Kamis, 03 Oktober 2013

APEC untuk Ekonomi Baru

APEC untuk Ekonomi Baru
Andi Perdana Gumilang  ;  Peneliti dan Mahasiswa Program Pascasarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
KORAN JAKARTA, 03 Oktober 2013



Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) membicarakan isu-isu pertumbuhan ekonomi, kerja sama, perdagangan, dan investasi di kawasan Asia Pasifik. Pada 2013, Indonesia berkesempatan menjadi tuan rumah. Pertemuan akan dihadiri delegasi dari 21 negara anggota APEC yang kebanyakan memiliki garis pantai ke Samudra Pasifik. Pertemuan tersebut juga dihadiri perwakilan organisasi internasional, seperti PBB, Bank Dunia, WTO, dan IMF.

Forum KTT APEC tahun ini memunyai arti penting untuk menaikkan posisi tawar Indonesia di mata dunia internasional. Acara diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, 1–8 Oktober 2013. Ini untuk kedua kali Indonesia menjadi tuan rumah, setelah 1994 di Bogor. Banyak perserta dari kalangan bisnis terkemuka, para menteri, kepala negara merasa berkepentingan hadir. 

Pertemuan biasanya mengambil pola didului pertemuan para menteri keuangan, jauh sebelum APEC, sementara pada acara APEC diawali dengan pertemuan pejabat senior (SOM). Hasilnya dibawa ke ministerial meeting. Dari sini hasilnya disahkan dalam pertemuan para kepala ekonomi (AELM) untuk dimuat dalam deklarasi APEC.

Indonesia sudah saatnya bisa memanfaatkan momentum KTT APEC dalam menciptakan kemandirian ekonomi dan mendorong kekuatan ekonomi baru seperti dari sumber laut. Fakta empiris menunjukkan sekitar 72 persen permukaan Bumi berupa laut yang menyediakan sekitar 97 persen dari keseluruhan ruang kehidupan Bumi. Lebih dari itu, laut telah mendukung kehidupan manusia sejak munculnya makhluk hidup pertama dari laut (Prager and Earle, 2000). 

Secara garis besar, laut memiliki enam fungsi dan peranan bagi kehidupan manusia, antara lain: (1) penyedia sumber daya alam, (2) media transportasi, (3) penyedia jasa-jasa lingkungan, (4) pengatur iklim dunia, (5) sumber dan media informasi, dan (6) sumber kekuasaan dan kedaulatan. 

Indonesia, sebagai suatu wilayah geografis, memiliki keunikan yang tidak dimiliki negara mana pun di dunia. Selain unik karena merupakan pertemuan tiga lempeng benua (penyebab utama gempa dan tsunami), Indonesia juga unik secara klimatologis sebab posisi Indonesia yang memanjang dari barat ke timur di sepanjang ekuator (garis 0 derajat lintang Bumi). Padahal, ekuator menjadi faktor yang menentukan dalam perubahan musim karena Matahari bermigrasi secara siklis dari utara ke selatan dan sebaliknya dengan periode satu tahun. 

Letak Nusantara yang diapit Samudra Pasifik dan Samudra Hindia juga menjadi regulator iklim global, terutama yang berkaitan dengan El-Nino (kemarau panjang) dan La-Nina (musim penghujan dengan curah hujan sangat tinggi). Maka, dalam forum KTT APEC, Indonesia seharusnya memegang kunci dalam penelitian dan pengelolaan dinamika iklim global dan lebih dari itu negara-negara lain semestinya berkontribusi mendanainya.

Secara ekonomi, laut menjadi sumber mata pencaharian bagi ratusan juta orang di dunia melalui aktivitas perikanan tangkap, perikanan budi daya, pertambangan, transportasi (perhubungan), pariwisata, dan kegiatan ekonomi lainnya. Laut juga sebagai entitas wilayah serta sumber kekuasaan dan kedaulatan. 

Bidang kelautan akan semakin strategis bagi Indonesia seiring dengan pergeseran pusat ekonomi dunia dari poros Atlantik ke Asia-Pasifik. Saat ini, sekitar 70 persen perdagangan dunia berlangsung di kawasan Asia Pasifik. Sekitar 75 persen dari produk dan komoditas yang diperdagangkan ditransportasikan melalui laut Indonesia dengan nilai sekitar 1.300 triliun dollar AS setiap tahunnya. 

Karena Indonesia secara geoekonomi paling strategis diapit Samudra Pasifik dan Samudra Hindia serta Benua Asia dan Australia, seharusnya Indonesia mendapat keuntungan paling besar dari arus perdagangan global tersebut. 

Selama ini, justru Singapura, Hong Kong, Jepang, dan China yang memetik banyak keuntungan, sementara seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk, Indonesia maupun dunia serta semakin menipisnya sumber daya alam (SDA) dan jasa-jasa lingkungan di daratan, laut secara realitas akan menjadi tumpuan harapan manusia sebagai sumber pangan, obat-obatan, kosmetik, bahan baku industri, energi, sumber daya mineral, parwisata, transportasi, dan komunikasi.

Perairan laut Indonesia, misalnya, diketahui menyimpan sumber daya energi dan mineral yang besar dari ujung timur sampai barat. Setidaknya potensi sumber daya migas nasional saat ini masih cukup besar terakumulasi dalam 60 cekungan besar yang mengandung minyak bumi dan gas yang tersebar di lepas pantai seluruh wilayah. Dari 60 cekungan tersebut, 38 sudah dieksplorasi, sisanya sama sekali belum dieksplorasi. 

Dari cekungan yang telah dieksplorasi, 16 sudah memproduksi hidrokarbon, 9 belum diproduksi walaupun telah ditemukan kandungan hidrokarbon, sedangkan 13 cekungan sisanya belum ditemukan kandungan hidrokarbon. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa peluang kegiatan eksplorasi masih terbuka, terutama dari 22 cekungan yang belum pernah dieksplorasi dan sebagian besar berlokasi di laut dalam (deep sea) Indonesia bagian Timur.

 

Untuk dapat memberdayakan potensi ekonomi di laut, diperlukan akselerasi dan terobosan dari seluruh komponen bangsa, khususnya negara-negara Asia Pasifik untuk mewujudkan kekuatan ekonomi baru. Maka langkah awal yang harus segera diimplementasikan adalah kebijakan berpihak (affirmative policy) secara tepat dan benar bagi tumbuh-kembangnya sektor ekonomi kelautan. 

Bentuknya dengan membantu rakyat untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha baik dalam aspek produksi, industri pengolahan, maupun perdagangan hasil produksi. Pemerintah dan swasta dalam negeri semestinya dapat membantu rakyat kecil kelompok UKM agar mampu menjalankan usaha bisnis yang memenuhi skala ekonomi dengan baik. Dengan begitu, mereka menghasilkan produk berkualitas, berdaya saing sehingga tidak tersapu bisnis raksasa global dan impor yang semakin merajalela.

Pemerintah dan swasta harus mendampingi nelayan dan pembudi daya ikan yang selama ini ditelantarkan agar mereka mampu menerapkan teknologi dan manajemen secara tepat dan benar dalam usahanya sehingga terus untung. 

Bersamaan dengan langkah tersebut, KTT APEC perlu juga membahas menyelesaikan segala permasalahan di sektor kelautan seperti batas-batas wilayah dan penegakan kedaulatan wilayah. Dengan begitu, laut tidak boleh dikapling untuk kepentingan bisnis semata. Selanjutnya menyusun dan mengimplementasikan tata ruang kelautan Asia Pasifik guna menjamin kepastian terjaganya kelestarian lingkungan ekosistem laut. 

Untuk dapat melaksanakan langkah-langkah strategis di sektor kelautan tersebut maka diperlukan perbaikan manajemen kehidupan berbangsa yang selama ini belum berjalan dengan baik. Pada bidang ekonomi, utamanya menghadapi era globalisasi, kebijakan ekonomi makro konvensional berupa pengendalian laju inflasi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi, yang tidak mengindahkan aspek pemerataan kualitas pertumbuhan, harus diganti dengan mengutamakan penciptaan lapangan kerja dan penghapusan kemiskinan. 

Sebagai Ketua APEC tahun ini, Indonesia seharusnya mampu memengaruhi forum. Pemerintah harus melindungi usaha rakyat kecil khususnya petani dan nelayan agar tidak begitu saja dihanyatkan pasar bebas. Bila tidak demikian, produk luar negeri akan terus membanjiri Indonesia tanpa ada filter. 

Kasus impor ikan, garam, kedelai, daging sapi, beras, dan kebutuhan lainnya menjadi bukti kelemahan Indonesia dalam melindungi rakyat. Sudah saatnya Indonesia bersikap idealis dan menunjukkan kedaulatan. Jangan sampai ada lagi penjajahan berbentuk politik dan ekonomi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar