Sabtu, 31 Maret 2018

Militerisme dan Geopolitik

Militerisme dan Geopolitik
Seno Gumira Ajidarma ;  Panajournal.com
                                                      TEMPO.CO, 27 Maret 2018



                                                           
Konsep yang secara ilmiah telah gugur tidak dengan sendirinya mati. Sebaliknya, ia justru bisa tetap hidup dan berkembang meskipun menjadi ketersesatan pikir karena menguntungkan kepentingan politik identitas pihak yang membutuhkannya. Demikian yang terjadi pada rasisme, begitu pula pada Geopolitik. Maka, perlu segera dipisahkan antara geopolitik sebagai peminatan ilmu pengetahuan yang mempertimbangkan ruang dalam pengertian tata politik dunia atau ilmu bumi politis (political geography) dan Geopolitik sebagai pemikiran yang tumbuh di Jerman tahun 1930-an.

Kekeliruan yang dibuat Friedrich Ratzel (1844-1904) ini mengalihkan konsep Raum (ruang) kelompok-kelompok politik, menjadi Lebensraum (ruang untuk hidup) yang dimanfaatkan kaum geopolitikus. Jika konsep Raum merupakan wacana ilmu bumi tentang perbatasan negara, konsep Lebensraum menganggap negara merupakan organisme alamiah yang membenarkan penguasaan ruang geografis berdasarkan hukum alam sebagai pengembangan gagasan Darwinian (Smith dalam Bullock & Trombley, 1999: 364).

Hukum alam? Paham ini menjadi cara membenarkan peperangan dan menjadi alasan utama untuk melakukan militerisasi di seluruh negeri. Peperangan telah menggiring pendapat para ahli ilmu bumi ke bidang politik praktis. Inilah Geopolitik yang bukan geopolitik, melainkan gubahan militerisme yang menganggap perang sebagai segi penting politik dan ilmu bumi, yang mencampuradukkan ilmu bumi politik dan kesetiaan politik. Tidak hanya kaum nasional-sosialis Nazi di Jerman, Karl Haushofer (1869-1946) pada 1923 juga menulis tentang Dai Nippon atau Nippon Raya, yang kelak meminjam konsep-konsep geopolitik dalam politik ekspansinya (Whittlesey dalam Earle, 1962 [1943]: 317-23).

Apakah Indonesia Raya di wilayah sendiri sama dengan Jerman sebagai Imperium Ketiga atau Nippon Raya semasa Perang Dunia II? Semestinya tidak. Namun kita belum memeriksa konsep "raya" itu. Apakah sungguh berbeda atau sama saja dengan "raya" pada Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya dalam ekspansionisme fasis Dai Nippon.

Kemegahan dan kebesaran dalam pengertian "raya" itu, melalui konsep Haushofer, adalah (a) Autarki, cita-cita memenuhi sendiri kebutuhan ekonomi nasional karena setiap kesatuan politik harus menghasilkan segala keperluannya; (b) Lebensraum, hak suatu bangsa atas ruang yang cukup bagi penduduknya; (c) Panregions, pencaplokan bagian-bagian dunia berdasarkan imajinasi tentang pembagian wilayah kebudayaan, perdagangan, dan pengelompokan politik; (d) Perbatasan, bahwa negara berhak atas perbatasan-perbatasan alam melampaui perbatasan-perbatasan politiknya.

Dalam kombinasi konsep-konsep ini-"senapan untuk mentega" dalam Autarki, kodrat kematian negara-negara kecil dalam Lebensraum, pengesahan bagi penaklukan wilayah-wilayah di luar negerinya dalam Panregions-dan karena itu batas dengan negara tetangga bisa diubah dalam konsep Perbatasan, ditampilkan kembali dengan dalil-dalil "ilmiah" agar menjadi sahih bahwa angkatan perang harus dibangun dan berlaku agresif demi keselamatan nasional.

Sejak awal, Geopolitik berjalin erat dengan perang, tumbuh di negara militer, dan perkembangannya dipimpin orang-orang militer. Propaganda pemutarbalikan dan kedok "pelaksanaan ilmu bumi" tidak pernah dapat menutupi fakta Geopolitik sebagai resep satu macam adonan: politik kekuatan dan agresi (ibid., 323-33).

Melampaui era para pemikir Perang Dingin, seperti Henry Kissinger dan Zbigniew Brzezinsky, telah dikenal spesialis geopolitik pada awal abad ke-21, seperti Leonid Ivashov dan Vladimir Karyakin, maupun pakar meta-geopolitik Nayef Al-Rodhan yang membuat kombinasi dimensi geopolitik baru dan tradisional demi pandangan atas relasi kuasa multidimensional. Jelas ini menjauh dari "geopolitik negatif" tahun 1930-an dan setidaknya menjejaki topik-topik akhir abad ke-20, yakni (a) struktur hierarkis dan regional kekuasaan negara; (b) peran imajinasi geografis dalam membentuk ideologi negara yang membenarkan tindakan teritorial spesifik; (c) ekonomi politis dalam perilaku negara, tempat hubungan-hubungan antara proses akumulasi kapital, kompetisi sumber daya, dan kebijakan luar negeri dianalisis sebagai bagian dari sistem global yang tunggal dan saling tergantung (Smith, op.cit., 364).

Kekuatan militer dapat dilibatkan dalam "tindakan teritorial spesifik", tapi secara umum wacana geopolitik kontemporer tidak membawa militerisme. Ketersesatan militerisme dalam Geopolitik perlu diungkapkan kembali karena yang tampak sebagai nasionalisme bagi orang awam cukup mudah dibelokkan ke dalam tujuan kelompok-bahkan pribadi-sendiri. Indonesia Raya, sebagai nama lagu kebangsaan maupun partai mana pun, adalah bahan kajian wajib untuk memeriksa karakter geopolitik macam apa yang ada di dalamnya. Ini supaya kita tidak tersesat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar