Kala
Calon Kepala Daerah Jadi Tersangka
Ikhsan Darmawan ; Dosen Departemen Ilmu Politik FISIP UI
|
TEMPO.CO,
29 Maret
2018
Belum lama ini, Komisi
Pemberantasan Korupsi menetapkan beberapa calon kepala daerah menjadi
tersangka kasus korupsi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap berpegang pada
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang
memungkinkan calon berstatus tersangka untuk tetap maju dalam pemilihan. Tapi
ada yang menilai status tersangka itu akan mengganggu proses kampanye dan
menggerus elektabilitas sang calon sehingga perlu regulasi soal penggantian
calon ,karena undang-undang itu melarang calon mundur.
KPU meminta pemerintah dan DPR
segera merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah agar ada pasal yang
mengatur masalah calon kepala daerah yang jadi tersangka (Koran Tempo, 26
Maret 2018). Tapi DPR menilai tak ada kegentingan yang memaksa untuk
merevisinya. Istana pun mengatakan belum ada pembahasan mengenai peraturan
pemerintah pengganti Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Adapun KPU tetap
berharap adanya revisi undang-undang dan tak ingin dipaksa membuat peraturan
KPU tanpa dasar di undang-undang.
Saya sependapat dengan KPU.
Mengapa perubahan undang-undang mengenai penggantian calon kepala daerah
sebaiknya dilakukan? Saya berpandangan bahwa isi dan kualitas regulasi
pemilihan kepala daerah yang tidak baik dapat berdampak buruk, tak hanya
kepada pemilih, tetapi juga terhadap integritas pemilihan itu sendiri.
Dalam studi kepemilihanumuman,
telah lama berlaku hipotesis yang menyebutkan bahwa aturan pemilihan umum
memiliki efek atau dampak (electoral rule matters). Secara umum, riset-riset
sebelumnya menitikberatkan dampak regulasi pemilihan umum pada pemilih
(Bensel, 1979; Chin dan Taylor-Robinson, 2005; Sanz, 2015; Dassonville, 2017;
Li, 2018). Tapi masih relatif sedikit peneliti yang menyinggung masalah yang
ditimbulkan oleh aturan pencalonan. Salah satunya adalah artikel Langston,
"Why Rules Matter: Changes in Candidate Selection in Mexico’s PRI,
1998-2000" (2001). Artikel itu pun lebih menyentuh dampak aturan
penggantian kandidat terhadap kompetisi intra-partai daripada terhadap
pemilih.
Regulasi yang berkualitas baik
atau sebaliknya dapat berpengaruh terhadap pemilih, seperti membuat pemilih
hadir atau tidak saat pemilihan berlangsung (Birch 2010). Begitu pula dampak
regulasi terhadap integritas pemilihan. Pemilih wajib dijamin puas terhadap
proses pemilihan yang berawal dari pengaturan pemilihan. Para pemilih yang
yakin dan mendukung regulasi itu akan percaya bahwa pemilihan yang berjalan
telah melindungi kepentingan mereka (Karp, Nai, dan Norris, 2017). Jika
persepsi terhadap integritas elektoral rendah, dampaknya adalah penurunan
tingkat legitimasi terhadap pemilihan (Norris 2014).
Urgensi revisi undang-undang ini
adalah bahwa revisi itu akan melindungi pemilih. Jika klausulnya diubah,
pemilih dapat terhindar dari daftar calon kepala daerah yang tidak layak
dipilih. Pasal 78 Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah mengatur bahwa
penggantian calon kepala daerah hanya dapat dilakukan jika calon tidak lolos
tes kesehatan, meninggal dunia, atau dijatuhi pidana berkekuatan hukum tetap
saja. Pasal ini seolah-olah tutup mata terhadap calon kepala daerah
bermasalah, padahal hal itu dapat merugikan pemilih.
Para pemilih itu memiliki latar
belakang yang beragam. Jika semua pemilih melek informasi dan rasional dalam
memilih, seharusnya tidak ada calon kepala daerah tersangka yang terpilih
dalam pemilihan sebelumnya. Faktanya, sampai 2013, ada sembilan calon yang
menjadi tersangka yang kemudian menang dalam pemilihan dan akhirnya tetap
dilantik. Karena itulah, banyaknya calon yang sekarang jadi tersangka korupsi
itu harus dilihat sebagai kondisi yang gawat dan memaksa. Potensi dampak
buruk aturan dalam undang-undang terhadap pemilih sejalan dengan apa yang
dimaksud oleh Birch.
Revisi undang-undang juga perlu
dilakukan supaya tak mencederai integritas elektoral pemilihan kepala daerah
serentak 2018. Bila pasal dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang
tidak memungkinkan penggantian calon kepala daerah berstatus tersangka
diteruskan, hal ini dapat menyebabkan persepsi pemilih terhadap integritas
pemilihan menjadi rendah. Akibatnya, legitimasinya juga menjadi rendah.
Pada akhirnya, jika tak ingin
mengorbankan para pemilih dan legitimasi terhadap pemilihan kepala daerah
serentak 2018, alangkah baiknya Presiden Joko Widodo mendorong draf peraturan
pemerintah pengganti undang-undang diajukan ke DPR. Meskipun tak mudah,
melihat daruratnya situasi sekarang ini, ketidakmudahan itu boleh jadi
berubah menjadi sebaliknya. ●
|
https://hasilbola.vip/liga-europa/baca/5007/sevilla-vs-inter-22-agustus-2020
BalasHapusPrediksi Bola Sevilla vs Inter 22 Agustus 2020 yang akan diselenggarakan langsung tanpa penonton di Rhein Energie Stadion.
Dalam pertemuan kedua tim di Liga Europa kali ini. Akan di Jadwal Bola Malam Ini pertandingan ini tentunya akan sangat seru untuk di tonton pada Siaran Bola Live Streaming