dari kalangan PNS/ASN terkait Batas Usia Pensiun (BUP) yang naik dari usia 56 menjadi 58 bagi pegawai, termasuk yang tidak berjabatan. Pertanyaan masyarakat, apakah perpanjangan BUP berdampak positif pada perubahan perilaku ASN dalam melayani masyarakat atau justru semakin buruk? Diperkirakan perbaikan tersebut tidak akan mengubah mental indisipliner PNS.

Mereka akan tetap tidak disiplin. Hal itu berlangsung terus walaupun perbaikan penghasilan dengan berbagai jenis tunjangan terus diperbaiki demi menyejahterahkan PNS beserta keluarga. Ini harus dicermati. Kedisiplinan harus ditegakkan sekeras mungkin. Masak PNS tidak mau berubah, padahal zaman sudah lain. Alasan pemerintah menaikkan BUP dengan pertimbangan usia harapan hidup penduduk secara objektif meningkat.

Keputusan tersebut tidak hanya merujuk pada rata-rata usia pensiun PNS negara lain, 60–62 tahun, tapi juga dari segi fi sik umumnya masih segar meski sudah usia 56 tahun. SDM yang sarat pengalaman harus dimanfaatkan. Revitalisasi penting lain adalah penempatan direktur, kepala pusat, kepala dinas, atau pejabat eselon I dan II diharapkan bersih dari like and dislike. Kalau KKN masih dipraktikkan, presiden melalui menteri PAN-RB bisa membatalkan.

Makanya, penempatan jabatan harus dilakukan terbuka. Pemerintah pusat bisa mencontoh Pemprov DKI yang melelang jabatan lurah, camat, dan kepala sekolah SMA/SMK. Penawaran terbuka diawasi Tim Independen dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Tugas KASN menjamin merit system berbasis kompetensi dan kinerja, secara akuntabel bisa dilaksanakan. KASN merupakan lembaga khusus yang menyimpan data base seluruh aparatur negara yang layak dipromosikan. KASN akan menjadi ujung tombak promosi jabatan eselonisasi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar