|
HARI ini jajaran Kemen terian
Keuangan (Kemenkeu) memperingati Hari Keuangan atau lebih tepatnya hari
peringatan ke-67 lahirnya ORI (Oeang
Repoeblik Indonesia). Setelah Proklamasi Kemerdekaan dibacakan Soekarno-Hatta
pada 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia yang sudah merdeka ternyata masih
menggunakan mata uang Jepang dan Javasche Bank sebagai alat pembayaran.
Hal seperti itu sungguh
memprihatinkan dan tidak sejalan dengan hakikat kemerdekaan. Melalui
Undang-Undang (UU) No 17 Tahun 1946 dan UU No 19 Tahun 1946, pemerintah saat
itu menetapkan pengeluaran uang Republik Indonesia. Selanjutnya Menteri
Keuangan AA Maramis melalui Keputusan Nomor SS/1/35 tanggal 29 Oktober 1946
menyatakan uang Jepang dan uang Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku dan
sebagai gantinya, uang Republik Indonesia ditetapkan sebagai alat pembayaran
yang sah mulai 30 Oktober 1946.
Dalam memperingati hari bersejarah
tersebut, tema Hari Keuangan 2013 ialah Menuju perekonomian nasional yang
mandiri, kuat, dan stabil bersama Kementerian Keuangan. Jika dibandingkan
dengan tema pada peringatan-peringatan sebelumnya, tema kali ini lebih bersifat
ekstensif. Artinya, implementasi dari tema yang dipilih bukan hanya domain dari
Kemenkeu, melainkan menjadi tugas dan tanggung jawab seluruh jajaran
pemerintah.
Namun, dari tema tersebut
terkandung suatu tekad yang kuat dari jajaran Kemenkeu untuk mewujudkan kondisi
perekonomian nasional yang lebih baik (mandiri, kuat, dan stabil). Betapa pun,
harus disadari bahwa Kemenkeu merupakan ke menterian yang strategis karena
cukup banyak aspek perekonomian nasional berhubungan langsung dengan kebijakan
yang dikeluarkan kementerian itu.
Kinerja perekonomian
Masalah ekonomi yang dihadapi negara
kita pada akhir 2013 ini dan 2014 mendatang ialah terjadinya pelambatan
pertumbuhan ekonomi sebagai dampak perekonomian global yang belum menentu. Suku
bunga perbankan yang tinggi sebagai akibat kenaikan Bank Indonesia (BI) rate
juga berimbas pada pelemahan pertumbuhan ekonomi. Masalah lainnya ialah
tekanan inflasi dan defisit transaksi berjalan yang masih terjadi, bahkan
diperkirakan terjadi hingga 2015. Hal itu menyebabkan tekanan pada nilai rupiah
yang melemah.
Dalam menghadapi situasi
perekonomian nasional yang terjadi saat ini, Kemenkeu dituntut benar-benar fokus
pada bidang tugasnya atau tupoksinya, yakni kebijakan fiskal. Benar apa yang
dikemukakan Wakil Menkeu Bambang P Soemantri Brojonegoro, pada acara Economic Outlook 2014 di Jakarta, Kamis
(10/10), bahwa kebijakan fiskal mendatang masih mengupayakan pertumbuhan. Jika
sekadar memperbaiki transaksi berjalan dengan mengorbankan pertumbuhan, akan
susah mengurangi kemiskinan dan pengangguran (Kompas, 12/10).
Upaya mengoptimalkan
pertumbuhanekonomi harus dilakukan bersamaan dengan upaya perbaikan defisit
transaksi berjalan. Dengan demikian, harus ada sinergi antara pemegang
kebijakan moneter, dalam hal ini BI, dan pemegang kebijakan fiskal, yaitu
Kemenkeu, terkait dengan langkah-langkah yang harus dilakukan guna mengatasi
masalah perekonomian nasional.
Memacu pertumbuhan ekonomi ke
tataran yang lebih tinggi sulit bisa diwujudkan pada 2013, yang hanya tersisa
dua bulan lagi, atau bahkan pada 2014. Sinyal tersebut tampak pada pengetatan
kebijakan fiskal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014.
Dalam APBN yang telah disetujui dan
disahkan pemerintah dan De wan Pewakilan Rakyat (DPR) pada 25 Oktober 2013,
target pertumbuhan ekonomi dikoreksi dari usulan awal sebesar 6,4% menjadi 6%.
Karena itu, wajar jika anggaran belanja negara dalam APBN 2014 tidak bisa
ekspansif. Bersamaan dengan hal itu, defisit anggaran pada APBN 2014 sebesar
1,69% jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan pada APBN-P 2013 sebesar 2,38%.
Penurunan target pertumbuhan
ekonomi dilakukan demi menjaga agar tidak terjadi tekanan pada transaksi
berjalan. Total belanja negara pada APBN 2014 sebesar Rp1.842,5 triliun, atau
naik 6,7% jika dibandingkan dengan APBN-P 2013 sebesar Rp1.726,2 triliun. Jika
diperhitungkan dengan asumsi inflasi pada 2014 sebesar 5,5%, secara riil total
belanja negara pada APBN 2014 naik hanya 1,2%. Konsekuensinya, program untuk
mengurangi kemiskinan dan pengangguran jadi agak terhambat.
Upaya serius
Pengetatan kebijakan fiskal
mengakibatkan anggaran belanja negara dalam APBN 2014 tidak bisa ekspansif.
Kondisi demikian menyebabkan ruang gerak Kemenkeu untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi, agar program pengurangan kemiskinan dan pengangguran berhasil baik,
jadi tidak berjalan. Untuk itu, Kemenkeu dituntut melakukan upayaupaya serius,
mencari terobosan, dan menjaga agar target-target penting dalam APBN 2014
tercapai. Hal itu mendesak untuk dilakukan demi terwujudnya perekonomian
nasional yang mandiri, kuat, dan stabil.
Hal pertama yang harus dilakukan
adalah menjaga agar anggaran belanja negara sebesar Rp1.842,5 triliun
benar-benar terarah dan tepat sasaran, tanpa ada kebocoran (korupsi) atau
pemborosan lainnya. Kemenkeu harus menjamin agar anggaran belanja negara, yang
dalam praktiknya dikelola para pengguna anggaran yang tersebar di berbagai
kementerian/lembaga harus dilaksanakan tepat waktu, tepat sasaran, tepat
jumlah, dan tanpa ada kebocoran.
Kedua, menjaga agar anggaran
subsidi energi sebesar Rp282 triliun tidak terlampaui (jebol). Pengalaman
menunjukkan anggaran subsidi energi rawan jebol karena upaya untuk
mengendalikan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) belum efektif berjalan. Untuk
menjaga agar pagu subsidi energi tidak jebol, dampaknya bisa sangat
membahayakan APBN. Ketiga, menjaga agar pendapatan negara yang ditargetkan
sebesar Rp1.667,1 triliun dapat tercapai sesuai rencana. Upaya serius dan terobosan
baru perlu dilakukan mengingat dalam situasi ekonomi yang belum pulih, tidak
mudah untuk bisa memenuhi target pendapatan negara yang demikian besar,
terutama dari sektor pajak. Dari awal harus dicegah agar tidak ada lagi
penerimaan pajak yang dikorupsi.
Apabila tiga hal penting tersebut dapat dilaksanakan dengan
baik oleh Kemenkeu, yaitu pelaksanaan anggaran belanja negara bisa dilakukan
tepat waktu, tepat sasaran, tepat jumlah, dan tanpa ada kebocoran, kemudian
realisasi anggaran subsidi energi tidak melampaui pagunya, dan terakhir target
pendapatan negara bisa tercapai sesuai rencana, jalan menuju perekonomian
nasional yang mandiri, kuat, dan stabil bersama Kemenkeu akan terbuka lebar. Dirgahayu Kementerian Keuangan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar