Prostitusi,
Legalisasi Bukan Solusi
Setio Tio Pramono ; Postdoc Fellow pada
Karolinska Institutet,
Tinggal di Stockholm, Swedia
|
DETIKNEWS,
12 Januari 2014
Perdebatan
mengenai perlunya legalisasi atau penutupan lokalisasi prostitusi terus
bergulir di tanah air (detiknews, 27/12/2013). Prostitusi memang permasalahan klasik yang terjadi di
berbagai negara. Belanda melegalkan prostitusi sejak tahun 2000 yang pada
awalnya ingin melindungi mereka dari perdagangan manusia dengan diberikan
izin kerja dari pemerintah. Namun kenyataannya bahwa banyak organisasi
kriminal yang bermain di sektor ini terutama perdagangan perempuan,
narkotika, membuat pemerintah meninjau ulang peraturan ini dan menutup
sebagian dari lokalisasi (Wikipedia). Di Eropa saat ini terjadi perdebatan apakah legalisasi
prostitusi adalah sebuah pilihan yang tepat. (The Atlantic Cities,
5/12/2013).
Swedia memiliki cara cukup inovatif untuk mengurangi prostitusi yakni dengan menerapkan hukuman kepada pembeli/pengguna jasa daripada kepada pelaku prostitusi. Di Swedia membeli sex service (prostitusi) dipandang sebagi kejahatan, dengan maksimal hukuman penjara 6 bulan, namun biasanya hakim memvonis dengan hukuman substitusi berupa denda sebanyak 7.500 Kronor atau sekitar Rp 14 juta. Hukuman ini dirasa masih terlalu ringan dan sedang diusulkan untuk diperberat hingga hukum kurungan. Terjadi perdebatan sengit ketika peraturan ini diajukan. Bahkan saat diperkenalkan pada tahun 1999 banyak orang yang mencemooh dan banyak yang menyangsikan akan efektif (Wikipedia). Namun saat ini terbukti bahwa peraturan tersebut telah mengurangi jumlah prostitusi hingga dua pertiga, mengurangi jumlah perdagangan manusia dan juga mengurangi tingkat kejahatan (The Guardian, 11/12/2013). Melihat kesuksesan Swedia, peraturan ini pun diadopsi oleh negara-negara lain seperti Norwegia dan Islandia pada tahun 2009. Dan yang terbaru adalah Perancis di mana setiap orang yang tertangkap tangan membeli sex service akan dikenai denda 1.500 Euro (Rp 25 Juta) dan bagi yang melakukannya berulang kali didenda sebesar 3.750 Euro (Rp 62 juta). Israel juga mulai melirik untuk memberlakukan peraturan yang sama (Prostitution Research). Melegalkan prostitusi bukanlah sebuah solusi yang cerdas, bahkan bukan sebuah solusi malah makin memperparah masalah yang ada. Jadi kalau pemerintah serius mungkin dapat mencari alternatif kebijakan yang lebih cerdas seperti di Swedia dan yang terutama juga didukung oleh penegakan hukum yang jelas dan tegas. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar