Bijak
Mengelola Pajak Koperasi
Adenk Sudarwanto ; Konsultan Manajemen,
Ketua
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 18 Januari 2014
“Menghindari
pajak bukan sesuatu yang dilarang sepanjang dilakukan dalam bingkai peraturan
perpajakan”
TIAP akhir tahun, semua badan usaha,
termasuk koperasi, wajib menyusun laporan keuangan yang menggambarkan posisi
keuangan, perhitungan pendapatan, arus kas, dan bahan ekuitas. Dari laporan
keuangan akan diketahui berapa kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi dan
dibayarkan kepada negara.
Koperasi sebagai badan usaha yang memiliki
kesetaraan dengan badan usaha lain (BUMN dan swasta) punya kewajiban yang
sama sebagai wajib pajak, yang harus memenuhi ketentuan perpajakan. Secara
umum perkembangan koperasi di Indonesia tercatat sekitar 190 juta, sebagian
besar berskala ekonomi menengah ke bawah.
Keberadaannya belum memiliki mindset
entrepreneurship yang kuat, dan tetap berharap mendapat bantuan dari
pemerintah. Karena itu, anggapan bahwa koperasi masih identik dengan
masyarakat kelompok menengah ke bawah tidaklah keliru. Karakteristik
koperasi umumnya kurang peka terhadap perubahan lingkungan bisnis.
Di tengah persaingan ketat, eksistensi
koperasi terhadap lingkungan memang kian terasa. Terutama oleh anggota yang
loyal memanfaatkan koperasi. Membangun loyalitas anggota perlu kreativitas
dan harus betul-betul memberikan bukti nyata kemanfaatannya. Jika tidak maka
koperasi akan ditinggalkan anggotanya.
Permasalahan yang dihadapi koperasi pada
umumnya berkait dengan kewajiban perpajakan. Sementara era bisnis saat ini
dituntut cepat dan akurat, termasuk soal informasi keuangan. Di sisi lain,
Ditjen Pajak ditugasi pemerintah untuk mencapai target penerimaan negara yang
jumlahnya terus meningkat tiap tahun.
Cepat atau lambat, dengan melihat indikasi
saat ini sudah seharusnya koperasi menyadari posisinya sebagai wajib
pajak dan konsekuen melaksanakan kewajiban. Permasalahan yang harus dicari
solusinya adalah bagaimana mengelola pajak tapi dengan tetap meningkatkan
kesejahteraan anggota.
Prinsip dasar berkoperasi adalah dari,
oleh, dan untuk anggota. Dengan kata lain kehadiran koperasi harus bisa
meningkatkan kesejahteraan anggota. Karena itu, partisipasi anggota memegang
peranan penting supaya koperasi berkemampuan going concern. Jadi, peningkatan
kesejahteraan anggota sangat bergantung pada partisipasi anggota.
Untuk itu, wajar bila anggota yang
berpartisipasi memperoleh porsi kesejahteraan lebih besar dibanding yang
tidak berpartisipasi. Bentuk kesejahteraan sebagai balas jasa atas
partisipasi anggota selama ini hanya berupa bagian SHU. Berpijak pada
filosofi dasar koperasi, yaitu peningkatan kesejahteraan anggota maka perlu
gagasan transformasi pendapatan koperasi ke bentuk lain, semisal simpanan
atau sertifkat modal koperasi (SMK).
Pendapatan negara dalam wujud pajak
digunakan untuk membiayai pembangunan. Di sisi lain, koperasi berkewajiban
menyejahterakan anggota. Dengan kewajiban membayar pajak tentu kesejahteraan
(SHU) yang diperoleh anggota koperasi akan berkurang. Karena itu, saatnya
kita menyikapi dan mengelola kewajiban perpajakan secara bijak supaya
kesejahteraan anggota juga tetap terwujud.
Upaya meminimalisasi pajak secara eufimisme
sering disebut perencanaan pajak (tax
planning). Perencanaan pajak merujuk proses merekayasa usaha atau
transaksi wajib pajak supaya pajak berada dalam jumlah minimal tetapi masih
dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun perencanaan pajak juga dapat berkonotasi
positif sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap dan
tepat waktu.
Bingkai
Peraturan
Menghindari pajak bukan sesuatu yang
dilarang, sepanjang dilakukan dalam bingkai peraturan perpajakan. Artinya
upaya itu dilakukan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan anggota koperasi
namun tetap melaksanakan kewajiban tanpa harus memanipulasi besar pajak.
Secara logika upaya mengurangi beban pajak adalah dengan mengurangi jumlah
pendapatan sebagai objek pajak.
Sumber penerimaan terbesar negara kita
adalah dari sektor perpajakan. Karena itu, perlu menyadari bahwa pajak bukan
sesuatu yang merisaukan dan tidak perlu menghindari. Melalui perpajakan
aktivitas pembangunan untuk menyejahterakan bangsa bisa diwujudkan. Di sisi
lain bangun ekonomi berupa koperasi juga menjadi amanat negara untuk
menumbuhkan kehidupan koperasi.
Koperasi berkewajiban menyejahterakan
anggota. Dengan adanya pajak tentu kesejahteraan (SHU) yang diperoleh anggota
koperasi akan berkurang. Dengan demikian, saatnya kita menyikapi dan
mengelola kewajiban perpajakan secara bijak supaya kesejahteraan
anggota koperasi juga bisa terwujud.
Bukan hal mustahil bahwa dengan
melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai aturan, koperasi bisa tetap
meningkatkan kesejahteraan anggota. Bentuk pengelolaan pajak dengan
transformasi tersebut perlu pengkajian mendalam dari aspek perpajakan
dan perkoperasian. Jika gagasan itu dipandang sebagai suatu langkah tepat,
tentu memerlukan pembakuan.
Dukungan dari Kementerian Koperasi dan UKM
serta Ditjen Pajak Kementerian Keuangan berupa penerbitan aturan baru yang
meringankan anggota koperasi akan lebih memberikan kepastian hukum.
Transformasi sebagian pendapatan jasa menjadi bentuk simpanan kesejahteraan
anggota atau sertifikat modal koperasi juga bisa menjadi solusi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar