Selasa, 27 Maret 2018

Teknologi dan Keamanan Perbankan

Teknologi dan Keamanan Perbankan
Edy Purwo Saputro  ;   Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
                                               SUARA MERDEKA, 23 Maret 2018



                                                           
KEJAHATAN perbankan cenderung terus berkembang dan apa kasus dana raib sejumlah nasabah dari salah satu bank persero bukan hal yang baru. Terkait dengan ini, beralasan jika BI dan OJK berkomitmen untuk segera menuntaskan kasusnya karena setiap kasus kejahatan perbankan cenderung berdampak sistemik terhadap kepercayaan.

Di satu sisi, kepercayaan merupakan faktor penting dalam modernitas layanan bank, termasuk dari adopsi e-banking, meski di sisi lain ancaman terhadap kejahatan bank ke depan akan semakin beragam seiring dengan modernitas adopsi teknologi perbankan. Artinya, kasus skimming dan phising bukan hal baru dan tentu akan berkembang lagi ke model kejahatan lainnya. Oleh karena itu, beralasan jika kejahatan perbakan disebut juga sebagai kejahatan kerah putih.

Urgensi terhadap jaminan keamanan layanan perbankan sejatinya telah menjadi isu pada era global, terutama dikaitkan dengan model layanan perbankan yang sifatnya homogen. Artinya, semua bentuk layanan perbankan cenderung sama sehingga satu saja kejahatan perbankan secara otomatis akan berpengaruh terhadap layanan lainnya.

Oleh karena itu, kasus raibnya dana nasabah dari salah satu bank pesero secara otomatis memengaruhi layanan perbankan lainnya, bukan hanya sesama bank pesero, melainkan juga bank swasta dan BPR. Hal ini mengindikasikan bahwa homogenitas dari layanan perbankan modern ternyata tidak bisa sepenuhnya menjamin terhadap aspek keamanan dana nasabah.

Jika dicermati, sejatinya aspek keamanan itu penting, terutama jika dikaitkan dengan model online yang kini hampir diadopsi semua bidang. Meski layanan online dilakukan untuk memberikan kemudahan, kecepatan, dan kenyamanan layanan, namun jangan lupa, semua bentuk layanan online ada celah yang bisa dicuri untuk memberikan keuntungan tertentu.

Celah itu menjadi tantangan sekaligus peluang bagi otoritas terkait untuk memberikan jaminan kepercayaan dan keamanan di semua bentuk layanan kepada nasabah atau konsumen. Kasus bocornya data pengguna kartu seluler pascaregistrasi kemarin seharusnya menjadi pembelajaran agar ke depan tidak ada lagi kasus-kasus kejahatan berbasis layanan online.

Konsekuensi dari model layanan online, termasuk e-banking dalam perbankan, memang memberi jaminan kemudahan karena dapat diakses dan transaksi bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja tanpa kendala ruang dan waktu. Artinya, semua transaksi bersifat realtime online dan kebutuhan terhadap layanan online cenderung semakin kuat karena faktor mobilitas individu yang semakin tinggi.

Faktor lain yang tidak bisa diabaikan dari model layanan modern berbasis online adalah ancaman dari kejahatan cyber. Hal ini dimungkinkan karena semua bisa mengakses data secara online, tidak hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri. Terungkapnya kasus kejahatan perbankan yang melibatkan warga negara asing telah banyak terjadi dan kasus ini tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di banyak negara. Oleh karena itu, beralasan jika pengungkapannya cenderung melibatkan koordinasi lintas negara, sedangkan kasus yang terjadi juga tidak hanya di satu daerah tapi menyebar di sejumlah daerah.

Ancaman

Jaminan terhadap keamanan menjadi kunci karena keamanan tidak bisa terlepas dari kepercayaan. Padahal, ancaman dari ketidakpercayaan adalah rush sehingga menjadi mimpi buruk bagi perbankan. Oleh karena itu, sedari dini perbankan khususnya dan bisnis lain yang menggunakan layanan online perlu memproteksi semua celah yang bisa memicu ancaman kejahatan cyber. Paling tidak kasus penipuan ojek online dengan modus order fiktif juga menjadi pembelajaran bahwa online di semua model layanan bisa memicu celah kejahatan.

Fakta ini memberikan pelajaran bahwa kejahatan cyber membutuhkan kecermatan dan kejelian dalam menyikapinya agar semua celah yang ada bisa terdeteksi dan kerugian diminimalkan. Setidaknya, korban yang melibatkan konsumen atau nasabah bisa direduksi sehingga tidak memicu ketidakpercayaan terhadap modernitas layanan online di semua bidang.

Yang pasti membangun jaringan sistem yang aman saat ini semakin dibutuhkan karena kebutuhan teknologi telah mengharuskan adanya transformasi layanan dari model kuno (offline) menjadi online. Ironsinya, perilaku konsumen atau nasabah tidak dapat dipisahkan dengan adanya ancaman, yaitu human error dan technical error.

Meskipun perbankan telah menyosialisasikan pentingnya menjaga kerahasiaan PIN dan password, kasus-kasus kejahatan yang terkait dengan penggunaannya terus saja terjadi. Bahkan, phising juga tidak bisa dihindari karena tampilan yang sama persis sehingga nasabah sulit membedakan dengan websiteasli dan akhirnya terjebak.

Terkait dengan ini, digitalisasi sebagai bagian dari modernitas layanan perbankan dan bidang lainnya secara online tidak bisa terlepas dari celah ancaman kejahatan cyber sehingga perlu edukasi secara sistematis dan berkelanjutan. Setidaknya BI dan OJK perlu melakukan sosialisasi dan edukasi secara lebih intensif untuk mereduksi kejahatan cyber. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar