Guru
Kurang Piknik
Khoiruddin Bashori ; Psikolog Pendidikan Yayasan Sukma Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 19 Maret 2018
PIKNIK adalah kata dalam
bahasa Inggris yang berarti tamasya, darmawisata, bepergian untuk
bersenang-senang. Namun, 'kurang piknik' merupakan istilah ejekan kepada
sahabat yang kuper, kurang pergaulan. Mereka yang tidak nyambung ketika
diajak berdiskusi juga biasa mendapatkan julukan ini.
Meski kini istilah itu
tidak lagi banyak dipergunakan dalam bercakapan sehari-hari, bukan berarti
kehilangan relevansi dengan persoalan kekinian dunia pendidikan. Di saat guru
kini memiliki tugas yang sedemikian sarat beban, mengharap mereka untuk
mengadakan 'petualangan intelektual' seperti menggantang asap, mengukir
langit.
Padatnya tugas guru,
apakah karena tuntutan administrasi persiapan mengajar, atau banyaknya mata
pelajaran yang harus diampu agar tunjangan sertifikasi tetap diperoleh,
sering kali menjadi alasan kurang optimalnya upaya pengembangan diri guru.
Padahal, pada kenyataannya bekal pendidikan formal yang telah dimiliki guru,
ditambah aneka ragam pengalaman selama menjadi pendidik, belum cukup
mengantarkan anak didik mengembangkan potensi diri seperti yang diharapkan. Diperlukan
program pengembangan kapasitas secara lebih sistematis dan terstruktur agar
pengelolaan pendidikan memperoleh peningkatan signifikan.
Pengembangan
kapasitas
Pengembangan kapasitas
guru merupakan upaya berkelanjutan yang dilakukan guru bersama sekolah dan
pemangku kepentingan pendidikan untuk terus mengembangkan diri menuju
kualitas idealnya sebagai guru profesional yang dapat menginspirasi
pencapaian prestasi optimal peserta didik.
Dinamika perubahan yang
sedemikian cepat dan kebutuhan standar kualitas yang tinggi menyebabkan guru
sangat perlu, lebih dari waktu-waktu sebelumnya, menyesuaikan diri dan terus
memperbaiki keterampilan yang dimiliki melalui program pengembangan kapasitas
pembelajaran.
Menurut Craft (2000),
pengembangan kapasitas tidak lain dimaksudkan untuk, pertama meningkatkan
keterampilan kinerja seluruh staf. Kedua, memperbaiki ketrampilan kinerja
setiap guru. Ketiga, memperluas pengalaman guru agar kariernya berkembang dan
mendapatkan promosi. Keempat, mengembangkan pengetahuan dan pemahaman
profesional setiap guru. Kelima, memperluas bekal kependidikan guru. Keenam,
membuat staf merasa lebih berharga. Ketujuh, meningkatkan kepuasan kerja.
Kedelapan, mengembangkan cara pandang yang lebih baik terhadap pekerjaan.
Kesembilan, membantu guru mengantisipasi dan mempersiapkan diri menghadapi
perubahan. Ke-10, memperjelas kebijakan sekolah dan kementerian. Pada
akhirnya muara keseluruhan kegiatan pengembangan kapasitas guru ialah
peningkatan hasil belajar siswa.
Sebenarnya terdapat sejumlah
metode untuk meningkatkan profesionalisme guru, antara lain penelitian
tindakan, belajar mandiri, penggunaan materi-materi pembelajaran jarak jauh,
mengikuti program pendampingan, mentoring atau pembinaan, kursus dalam jangka
waktu tertentu baik di dalam maupun di luar sekolah. Termasuk, magang dan
rotasi pekerjaan, jejaring sebaya, terlibat dalam kelompok kerja bersama atau
satuan tugas tertentu yang biasa disebut dengan istilah professional learning
teams.
Selanjutnya, kegiatan
bersama antarsekolah yang berisi kerja sama dalam pengembangan dan sharing
pengalaman dan keterampilan, pertukaran guru dan staf, refleksi personal, dan
experiential assignments. Lalu, belajar bersama dan lewat media IT melalui
diskusi kelompok dalam surat elektronik, atau belajar mandiri menggunakan
sumber-sumber multimedia online (Bashori dkk, 2016).
Apa pun bentuk
pengembangan kapasitas yang dipilih guru agar efektif, menurut Bandura
(2001), hendaknya berorientasi pemecahan masalah. Memberi peluang bagi guru
untuk bekerja sama dengan mereka yang lebih ahli, memfasilitasi munculnya
inovasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, praktik mengajar, dan teknologi
yang dapat mendukung hal ini serta memungkinkan guru mencoba dan mengasah
keterampilan dan strategi mengajar yang baru, mempromosikan penciptaan dan
berbagi sumber daya dengan maksud meningkatkan hasil belajar siswa, dan
memungkinkan berlangsungnya refleksi bertujuan dan diskusi berkelanjutan.
Sejatinya yang paling
mengetahui kebutuhan pengembangan kapasitas guru ialah guru sendiri, pada
aspek-aspek apa saja yang bersangkutan yang perlu dikembangkan secara lebih
bersungguh-sungguh. Menurut Hargreaves (2000), pengembangan profesionalisme
guru memang dapat dilakukan melalui sejumlah peraturan. Namun, untuk dapat
mempertahankan dan mengajarkan profesionalisme secara lebih berkelanjutan,
sangat ditentukan partisipasi guru itu sendiri. Oleh karena itu, untuk
menjadi guru profesional yang inspiratif, pendidik harus berpartisipasi dalam
proses pembelajaran sepanjang hayat.
Piknik
virtual
Memang tidak mudah menjadi
guru inspiratif sekarang ini. Bukan saja mereka dituntut memiliki integritas
tinggi, melainkan juga banyak akal, kaya bahan ajar, dan mampu
menyampaikannya dengan sangat variatif.
Di lapangan, fakta yang
acap kali kurang disadari guru ialah perbedaan sangat mencolok antara siswa
zaman old dengan siswa zaman now. Dulu siswa memiliki pengalaman belajar
terbatas dan kurang variatif. Kini anak dimanja berbagai fasilitas yang dapat
memberikan pengalaman belajar lebih beragam. Akibatnya kebutuhan mereka akan
variasi sedemikian tinggi.
Oleh karena itu, dapat
dipahami mengapa siswa kini menjadi lebih cepat bosan jika berinteraksi
dengan guru monoton. Mereka lebih mengapresiasi guru yang kaya perspektif dan
mampu mengajar dengan aneka cara beragam yang menyenangkan.
Untungnya, guru zaman now
tidak selalu harus melakukan petualangan intelektual secara fisik, dengan
mengunjungi tempat-tempat yang dapat memberikan inspirasi baru, tetapi mereka
kini dapat melakukannya secara virtual. Dulu piknik selalu diasosiasikan
pergi mengunjungi suatu tempat. Kini tempat itu dapat berarti situs internet.
Perkembangan teknologi informasi memang telah menyajikan surga dunia bagi
para petualang. Berselancar di dunia maya-virtual tidak kalah seru jika
dibandingkan dengan studi banding konvensional. Malah piknik virtual dapat
lebih memberi rangsangan imaji tak terduga.
Dengan tersedianya
fasilitas belajar secara virtual, guru memiliki lebih banyak kesempatan
menambah wawasan dan melakukan refleksi terhadap setiap pengetahuan baru,
dikaitkan dengan persoalan-persoalan nyata yang mereka hadapi di kelas
masing-masing.
Saat ini di dunia maya
terdapat sejumlah alamat situs yang dapat dengan mudah diakses guru untuk
mempelajari apapun yang guru perlukan. Terdapat pula sejumlah COP (community
of practice), komunitas praktisi, dan akademisi pendidikan, yang dengan suka
rela berkenan sekadar sebagai teman berdiskusi mengenai persoalan-persoalan
kependidikan, bahkan untuk menjadi mentor sekali pun.
Pada akhirnya diperlukan
keberanian guru untuk mengunjungi daerah-daerah baru yang belum pernah
dijelajahi. Guru pembelajar, secara berkelanjutan, hendaknya dapat
mengoptimalkan diri belajar secara daring, baik dari guru di sekolah lain
bahkan dari mereka yang berdomisili di luar negeri, atau dari sumber-sumber
belajar yang dengan leluasa dapat diunduh gratis. Lewat dunia virtual guru
dapat mempertajam minat-minat khususnya yang tidak terwadahi dalam agenda
resmi pengembangan kapasitas guru yang disediakan sekolah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar