Senin, 20 Januari 2014

Lelaki Hebat di Belakang Khofifah

Lelaki Hebat di Belakang Khofifah

Ahmad Milah Hasan  ;   Mantan Wartawan, Mantan Aktivis PB PMII dan PP IPNU
JAWA POS,  20 Januari 2014
                                                                                                                       


KABAR meninggalnya Indar Parawansa, suami Khofifah, Rabu (15/1), mengagetkan banyak orang. Tidak hanya bagi keluarga besar Khofifah, tapi juga bagi masyarakat Indonesia. Pria yang oleh orang Makassar dipanggil Daeng Beta itu meninggal saat menjalankan tugas dinas Kementerian Dalam Negeri di Palu. 

Publik selama ini memang lebih mengenal Khofifah daripada suaminya. Maklum, sepak terjang Khofifah dalam percaturan politik nasional sangat diperhitungkan kekuatan politik mana pun. Terutama di Jawa Timur. 

Khofifah lahir dari keluarga rakyat biasa. Saat masih kecil, dia bahkan pernah menjadi penjual es lilin keliling di Surabaya. Tapi, kini dia menjadi salah seorang perempuan berpengaruh di Indonesia.

Khofifah memulai karir organisasi dari bawah. Namanya semakin diperhitungkan orang karena berhasil membuat Muslimat NU tumbuh menjadi organisasi perempuan terbesar di Indonesia dengan anggota mencapai 15 juta orang. 

Selanjutnya, sebagai politikus, eksistensi Khofifah tidak perlu diragukan. Pada Pemilu 1992, dia mencetak sejarah sebagai anggota DPR paling muda. Ketika itu baru berumur 26 tahun. Pada Sidang Istimewa MPR 1998, Khofifah mengentak jagat politik nasional. Dia mencetak sejarah sebagai politikus pertama yang berani menyerang kepemimpinan Soeharto saat Orde baru masih berkuasa. Kala itu, Khofifah yang mewakili Fraksi PPP berpidato mengkritik Soeharto. Dia menyorot soal pemilu yang manipulatif hingga kepemimpinan Soeharto yang diktator dan otoriter.

Pidato monumental tersebut melambungkan nama Khofifah dalam jagat politik nasional. Ketika tokoh-tokoh NU sepakat mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dia memilih partai baru itu sebagai jalan perjuangannya. 

Khofifah tidak salah pilih. Pada Pemilu 1999, dia berhasil masuk parlemen dari daerah pemilihan Surabaya-Sidoarjo. Dia juga langsung masuk jajaran elite PKB. Gus Dur memberinya amanat sebagai ketua Fraksi PKB MPR. Saat Gus Dur mantap menjadi calon presiden, Khofifah diberi tugas untuk melengkapi semua berkas pencalonan Gus Dur dalam waktu semalam. 

Setelah Gus Dur terpilih sebagai presiden, Khofifah mendapat perintah baru. Yaitu, mendaftarkan Megawati sebagai calon wakil presiden. 

''Berkah'' lengsernya Gus Dur, Megawati naik pangkat menjadi presiden. Sejarah itulah yang membuat Megawati punya hubungan historis dengan Khofifah. Seandainya saat itu Megawati tidak menjadi wakil presiden, bisa jadi dia tak pernah menjadi presiden.

Pada Pemilu 2004, dia menjadi caleg PKB di daerah pemilihan Surabaya-Sidoarjo. Hasil pemilu menyatakan Khofifah kembali masuk parlemen. Bahkan, dia sempat menjabat wakil ketua DPR.

Siapa tokoh di balik layar dalam kesuksesan karir Khofifah itu? Tentu Indar Parawansa! Pria keturunan Syekh Yusuf Al-Makassary itu adalah tokoh hebat yang membuat karir Khofifah sulit ditandingi perempuan lain.

Sebagai suami, Indar rela dan mendukung istrinya lebih sukses berkarir dan lebih populer daripada dirinya. Di sela kesibukannya, Indar bahkan sempat menyabet gelar doktor bidang ilmu pertanian dari IPB. Gelar itu juga didapat berkat dukungan Khofifah. Meski keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing, tidak ada pendidikan anaknya yang telantar. Bahkan, seluruh anaknya berhasil mengukir prestasi yang membanggakan.

Ima Fatimasang, misalnya, saat usianya baru 19 tahun, telah menyabet gelar sarjana ilmu ekonomi dari Monash University, Australia. Putra kedua, Jalaluddin Managgali, yang berusia 18 tahun kini duduk di semester VI Beijing University, Tiongkok. Juga dalam studi ilmu ekonomi. 

Menariknya, Khofifah dan suaminya sangat jarang berbicara soal politik. Sejak semula, keduanya sepakat berbagi peran. Politik urusan Khofifah, sedangkan birokrasi urusan Indar. Indar biasa mendapat informasi soal langkah politik istrinya dari orang-orang dekat Khofifah. 

Keduanya baru menyingung soal politik ketika Khofifah meminta restu mencalonkan diri sebagai anggota DPR serta maju sebagai calon gubernur Jawa Timur pada 2008 dan 2013. Restu didapat Khofifah. Namun, keduanya tak membahas secara detail proses yang dilakukan Khofifah. Begitu pula Khofifah, dia tidak banyak tahu urusan birokrasi yang dijalani suaminya. Dia hanya tahu suaminya sedang dinas di luar kota karena sebelum berangkat selalu pamit. 

Begitulah cara pasangan Bugis-Jawa itu menjaga profesionalitas sebagai birokrat dan politikus. Indar tidak mau istrinya yang seorang politikus masuk ke dalam dunia birokrasinya. Begitu pula dengan Khofifah, dia tidak mau suaminya terlibat dalam proses politik dirinya. Bagi Khofifah, restu dan dukungan suami sudah cukup untuk perjalanan karirnya.

Dengan demikian, karir mentereng Khofifah itu bersih dari campur tangan birokrasi. Begitu pula dengan karir birokrasi Indar. Pendek kata, Khofifah maupun Indar tidak mau ada abuse of power dan manipulasi dalam perjalanan karir mereka.

Saat ajal menjemput, Indar sedang membangun TPQ di Makassar. Dia ingin investasi akhiratnya tersebut diresmikan anak pertamanya, Ima Fatimasang. Tidak hanya itu, Indar juga telah menyiapkan lahan 22 hektare di Gowa, Sulawesi Selatan, untuk pesantren dan panti asuhan.

Indar ingin lahan tersebut menjadi pusat pendidikan dan latihan anak yatim. Tidak hanya untuk belajar ilmu, tapi juga belajar hidup. Dia ingin tempat tersebut juga menjadi lahan bercocok tanam anak yatim. Sungguh cita-cita yang mulia! Selamat jalan, Daeng Beta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar